Alumni PPDS Undip Ungkap Biasa 3 Hari Tak Pulang Saat Banyak Pasien

Alumni PPDS Undip Ungkap Biasa 3 Hari Tak Pulang Saat Banyak Pasien

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 20 Agu 2025 13:28 WIB
Saksi meringankan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra dalam sidang pemeriksaan saksi kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kota Semarang, Rabu (20/7/2025).
Saksi meringankan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra dalam sidang pemeriksaan saksi kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kota Semarang, Rabu (20/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Dua alumni Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) dihadirkan sebagai saksi meringankan untuk terdakwa dalam sidang kasus pemerasan dan perundungan PPDS Anestesi Undip. Salah satu saksi mengaku biasa tidak pulang hingga tiga hari saat menjalani pendidikan.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kota Semarang, Rabu (20/8). Saksi yang dihadirkan sebagai saksi meringankan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho, Zara Yupita Azra, dan Sri Maryani bernama Sony dan Harsono.

Dalam sidang itu terdakwa Taufik bertanya ke dua saksi tersebut, apakah pernah pulang jaga hingga dini hari. Saksi Sony, alumni angkatan 2011, menyebut dirinya bisa pulang pukul 22.00 WIB saat jadwal operasi cukup banyak. Adapun saksi Harsono, alumni angkatan 2014, menyebut dirinya pernah tak pulang hingga tiga hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saksi meringankan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra dalam sidang pemeriksaan saksi kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kota Semarang, Rabu (20/7/2025).Saksi meringankan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra dalam sidang pemeriksaan saksi kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kota Semarang, Rabu (20/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

"Paling lama 3 hari 3 malam nggak pulang sudah biasa. (Jam 12.00 WIB siang pulang juga pernah?) Pernah," kata Harsono menjawab pertanyaan Taufik, Selasa (20/7/2025).

Sedangkan Sony mengatakan kepulangan residen sepenuhnya bergantung pada banyaknya operasi di rumah sakit. Namun untuk jadwal jaga yang membuat adalah residen dengan ditandatangani Kepala Program Studi (KPS).

ADVERTISEMENT

"Paling cepat semester 1 itu isya jam 19.00 WIB kita bisa pulang kalau pasien tidak banyak, kalau ramai jam 22.00 WIB kita pulang. Jam pulang berdasarkan jadwal operasi. Kalau ramai pasien bisa pulang malam bahkan pagi," ujar Sony.

Ia menambahkan, budaya senioritas juga berlaku ketat dalam pendidikan. Pasal Anestesi PPDS Undip juga disebut sudah diterapkan di angkatannya. Dia bilang pasal tersebut penting mengingat PPDS Anestesi Undip penuh tekanan.

"Semester satu kita masuk, background-nya berbeda-beda. Ada yang dari kepala puskesmas, ada yang urusan publik, ada yang dari luar Jawa. Begitu masuk di hari pertama itu kita langsung ngebius. Sedangkan di puskesmas itu kan kita nggak ngebius," ujar Sony.

"Waktu masuk kita sebenarnya nggak punya apa-apa. Jadi itu (pasal anestesi) memang harus, harus dengan pressure supaya cepat beradaptasi dengan situasi di anestesi," lanjutnya.

Sebelumnya diberitakan, pasal anestesi dan tata krama anestesi sempat diungkap dalam sidang perdana kasus dugaan pemerasan PPDS Undip. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap, isi pasal anestesi tersebut yakni senior selalu benar, bila senior salah kembali ke pasal 1, hanya ada 'ya' dan 'siap', yang enak hanya untuk senior, bila junior dikasih enak tanpa tanya 'kenapa?' mencerminkan kondisi bahwa junior seharusnya tidak mendapatkan kemudahan, jangan pernah mengeluh karena semua pernah mengalami.

Tak hanya itu, ada pula tata krama anestesi yang harus ditaati mahasiswa. Mulai dari izin bila bicara dengan senior, semester nol hanya bisa bicara dengan semester satu, dilarang bicara dengan semester di atasnya, harus senior yang bertanya langsung, haram hukumnya semester nol bicara dengan semester dua tingkat ke atas.

Diketahui, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Sri Maryani dan Taufik Eko Nugroho yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.




(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads