Dua tersangka dalam kasus pabrik ekstasi yang digerebek polisi di Kota Semarang terancam hukuman mati. Saat ini polisi masih mendalami kasus tersebut, termasuk mengorek pengakuan dari tersangka.
Wakapolda Jawa Tengah, Brigjen Abiyoso Seno Aji mengatakan saat ini keterangan yang disampaikan masih berdasarkan pengakuan tersangka. Kini polisi masih melakukan pendalaman.
Dua tersangka itu berinisial MR (25) dan ARD (24). Sesuai KTP, keduanya merupakan warga Tanjung Priok, Jakarta Utara. MR berperan sebagai koki atau pencampur bahan. Adapun ARD berperan sebagai pencetak ekstasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua pelaku asal Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pengangguran. Kenal yang nyuruh itu dikenalkan seseorang yang dulu sama-sama suka nongkrong di Kemayoran. Ini pengakuan, belum pendalaman. Mereka dikenalkan ke aktor yang muncul di Semarang," ungkap Abiyoso di rumah yang menjadi pabrik ekstasi itu, tepatnya di Kauman, Pedurungan, Semarang, Jumat (2/6/2023).
Mereka dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider pasal 112 jo pasal 132 (1) subsider pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Baca juga: Polisi Gerebek Pabrik Ekstasi di Semarang |
"Primernya Pasal 114 juncto Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana mati, seumur hidup, atau penjara paling singkat 6 tahun, paling lama 20 tahun. Subsidernya Pasal 112 Undang-Undang yang sama, ancaman hukuman sama," jelas Abiyoso.
Untuk diketahui, keberadaan pabrik ekstasi ini terungkap setelah Bea Cukai, Bareskrim Polri, Polda Jateng, dan Polda Banten melakukan operasi gabungan.
Sebelumnya, mereka mendapat informasi adanya pengiriman mesin cetak tablet dari luar negeri dan bahan kimia jenis pentylon serta bahan prekusor lainnya yang akan digunakan untuk pembuatan atau pencetakan ekstasi di Indonesia.
Hasil penyelidikan, pada 19 Mei, dua tersangka bertemu dengan seseorang yang dipanggil dengan sebutan 'Kapten' di Simpang Lima Semarang. Keduanya diberi kunci rumah kontrakan yang kemudian menjadi lokasi produksi ekstasi.
Setelah menempati kontrakan di Kauman Barat, Pedurungan, Kota Semarang itu, mereka mendapat kiriman berbagai barang termasuk mesin pres.
Abiyoso mengatakan, kedua tersangka ini masih mengaku baru sekali melakukan aksinya dan belum sempat menjual hasil produksinya. Menurut mereka, setelah semua ekstasinya jadi, mereka akan menghubungi aktor atau otak pelaku yang kini buron.
"Menurut keterangan mereka, setelah tercetak jadi tablet akan menghubungi aktor tadi. Kemudian aktor itu yang akan berikan petunjuk akan di kemanakan," ucapnya.
Pengungkapan pabrik ekstasi ini tidak hanya berlangsung di Semarang, tapi juga di Tangerang, Banten.
"Ini bukan hanya jaringan di dalam negeri tapi juga jaringan di luar negeri. Ini dapat dibuktikan alat cetaknya didapatkan di luar negeri. Kemudian bahan-bahannya itu tidak ada yang bisa dibeli di dalam negeri semua didatangkan dari luar negeri," terang Abiyoso.
(dil/dil)