Kasus Mafia Tanah Caturtunggal Seret Swasta, Lurah hingga Kadispertaru DIY

Kasus Mafia Tanah Caturtunggal Seret Swasta, Lurah hingga Kadispertaru DIY

Tim detikJateng - detikJateng
Rabu, 19 Jul 2023 15:18 WIB
Kejati DIY konferensi pers soal penetapan Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Suprayitno sebagai tersangka kasus mafia tanah Tanah Kas Desa (TKD), Senin (17/7/2023).
Kejati DIY konferensi pers soal penetapan Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Suprayitno sebagai tersangka kasus mafia tanah Tanah Kas Desa (TKD), Senin (17/7/2023). Foto: dok. Kejati DIY
Jogja -

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus mafia tanah Tanah Kas Desa (TKD) Caturtunggal. Ketiganya adalah pihak pengembang, lurah, dan kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY.

Pertama, Kejati menetapkan Robinson Saalino selaku Direktur PT Deztama Putri Sentosa sebagai tersangka. Robinson adalah pihak pengembang yang menyalahgunakan TKD Kalurahan Caturtunggal, Sleman. Tersangka kedua adalah Lurah Caturtunggal Agus Santoso. Terbaru, Kepala Dispertaru DIY Krido Suprayitno menyusul jadi tersangka.

Robinson kini berstatus terdakwa. Ia menjalani sidang perdana yang digelar Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jogja, Senin (12/6/2023) dan didakwa korupsi Rp 2,9 miliar. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Robinson mengubah site plan untuk TKD di Caturtunggal seluas 5 ribu meter persegi dari Area Singgah Hijau menjadi Pembangunan Pondok Wisata.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Permohonan Area Singgah Hijau telah disepakati Kepala Desa, BPD, Kecamatan, Kabupaten, Dispetaru DIY, saat PT Deztama Putri Sentosa masih dipegang Denizar Rahman Pratama. Diketahui, PT Deztama Putri Sentosa pernah mengalami kesulitan finansial pada 2017. Kepemilikan PT Deztama kemudian berpindah dari Denizar ke Robinson.

Penggantian site plan terjadi setelah kepemilikan PT Deztama beralih ke Robinson pada akhir 2017.

ADVERTISEMENT

Setelahnya, Robinson disebut memperluas lahan sebesar 11.215 meter dengan cara pemagaran tanpa seizin Gubernur DIY. Ia pernah mengajukan permohonan pakai lahan tersebut untuk Area Singgah Hijau 'Ambarrukmo Green Hills' di 2020 namun belum mengantongi izin dari Gubernur DIY.

Selanjutnya pada Juli 2020, di atas tanah dengan total luas 16.215 meter persegi yang telah dikuasainya secara ilegal tersebut, Robinson disebut membuat sejumlah kavling.

"Untuk disewakan kepada penyewa atau investor terdiri dari tipe kavling, kavling B dan C, maupun hunian dengan tipe mezzanine dan town house," bunyi dakwaan yang dibacakan salah satu JPU, dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim M Djauhar Setyadi saat itu.

JPU menyebut terdakwa Robinson menerima Rp 29 miliar dari TKD yang dialihfungsikan sebagai lahan menjadi hunian tersebut. Uang tersebut diterima Robinson dari hasil booking fee, DP, dan pelunasan seluruh tipe kavling, dari penyewa atau disebut investor.

Rinciannya yakni kavling B dan kavling C sebanyak 66 unit senilai Rp 10.874.850.000, tipe mezzanine sebanyak 39 unit sebesar Rp 13.583.570.000, dan tipe town house sebanyak 17 unit senilai Rp 4.757.500.000.

"Total penerimaan atau pemasukan dari para investor yang diterima PT Deztama Putri Santosa Rp 29.215.920.000," terang JPU.

JPU menyebut uang tersebut lalu dipakai terdakwa Robinson sebesar Rp 9,6 miliar untuk melakukan pembangunan di atas lahan TKD.

Selain itu dalam dakwaannya, JPU juga menyebut Robinson telah merugikan Negara lantaran menunggak biaya sewa TKD di Nologaten, Caturtunggal sejak 2018.

"Perbuatan tersebut di atas telah memperkaya terdakwa sebesar kewajiban membayar sewa dan tunggakan sewa serta denda dan biaya Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp 2.952.002.940," kata JPU.

Sementara itu Lurah Caturtunggal Agus Santoso sempat menjadi saksi dalam kasus ini. Penetapan tersangka terhadap Agus dilakukan setelah penyidik mendapatkan dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP. Kini Agus ditahan jaksa guna proses hukum lebih lanjut.

"Dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak tanggal hari ini tanggal 17 Mei 2023 sampai tanggal 5 Juni 2023 di Rutan Kelas IIA Yogyakarta," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIY, Muhammad Anshar Wahyudin di Kantor Kejati DIY, Rabu (17/5).

Anshar menambahkan, melalui pemeriksaan yang telah dilakukan, ia merevisi kerugian negara atas kasus ini yang sebelumnya Rp 2,4 miliar menjadi Rp 2,9 miliar.

"Jadi kemarin waktu pertama tersangka RS kerugian 2,4 miliar sekarang kita ada peningkatan ternyata setelah kita periksa lagi menjadi 2,9 miliar," jelasnya.

Dalam kasus ini, Agus diduga melakukan pembiaran TKD dibangun perumahan tanpa izin. TKD itu digarap oleh pengembang perumahan, PT Deztama Putri Sentosa.

"(Agus) Melakukan pembiaran terhadap penyimpangan pemanfaatan tanah desa yang dilakukan oleh PT Deztama Putri Sentosa yaitu dengan tidak melaksanakan tugasnya untuk melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan PT Deztama Putri Sentosa agar sesuai dengan peruntukannya," ungkap Anshar.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Pada Senin (17/7) lalu, Kejati DIY konferensi pers terkait penahanan Kepala Dispertaru DIY Krido Suprayitno sekaligus mengumumkan status tersangka. Krido diduga menerima gratifikasi dengan total mencapai Rp 4,7 miliar.

Kepala Kejati DIY Ponco Hartanto menerangkan Krido menerima gratifikasi untuk memuluskan aksi Robinson Saalino, yang sudah berstatus terdakwa di kasus ini, berupa dua bidang tanah berlokasi di Purwomartani, Kapanewon Kalasan, Sleman, sekitar tahun 2022 dengan luas sekitar 600 m2 dan 800 m2 seharga kurang lebih Rp 4,5 miliar.

"Tanah tersebut milik saksi yang saat ini terhadap tanah tersebut sudah bersertifikat hak milik atas nama tersangka," terang Ponco dalam jumpa pers di Kantor Kejati DIY, Senin (17/7).

Selain itu, Ponco mengatakan Krido juga menerima gratifikasi berupa uang tunai dan transfer ke rekening bank atas nama Krido.

"Yang ketiga ATM BRI atas nama Dian Novi Kristianti atau istri daripada terdakwa Robinson Saalino dibawa oleh tersangka KS untuk kepentingan pribadi. Jadi uang tersebut ditarik untuk kepentingan pribadi tersangka KS," jelas Ponco.

"Jadi sementara yang diterima oleh tersangka KS gratifikasi sebesar Rp 4,731 miliar," ungkap Ponco.

Menurut Ponco, nilai tersebut masih bersifat sementara karena pengembangan dari tim penyidik masih berlangsung.

"Dari hasil gratifikasi dapat disita uang tunai seperti rekan-rekan media lihat, sebanyak sekitar 300 juta berhasil kita sita, untuk sebagai bukti nanti di pengadilan," ujar Ponco.

Ponco menambahkan hasil pemeriksaan sementara, gratifikasi itu dipakai Krido untuk kepentingan pribadi. "Menurut keterangan untuk kepentingan pribadi," imbuhnya.

Halaman 2 dari 2
(rih/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads