Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita beserta suaminya, Alwin Basri, akan menjalani sidang kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemkot Semarang. Keduanya kompak mengenakan pakaian batik saat menghadiri sidang.
Pantauan detikJateng di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, keduanya hadir sekitar pukul 09.05 WIB.
Mbak Ita keluar dari mobil tahanan mengenakan pakaian berwarna merah muda lengkap dengan rompi oranye yang ditutupi kain. Ia juga mengenakan riasan wajah lengkap.
Sementara suaminya hadir mengenakan pakaian batik cokelat dan berjalan di depan Ita. Ia juga mengenakan rompi oranye.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penjagaan ketat oleh pihak kepolisian juga tampak dari banyaknya petugas yang berjaga di Pengadilan Tipikor Semarang. Penonton sidang juga terlihat cukup banyak di ruang sidang.
Sesuai jadwal, kedua terdakwa akan menjalani sidang mulai pukul 09.16 WIB dan dipimpin Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi.
Merujuk dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Semarang, perkara Mbak Ita yang teregister dengan bernomor 23/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smg dijadwalkan akan sidang pada Rabu (27/8/2025) pagi ini dengan agenda pengucapan putusan.
Sidang putusan itu akan digelar di Ruang Sidang Cakra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kecamatan Semarang Barat. Sidang dijadwalkan dimulai pukul 09.00 WIB.
Dimintai konfirmasi, Juru Bicara PN Semarang, Haruno membenarkan informasi tersebut. Ia mengatakan, sidang putusan Mbak Ita dan Alwin juga akan disiarkan secara langsung melalui akun YouTube PN Semarang.
"Betul, hari ini akan dibacakan putusan sidang kasus Bu Ita dan Pak Alwin. (Disiarkan secara langsung?) Live," kata Haruno melalui pesan singkat kepada detikJateng.
Seperti diketahui dalam kasus ini Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima Martono. Uang itu merupakan fee proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung.
"Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," kata JPU dari KPK, Rio Vernika Putra di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (21/4).
"(Uang Rp 2,24 miliar) dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin," imbuh dia.
Selain itu, Mbak Ita dan Alwin pun didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa senilai Rp 3,75 miliar serta didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri senilai Rp 3 miliar.
Total, Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar. Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK kemudian telah menuntut Ita dengan hukuman penjara 6 tahun penjara. Jaksa juga menuntut pidana tambahan kepada Ita dengan membayar uang pengganti Rp 683 juta. Jika tidak dibayarkan selama 1 bulan setelah inkrah maka uang penganti itu diganti kurungan 1 tahun.
"Menuntut agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menjatuhi hukuman kepada terdakwa 1, Hevearita Gunaryanti Rahayu dengan pidana penjara selama 6 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan," kata Wawan di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (30/7/2025).
Sementara Alwin dituntut JPU KPK dengan vonis 8 tahun penjara. Tak hanya itu, keduanya juga dituntut agar hak dipilih sebagai pejabat publik selama 2 tahun dicabut.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa 1, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan terdakwa 2, Aliwin Basri, untuk menduduki jabatan dalam jabatan publik masing-masing selama 2 tahun terhitung sejak para terdakwa-terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," tegas Wawan saat membacakan tuntutannya.
(apl/dil)