Eks Bupati Kudus Hartopo Diperiksa Sebagai Saksi soal Dugaan Korupsi KONI

Eks Bupati Kudus Hartopo Diperiksa Sebagai Saksi soal Dugaan Korupsi KONI

Dian Utoro Aji - detikJateng
Rabu, 20 Des 2023 12:56 WIB
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kudus, Arga Maramba kepada wartawan di Kejari Kudus, Rabu (20/12/2023).
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kudus, Arga Maramba kepada wartawan di Kejari Kudus, Rabu (20/12/2023). Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng
Kudus -

Bupati Kudus periode 2018-2023, HM Hartopo diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret Ketua KONI Kudus periode 2021-2025, Imam Triyanto. Imam telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Kudus dalam kasus ini.

"Pemeriksaan terhadap saksi Bupati Kudus (periode 2018-2023) terkait masih soal kasus KONI (LPJ fiktif)," kata Kasi Intel Kejari Kudus, Arga Maramba kepada wartawan di Kejari Kudus, Rabu (20/12/2023).

Hartopo datang ke Kejari Kudus sekitar pukul 08.30 WIB tadi. Hartopo diperiksa sebagai Ketua Cabang Olahraga Binaraga dan Fitnes. Hingga saat ini Hartopo masih diperiksa dan belum keluar dari kantor Kejari Kudus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi (Hartopo) datangnya sekitar pukul 08.30 WIB, datang sendiri," ujar Arga.

"Dia sebagai Ketua Cabang Olahraga Binaraga itu, untuk mencari perkembangan," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Arga mengatakan, selain Hartopo, juga ada dua orang lain yang diperiksa sebagai saksi. Dua saksi itu bernama Oni Kususma dan Safana.

Menurut Arga, pemeriksaan saksi ini untuk menelusuri perkembangan kasus korupsi di tubuh KONI.

"Ada Oni sama Safana sebagai saksi untuk menelusuri dugaan ada kemungkinan tersangka baru," ungkap Arga.

Eks Ketua KONI Kudus Jadi Tersangka

Diberitakan sebelumnya, Ketua KONI Kudus periode 2021-2025, Imam Triyanto, ditetapkan tersangka oleh Kejari Kudus. Imam yang mengundurkan diri pada Mei 2023 lalu itu diduga korupsi yang menyebabkan kerugian negara miliaran rupiah.

"Bahwa IT selaku Ketua KONI periode 2021-2025 sebagai tersangka," jelas Kepala Kejari Kudus, Henriyadi W. Putro dalam keterangan diterima detikJateng, Jumat (15/12).

Henri menjelaskan, pada tahun 2022, KONI Kudus mendapatkan alokasi dana hibah dari pemerintah yang bersumber dari APBD sebesar Rp 8,4 miliar dan bersumber dari APBD perubahan sebesar Rp 2,5 miliar.

"Dalam pelaksanaannya penggunaan anggaran saudara IT memerintahkan saksi A sebagai staf untuk melaksanakan pencarian pada tahun 2021. Namun ditolak oleh Bank Jateng karena saudara A tidak sesuai jabatan karena bukan bendahara," terang dia.

"Selanjutnya untuk menyikapi hal itu, tersangka meminta L selaku bendahara untuk mencairkan anggaran tersebut. Namun selanjutnya saudara L mengetahui akan penggunaan uang dana hibah KONI tidak langsung didistribusikan sesuai NPHD," ia melanjutkan.

Digunakan buat Bayar Utang

Selanjutnya, pada 14 Maret 2022, dilakukan pencairan tunai oleh bendahara atas perintah tersangka senilai Rp 5 miliar. Uang itu pun diserahkan tersangka.

"Namun tersangka menggunakan tersebut tidak sesuai dengan rencana penggunaan dana pada naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) yang seharusnya didistribusikan untuk pengkab namun digunakan untuk pembayaran utang pribadi," jelasnya.

"Selain itu juga ditemukan beberapa penyaluran anggaran yang tidak sesuai LPJ," ia melanjutkan.

Seperti pada bidang media dan humas dialokasikan NPHD sebesar Rp 50 juta, namun faktanya ditemukan LPJ senilai Rp 300 juta. Lalu Pengkab ISSI dialokasikan Rp 90 juta, namun faktanya hanya menerima Rp 70 juta. Sedangkan, sisanya sebesar Rp 20 juta dimintai tersangka digunakan kepentingan pribadi.

"Pengkab FPTI yang dialokasikan sebesar Rp 75 juta namun faktanya hanya menerima Rp 45 juta, sedangkan sisanya sebesar Rp 30 juta diminta tersangka untuk kepentingan pribadi," jelas Henri.

Henri melanjutkan pada tahun 2023 KONI Kudus mendapatkan dana hibah dari APBD Kudus sebesar Rp 9 miliar. Anggaran digunakan untuk pengadaan perlengkapan kontingen Porprov sebesar Rp 971,5 juta, dan catering Rp 528,57 juta, dan Rp 371,700 juta.

"Tersangka IT melakukan pembayaran katering senilai Rp 528,570 juta namun setelah uang ditransfer pihak ketiga, tersangka memerintahkan untuk mengembalikan uang Rp 100 juta untuk saksi S, dan Rp 229,626 untuk SO guna pembayaran utang pribadi," jelasnya.

"Lalu tersangka melakukan pembayaran Rp 371,7 juta untuk katering dengan cara mentransfer namun setelah masuk ke rekening saksi HK yang dimintai secara tersangka IT sebesar Rp 170 juta," Henri melanjutkan.

Tersangka disangkakan dengan pasal ayat 2 (1) jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman maksimal 20 tahun.

"Subsider pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantas korupsi, maksimal 20 tahun penjara," pungkasnya.




(dil/aku)


Hide Ads