Alumni PPDS Undip Ngaku Dipungut Duit Puluhan Juta, Mengira buat Uang Gedung

Alumni PPDS Undip Ngaku Dipungut Duit Puluhan Juta, Mengira buat Uang Gedung

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 20 Agu 2025 12:09 WIB
Saksi meringankan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra dalam sidang pemeriksaan saksi kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kota Semarang, Rabu (20/7/2025).
Saksi meringankan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra dalam sidang pemeriksaan saksi kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kota Semarang, Rabu (20/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Dua alumni Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) dihadirkan sebagai saksi meringankan dalam sidang kasus pemerasan dan perundungan PPDS Anestesi Undip. Salah satu saksi mengaku sempat mengira iuran di luar SPP resmi itu untuk uang gedung.

Sidang tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kota Semarang, Rabu (20/8). Saksi meringankan yang dihadirkan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho, Zara Yupita Azra, dan Sri Maryani itu bernama Sony dan Harsono.

Sony, alumnus PPDS angkatan 2011, mengatakan sejak awal masuk sudah diberitahu soal adanya kewajiban iuran puluhan juta rupiah yang akan dikumpulkan ke bendahara angkatan dan dipakai untuk kebutuhan akademik seperti ujian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saksi meringankan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra dalam sidang pemeriksaan saksi kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kota Semarang, Rabu (20/7/2025).Saksi meringankan untuk terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra dalam sidang pemeriksaan saksi kasus PPDS Anestesi Undip, di PN Semarang, Kota Semarang, Rabu (20/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

"Waktu itu disebutkan Rp 50 juta di awal dan di tengah jalan kurang, kita diminta iuran lagi Rp 10 juta di semester satu," kata Sony di PN Semarang, Rabu (20/7/2025).

Sony menyebut informasi terkait tambahan biaya di luar SPP resmi itu dari kakak tingkat dan ia tak mengetahui detail penggunaannya. Dia bilang, terdakwa Sri Maryani selaku staf administrasi tak pernah meminta untuk mengumpulkan uang tersebut.

ADVERTISEMENT

"Uang yang mengelola bendahara angkatan, dilaporkan ke bendahara residen. Dulu saya menganggap uang Rp 50 juta itu uang gedung. Kalau yang dibayar lewat bank dengan struk, Rp 10 juta per semester, sampai semester 8. Saat itu belum ada SPI," ujarnya.

Hal senada disampaikan Harsono, alumnus angkatan 2014. Ia menyebut sebelum resmi menjadi residen sudah diberi gambaran soal adanya biaya sekitar Rp 100 juta di luar SPP Undip. Rinciannya, Rp 50 juta untuk kebutuhan ilmiah dan Rp 30 juta untuk kepentingan angkatan.

"Sebelum daftar, dijelaskan biaya butuh sekitar Rp 100 juta, pas masuk total Rp 80 juta, Rp 50 juta untuk ilmiah, Rp 30 juta untuk angkatan, misal kendaraan, operasional termasuk makan prolong," kata Harsono.

Harsono menyebut informasi itu disampaikan residen semester satu dua kali sebelum akhirnya ia dinyatakan lulus.

"Setelah tes tertulis terus dinyatakan lulus, saya dipanggil senior diceritakan kerjaannya dan beban kerjanya, kalau tidak mau lanjut silakan, kalau mau lanjut besok wawancara," ucap dia.

Dana tersebut, kata Harsono, diserahkan ke bendahara angkatan selama satu semester. Ia membayarnya dengan cara dicicil.

"Pertama saya bayar Rp 40 juta, terus Rp 20 juta, dan Rp 20 juta. Untuk kepentingan ujian, misalnya ketika saya tes di Medan dan Bandung, biaya tiket saya minta ke bendahara terus d-ireimburse, termasuk juga untuk akomodasi," kata dia.

Harsono juga menyebut ada pengembalian uang sekitar Rp 10-13 juta di sekitar semester tiga. Dia juga mengatakan bahwa tidak pernah ada perintah mengumpulkan uang dari Sri Maryani.

"Bu Sri Maryani sudah di administrasi, yang saya pahami Bu Mar itu perwakilan Undip di Kariadi. Jadi semua ujian, ilmiah, pasti lewat beliau," ujarnya.

Diketahui, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Sri Maryani dan Taufik Eko Nugroho yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.




(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads