Eks Kabag Pengadaan Ungkap Alwin Suami Mbak Ita Pernah Minta Atur Proyek

Eks Kabag Pengadaan Ungkap Alwin Suami Mbak Ita Pernah Minta Atur Proyek

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 16 Jun 2025 12:09 WIB
Sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (16/6/2025).
Sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (16/6/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Sidang pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya, Alwin Basri, kembali digelar di Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Semarang hari ini.

Kali ini ada tiga saksi yang dihadirkan, salah satunya bernama Junaedi, mantan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa serta eks Kepala Humas Sekretariat DPRD Kota Semarang.

Dalam kesaksiannya, Junaedi mengatakan, selama menjabat sebagai Kabag Pengadaan dari Oktober 2021 hingga Agustus 2024, dirinya tidak pernah mendapatkan perintah langsung dari Ita.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat Bu Ita jadi wali kota, beliau nggak pernah memerintah saya," kata Junaedi di hadapan majelis hakim, Senin (16/6/2025).

Namun, Junaedi mengaku beberapa kali dipanggil oleh Alwin Basri ke rumahnya. Dalam pertemuan itu, Alwin disebut sempat meminta agar proyek tertentu dimenangkan oleh seseorang yang bernama Martono, yang diketahui merupakan Ketua Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) Semarang.

ADVERTISEMENT

"Kalau Pak Alwin pernah memanggil saya di rumahnya. Intinya (Alwin bilang) 'tolong dibantu Bu Ita'. Setelah saya mencermati (kalimat) 'dibantu Bu Ita', karena di situ ada Pak Martono, saya berpikir soal pengadaan barang jasa," ujar Junaedi.

"Pernah sekali ketemu Pak Martono, bahas berkaitan dengan permintaan supaya nanti ada paket yang dimenangkan Pak Martono. Tidak menyebut secara spesifik," sambung dia.

Meski diminta, Junaedi mengaku tidak pernah menindaklanjuti karena permintaan itu tidak sesuai aturan pengadaan. Setelah dievaluasi, dari 18 paket pekerjaan, hanya satu yang dimenangkan karena lainnya tidak memenuhi syarat.

"2023 Pak Martono tidak pernah menang di proses pengadaan barang jasa, karena tidak pernah terpenuhi," ucap Junaedi.

Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi kemudian bertanya apakah Junaedi dimarahi Alwin karena Martono tidak menang proyek.

"Tidak (dimarahi), hanya klarifikasi kenapa tidak menang. Saat pengadaan itu tidak memenuhi apa yang ada dalam dokumen pengadaan sehingga tidak bisa menang," jawab Junaedi.

Saat ditanya mengapa ia tidak melaporkan intervensi tersebut kepada Ita selaku atasannya sebagai Wali Kota Semarang, Junaedi menjawab bahwa dirinya menganggap Alwin sebagai representasi Ita.

"Tidak pernah (lapor ke Bu Ita), sepemahaman saya antara Bu Ita dan Pak Alwin adalah satu rumah tangga. Saya pikir Pak Alwin representasi Bu Ita, tapi memang Bu Ita tidak pernah minta ke saya sama sekali," kata Junaedi.

Hakim kembali mencecar Junaedi kenapa memutuskan tak pernah melapor kepada Ita. Junaedi mengaku takut untuk melapor kepada Ita.

"Sebenarnya apa yang diperintah Pak Alwin tentu beda dengan yang diperintah Bu Ita, memang saya nggak berani laporan. Saat itu saya tidak berani melaporkan ini karena beliau Bu Ita pimpinan saya, intinya nggak berani," ujar Junaedi.

Hakim lalu bertanya alasan Junaedi tak berani melapor. Ia bertanya apakah karena Ita menakutkan, Junaedi menyangkal hal itu.

"Nggak juga. Saya akui memang saya tidak berani," jawab Junaedi.

Setelah tidak memenangkan Martono, Junaedi kemudian menjadi Humas Sekretaris Dewan (Sekwan) Kota Semarang. Hakim bertanya, apakah jabatannya sebagai Kabag Pengadaan Barang dan Jasa dilepas karena tak memenangkan Martono.

"(Itu naik jabatan atau turun?) Sama. (Apa karena tidak mengindahkan permintaan Alwin terus dipindah ke sekwan?) Saya tidak tahu. (Gajinya dipotong?) Nggak," jawab Junaedi.

Sebelumnya diberitakan, Ita dan Alwin didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima Martono. Uang itu merupakan fee proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung.

"Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," kata JPU dari KPK, Rio Vernika Putra di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (21/4/2025).

"(Uang Rp 2,24 miliar) dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin," imbuh dia.

Selain itu, Mbak Ita dan Alwin pun didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa senilai Rp 3,75 serta didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri senilai Rp 3 miliar.

Total, Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar. Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.




(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads