Adik dr Aulia Ungkap Kakaknya Dimaki 'Lelet' oleh Zara Senior PPDS Undip

Adik dr Aulia Ungkap Kakaknya Dimaki 'Lelet' oleh Zara Senior PPDS Undip

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 06 Jun 2025 15:33 WIB
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6/2025).
Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Undip di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Solo -

Adik mendiang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) dr Aulia Risma, Nadia, mengungkap kakaknya sering berkeluh kesah terkait perlakuan yang diterima selama menempuh studi. Salah satunya dari senior sekaligus kakak pembimbing almarhumah, Zara Yupita Azra.

Curhat dr Aulia itu diungkapkan Nadia dalam sidang pemeriksaan saksi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6/2025). Sidang yang dipimpin hakim ketua Djohan Arifin itu menghadirkan enam saksi yaitu Nusmatun Malinah selaku ibu dokter Aulia, Nadia selaku adik dokter Aulia, Akwal dan Nur Diah selaku kerabat dokter Aulia, serta Yunan dan Pamor Nainggolan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

"Sebetulnya curhatnya banyak sekali. Mayoritas adalah masalah kesalahan dari pelayanan terhadap senior. Misal telat memberikan makan, salah membelikan rokok, Bu Zara pasti akan menegur dengan cara dimarahi dan dimaki," ungkap Nadia dalam sidang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bukan hanya dimarahi biasa, tapi dimaki-maki dengan dibilang 'kamu lelet, gila, anestesi itu tesnya di sini'. Kalau misal kamu nggak bisa ngikutin kamu mati," imbuh Nadia.

Aulia Disuruh Belikan Parfum hingga Booking Hotel

Nadia menuturkan, sang kakak sudah mengalami eksploitasi baik fisik maupun mental sejak diterima di PPDS Anestesi Undip, Mei 2022.

ADVERTISEMENT

"Baru bulan Mei, belum mulai perkuliahan, almarhum sudah disuruh mengerjakan tugas pribadi Bu Zara. Bahkan disuruh untuk tidak menyampaikan ke siapapun. Mulai dari tesis, jurnal, disuruh nulis pasal anestesi," ucap Nadia.

Permintaan lainnya yang dianggap Nadia di luar batas kewajaran adalah saat almarhumah diminta membelikan kopi hingga pesan hotel.

"Almarhumah sering dimintai tolong Zara, menuruti permintaan Zara. Jadi misal membelikan parfum, membayar booking-an hotel untuk acara pisah sambut senior, membelikan makanan, kopi," paparnya.

Karena perundungan itu, Nadia berujar dr Aulia harus menjalani terapi ke psikolog pada November 2022.

"Karena merasa tertekan dengan orderan Bu Zara yang sangat di luar pelayanan," tuturnya.

Zara Tepis Bully dr Aulia

Dalam sidang, Zara buka suara. Ia menanggapi pernyataan ibu Aulia, Nusmatun Walinah, bahwa dirinya tidak bermaksud merundung almarhumah.

"Saya tidak pernah bermaksud untuk mem-bully almarhum. Semua kalimat yang keluar karena saya berada dalam tekanan," dalihnya.

Zara menjelaskan, sistem kasta yang berlaku di PPDS Anestesi Undip saat itu membuat mahasiswa semester 2 seperti dirinya kala itu kerap dihukum setiap kali mahasiswa semester 1 melakukan kesalahan.

Diketahui ada 7 tingkatan, disebut 'kasta', di PPDS Anestesi Undip, di mana masing-masing mempunyai tugasnya.

Mulai dari 'kuntul' untuk julukan mahasiswa tingkat satu, kakak pembimbing (kambing) atau mahasiswa tingkat dua, middle senior yakni mahasiswa tingkat tiga-empat, senior atau mahasiswa tingkat lima, chief of chief (COC) atau mahasiswa tingkat 6-7, dewan suro atau mahasiswa tingkat 8 atau akhir, hingga dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).

"Memang sistemnya yang mendapatkan hukuman selalu kakaknya. yang semester 2. Semester 1 tidak mendapat hukuman, padahal yang salah semester 1. Hukuman itu juga diberikan angkatan chief of chief atau di atas chief seperti dewan syuro," ujarnya.

Menurut Zara, dirinya hanya menjalankan sistem yang sudah ada. Ia mengklaim tugasnya sebagai kambing hanya sebatas menguji juniornya, termasuk memberikan hukuman berdiri, yang menurutnya hanya sebentar.

"Hukuman berdiri jarang sekali sampai 1 jam, biasanya hanya sebentar. Namun hanya untuk difoto lalu dikirim ke senior, lalu nanti kita evaluasi bareng-bareng," ucap Zara.

"Kenapa (hukuman) selalu jam 02.00 WIB atau 03.00 WIB pagi karena di RSUP dr Kariadi kami pulangnya selalu di atas jam 01.00-02.00 WIB, program dimulai pagi hari jam 04.00-05.00 WIB. Jadwal pulang berbeda sesuai stase dan jadwal kerjanya, jadi tidak pilih kasih," lanjutnya.

Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho selaku kaprodi dan Sri Maryani selaku staf yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.

Halaman 2 dari 2
(apu/aku)


Hide Ads