Sebanyak lima mahasiswa yang sebelumnya ditahan terkait aksi May Day di Semarang kini tak lagi mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Semarang. Status mereka telah berubah menjadi tahanan kota.
Status para mahasiswa itu berubah usai pelimpahan tersangka dari Polrestabes Semarang ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang. Kelima mahasiswa tersebut yakni MAS (22), KM (19), ADA (22), ANH (19), dan MJR (21).
Kepala Kejari, Candra Saptadji, mengatakan perubahan status penahanan disebut mempertimbangkan pendekatan kemanusiaan. Para mahasiswa dinilai masih memiliki tanggung jawab akademik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertimbangan tahanan kota karena ada jaminan dari pihak kampus. Yang bersangkutan dalam proses pendidikan, dalam hal ini akan ujian," kata Candra di Kejari Semarang, Kamis (19/6/2025).
Para mahasiswa ini juga memberikan jaminan tidak akan melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti. Penahanan kota turut didukung oleh jaminan dari keluarga dan pihak kampus.
"Tahanan kota yang bersangkutan tidak boleh keluar dari Kota Semarang. Tapi selama proses tidak ditahan dalam rutan, harus wajib lapor juga," jelasnya.
Candra menjelaskan, penetapan sebagai tahanan kota berlaku selama 20 hari, terhitung sejak 19 Juni hingga 8 Juli 2025. Dalam masa itu, para tersangka diwajibkan melakukan wajib lapor dua kali sepekan, yakni setiap Senin dan Kamis.
Namun, kata Candra, jadwal tersebut dapat disesuaikan dengan kegiatan perkuliahan. Guna memastikan keberadaan para mahasiswa selama menjadi tahanan kota, mereka dikenakan gelang GPS.
"Jika bentrok dengan kuliah, maka jadwal wajib lapor bisa dialihkan ke hari atau jam lain," kata Candri.
Kelima mahasiswa dijerat dengan beberapa pasal alternatif, yakni Pasal 214 ayat (1) KUHP tentang melawan petugas, Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang pengeroyokan, atau Pasal 216 ayat (1) KUHP tentang tidak menuruti perintah petugas. Ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut berkisar dari 4 bulan 2 minggu hingga 7 tahun penjara.
Dalam proses pelimpahan ini, Kejari juga menerima 45 barang bukti, antara lain rekaman video unjuk rasa 1 Mei 2025 di depan kantor Gubernur Jawa Tengah, tiga selongsong bekas kembang api lontar, tanaman rusak, lampu sorot, pagar barikade, paving blok, batang besi, bambu, hingga pakaian yang digunakan saat aksi.
Sementara itu, perwakilan tim hukum para tersangka, M Safali mengapresiasi keputusan Kejaksaan yang mengabulkan permohonan pengalihan status menjadi tahanan kota yang diajukan tim hukum sebelumnya.
"Kami bersyukur dan mengapresiasi Kejaksaan karena permohonan pengalihan status menjadi tahanan kota akhirnya dikabulkan," kata Safali.
Menurutnya, status sebagai tahanan kota memungkinkan pendampingan hukum dan koordinasi berjalan lebih lancar. Terlebih, selama berada di rutan, mahasiswa sempat mengalami kendala komunikasi, terutama saat sakit dan butuh tindakan medis cepat.
"Karena statusnya titipan, pihak rutan harus konfirmasi dulu ke penyidik. Itu kadang menyulitkan. Sekarang komunikasi akan lebih leluasa," ujarnya.
Selain itu, status baru ini juga penting bagi kelangsungan pendidikan para mahasiswa, karena ada kekhawatiran dari pihak kampus dan keluarga jika para tersangaka tidak bisa ikut ujian.
Sebelumnya diberitakan, polisi menetapkan enam orang tersangka kasus kerusuhan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025. Polisi menyebut para tersangka memiliki grup khusus yang dinamai sebagai Anarko.
Enam orang itu terdiri dari lima mahasiswa dan satu pengangguran. Para tersangka itu ialah MAS (22), KM (19), ADA (22), ANH (19), MJR (21), dan AZG (21). Kapolrestabes Semarang, Kombes M Syahduddi, mengatakan polisi menemukan grup WhatsApp yang digunakan para tersangka untuk konsolidasi. Dia menyampaikan para tersangka tak berniat menyuarakan pendapat saat aksi.
"Kami juga temukan WA grup yang mengindikasikan mereka kelompok anarko bertuliskan 'FMIPA bagian anarko. Terungkap dalam grup WA ini ada 18 orang, kami akan melakukan penelusuran peran mereka. Kalau terbukti pidana akan proses tuntas dan tegas," kata Syahduddi.
(afn/apu)