Ancaman Pemuda Tanpa Tangan Saat Perkosa Mahasiswi: Kalau Teriak Dinikahkan

Regional

Ancaman Pemuda Tanpa Tangan Saat Perkosa Mahasiswi: Kalau Teriak Dinikahkan

Ahmad Viqi - detikJateng
Senin, 02 Des 2024 12:36 WIB
Illustrator 10 with Transparencies. Tight vector background illustration of a stop sign with the graffiti word
Ilustrasi. (Foto: iStock)
Solo -

Pria disabilitas tanpa dua tangan berinisial IWAS alias A, jadi tersangka kasus dugaan pemerkosaan mahasiswi di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kuasa hukum korban mengungkap tipu daya hingga ancaman tersangka hingga membuat korban tak berani melawan.

Kuasa hukum korban, Andre Safutra, tersangka mengelabui korban dengan memaksa ritual mandi suci untuk membersihkan korban dari trauma masa lalunya.

Tersangka dengan segala tipu dayanya mampu mengelabui korban agar bisa diajak ke homestay. Dia bahkan memaksa korban untuk membayar biaya sewa kamar sebesar Rp 50 ribu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dia meminta korban untuk membayar kamar sebesar Rp 50 ribu ke resepsionis," kata Andre kepada detikBali, Minggu (1/12/2024).

Korban terpaksa menurut karena terus diancam dan dimanipulasi tersangka. Setiba di homestay, tersangka yang membuka kamar dengan menggigit kunci.

ADVERTISEMENT

"Jadi pelaku mengunci kamar homestay menggunakan bibir dengan cara digigit," ungkap Andre.

A kemudian melancarkan aksinya. Dia kemudian merapalkan mantra dalam bahasa Bali, sebagai bagian dari ritual 'mandi suci'.

A lantas mengeluarkan sejumlah ancaman agar perempuan itu mau membuka semua pakaiannya. "Korban sempat akan berteriak, tapi pelaku mengancam jika kamu teriak kita akan dinikahkan kalau ketahuan berduaan di dalam kamar," ujarnya.

Beberapa menit kemudian, A memaksa membuka celana korban menggunakan kaki. Dia kemudian memerkosa korban di sana.

"Korban sambil membaca Ayat Kursi dan pelaku membaca mantra-mantra dari bahasa Bali," ungkap Andre.

Keterangan Polisi

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menjelaskan alasan polisi menetapkan A sebagai tersangka.

"Jadi berdasarkan fakta-fakta yang telah didapatkan dari proses penyidikan bahwa IWAS merupakan penyandang disabilitas secara fisik (tidak mempunyai kedua tangan). Tapi tidak ada hambatan untuk melakukan pelecehan seksual fisik terhadap korban," beber Syarif, Sabtu (30/11).

Syarif mengungkapkan modus tersangka melakukan pemerkosaan dengan dengan menggunakan kekuatan kedua kakinya.

Dia menegaskan berdasarkan alat bukti dan keterangan lima saksi dari teman korban, penjaga homestay, saksi korban, terungkap pelaku melakukan pemerkosaan dengan tipu daya.

"Kami juga ambil keterangan saksi yang hampir mengalami peristiwa pidana yang dilakukan oleh tersangka. Inti daripada keterangan saksi-saksi mendukung hasil laporan korban," ujar Syarif.

Menurut Syarif, hasil visum terhadap korban juga menunjukkan adanya tindak kekerasan seksual. Demikian pula dari hasil pemeriksaan psikologi korban.

"Korban mengalami syok atau ketakutan yang timbul, yang mengira adanya kerja sama antara pelaku dengan penjaga homestay sehingga terpaksa menuruti kemauan pelaku," ujarnya.

Bantahan Keluarga A

A melalui ibundanya, GAA, membantah semua tudingan itu. Dengan kondisi A yang tanpa dua tangannya itu, menurut GAA, seharusnya anaknya yang jadi korban.

"Anak saya dibonceng oleh wanita itu ke homestay, dibuka bajunya dan celananya. Malah kebalik, harusnya dia (A) yang diperkosa, jadi korban," ujar GAA kepada detikBali, Minggu (1/12).

Menurut GAA, awalnya mahasiswi tersebut menjemput A dan meminta agar ditemani ke kampus. Namun A justru dibawa ke homestay di Mataram.

"Dari mana unsur pemerkosaannya? Anak saya tidak punya tangan," imbuhnya.




(aku/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads