Aksi Anggun Tyas, sopir bank pelat merah yang menggondol uang milik tempat kerjanya senilai Rp 10 miliar di Solo, ternyata bukan spontan. Polisi mengungkap, pelaku sudah merencanakan aksinya sejak Juni 2025 dan bahkan sempat memberi tahu adiknya.
Hal itu diungkapkan Katim Resmob Polda Jateng, AKP Rio Adi Putra. Ia mengatakan, Anggun memang sudah menunggu momen tepat. Begitu ada kesempatan saat ditinggal petugas ke toilet, ia langsung kabur membawa uang bank sebesar Rp 10 miliar tersebut.
"Memang sebelumnya sudah direncanakan sama dia, sudah dari bulan 6 dia rencana ambil uang. Tapi belum ada kesempatan. Nah, kemudian dia kabur lah bawa mobil ini sama uang," kata Rio saat dihubungi detikJateng, Jumat (12/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari pihak polisi dan BPD nggak curiga karena dia sering bawa mobil untuk cari parkiran, ditelepon nggak diangkat. Kebiasaannya kan ketiduran atau gimana, jadi belum curiga," lanjutnya.
Mobil itu kemudian ia tinggalkan di Colomadu, Kabupaten Karanganyar, sementara uang dipindah ke mobil Maxim yang dipesannya. Anggun lalu menuju Jogja ke rumah temannya, Agus.
"Yang tahu (rencana pencurian) itu cuma adiknya si tersangka (Anggun). Tapi adik tersangka ngomong sama Agus waktu bulan 6 itu juga. 'Kalau Mas nyuri uang nggak usah anggap keluarga lagi', gitu bahasanya," ungkapnya.
Anggun kemudian meminta Agus mencarikan mobil dan tempat jual-beli HP. Namun Agus tak menemukan mobil, sehingga ia kembali diantar sopir Maxim menuju gereja dan dijemput tersangka Dwi Sulistyo atau Oyi.
"Dari situ sopirnya udah nggak tahu lagi, karena sudah dibawa pakai mobil rentalan di Jogja. Ternyata dianterin ke kosan Oyi di Jogja, uangnya baru dipindahin," jelasnya.
Uang itu kemudian dipakai untuk membeli rumah di kawasan pelosok Gunungkidul seharga Rp 140 juta yang ditempati bersama Dwi, pacar Dwi, dan ibu pacar Dwi. Rumah itu dipilih karena berada di lokasi blank spot alias tak ada sinyal, agar sulit dilacak.
"Rumah yang di Gunungkidul yang nggak ada sinyal itu dicariin sama temannya Oyi. Oyi tahu titik-titik yang mana aja yang blank spot. Jadi memang dicariin rumah yang nggak ada penduduknya. Belakang, kiri, kanannya, itu hutan," ungkapnya.
"Supaya nggak terlacak sama orang-orang kampung. Karena metode tersangka ini setiap beli HP, HP-nya itu dibuang, dikasih ke orang, beli lagi HP, ketemu orang dikasih lagi, udah kayak bos," tuturnya.
Kala di pelarian, jelas Rio, kedua tersangka berencana untuk membuka usaha simpan pinjam kepada warga kampung. Tersangka Dwi bahkan telah berencana merekrut orang baru sebagai penagih.
"Rencananya pelaku mau jadi bos pinjaman-pinjaman di kampung. Si Oyi awalnya mau jadi kurirnya yang nagih, bosnya Si Anggun," jelasnya.
"Peran Oyi gede banget, dia tahu uang itu dari mana, dia ikut ngebantu membeli kendaraan, mobil, motor, ikut cariin atas nama Oyi. Makanya yang satu orang kita tangkap itu yang cuma nunjukin beli rumah, belum berani menetapkan tersangka," lanjutnya.
Dalam pelarian itu, lanjut Rio, kedua tersangka bahkan sempat menggelar selamatan di rumah barunya. Acara itu dihadiri tetangga sekitar untuk mengesankan mereka benar-benar tinggal seperti warga biasa.
"Tetangga seputar rumah yang diundang (selamatan) delapan orang, pun satu kampung itu memang isinya delapan orang. Karena jalan lumayan jauh, pelosok," tutur Rio.
Diberitakan sebelumnya, peristiwa itu terjadi saat Bank Jateng Cabang Wonogiri hendak mengambil uang Rp 11 miliar di Solo pada Senin (1/9). Pengambilan uang dilakukan menggunakan satu mobil yang dikendarai oleh Anggun dengan beberapa penumpang lain.
Sesampainya di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Solo, mereka mengambil uang Rp 6 miliar. Kemudian mereka bertolak ke Kantor Bank Jateng Cabang Solo di Jalan Slamet Riyadi untuk mengambil kekurangan uang.
"Karena keadaan keuangan juga tidak ada, akhirnya Rp 6 miliar distok dari BI, setelah mengambil dengan metode SOP yang sudah dilaksanakan kekurangannya sebesar Rp 5 miliar diambil di Bank cabang Solo. Pada saat itu tersedia sekitar 4 miliar, sudah di-loading sesuai SOP yang ada," kata Kasat Reskrim Polresta Solo, AKP Prastiyo Triwibowo, saat ditemui awak media di Mapolresta Solo, Rabu (3/9).
Karena masih menunggu kekurangan uang Rp 1 miliar, akhirnya mobil yang dikendarai pelaku bergeser ke parkiran.
"Menanti kecukupan kekurangan uang Rp 1 miliar tersebut, dan ada pengamanan dari personel dalam keadaan buang air ke toilet, sehingga setelah dikabari dikira bergeser parkir, saat dihubungi sudah tidak ada jawaban atau respons," jelas Prastiyo saat itu.