Dua pemerkosa pelajar di Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel) berinisial OH (17) dan MAP (17) divonis 10 bulan penjara oleh mejelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Lahat. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa, 7 bulan.
Dilansir detikSumut, orang tua korban tak terima dengan vonis ringan itu, meski lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Mereka bahkan mengamuk di ruang sidang usai hakim membacakan putusan, Senin (3/1) pekan lalu.
"Saya orang tua korban pemerkosaan dan tindak kekerasan, hukuman ini tidak sebanding dengan penderitaan dan akibatnya terhadap anak saya, trauma seumur hidup. Saya sebagai rakyat miskin memohon keadilan kepada bapak Presiden," kata ayah korban, Kamis (5/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hotman Paris Ikut Angkat Bicara
Keluarga korban yang tak terima dengan vonis tersebut lantas mengadu ke Hotman Paris. Mereka menilai vonis tersebut terlalu rendah. Selain mengadu ke Hotman Paris, keluarga pelajar korban pemerkosaan itu mengadu ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Vonis ringan itu mendapat sorotan dari sejumlah pihak, salah satunya pengacara kondang Hotman Paris. Dia meminta Jaksa Agung ST Baharuddin memerintahkan anak buahnya di Kejati Sumsel dan Kejari Lampung untuk mengajukan upaya banding.
"Jadi mohon Bapak Jaksa Agung perintahkan kepada Kejari dan Kejati Sumsel agar segera diajukan banding. Saya percaya sama Jaksa Agung, rakyat menanti uluran tangan Bapak Jaksa Agung," kata Hotman.
Sebagai catatan, jaksa penuntut umum menuntut dua terdakwa dalam kasus ini dengan hukuman 7 bulan. Tetapi oleh hakim Pengadilan Negeri Lahat divonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa, yaitu 10 bulan penjara.
Hotman menilai meski vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa, hukuman tersebut dinilai masih belum memberikan keadilan bagi keluarga korban.
Oleh karena itu, Hotman menilai langkah hukum banding jika diajukan jaksa tetap boleh secara formil meskipun menurutnya agak aneh karena tuntutan 7 bulan dikabulkan hakim, bahkan vonisnya lebih tinggi dari tuntutan hakim.
Namun, perlu diketahui bahwa dalam Undang-Undang Peradilan Anak, hukuman bagi kasus pemerkosaan maksimal ancaman hukuman 15 tahun. Sementara kedua pelaku divonis 10 bulan oleh Pengadilan Negeri Lahat.
"Saya yakin Bapak Jaksa Agung pasti bertanya-tanya ada apa dengan anak buah bapak, ada apa dengan Kejari Lahat? Kenapa cuma 7 bulan. Jadi tolong Bapak Jaksa Agung perintahkan tetap banding," kata Hotman.
Apalagi, lanjut Hotman, pelaku dinilai sudah berusia 17 tahun atau secara fisik sudah dewasa. Meskipun dalam hukum anak di bawah 18 tahun masih dianggap di bawah umur. Oleh karena itu, ia meminta Jaksa Agung mendorong anak buahnya mengajukan upaya banding.
Tim Jaksa Diperiksa
Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons tuntutan ringan yang dilayangkan JPU Kejari Lahat itu. Kejagung langsung memerintahkan jaksa untuk mengajukan banding.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan Kejati Sumsel melakukan eksaminasi atas perkara itu. Hasilnya, Kejagung meminta jaksa mengajukan banding sebab vonis itu dianggap tidak memberikan rasa keadilan bagi korban.
"Hasil eksaminasi menunjukkan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum kurang mencerminkan dan memenuhi rasa keadilan di masyarakat sehingga menimbulkan reaksi yang masif di berbagai platform media dan masyarakat termasuk keluarga," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (9/1).
Menurut Ketut, tidak ada norma hukum yang dilanggar apabila Jaksa Penuntut Umum melakukan upaya hukum banding dalam kasus itu, meskipun vonis hakim lebih tinggi daripada tuntutan jaksa. Kejagung berharap upaya hukum banding itu dapat memperberat hukuman para tersangka.
Simak lebih lengkap di halaman berikutnya....
"Pimpinan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan tetap melakukan pemeriksaan yang intensif kepada Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara dan pejabat struktural Kejaksaan Negeri Lahat, dan apabila ditemukan pelanggaran akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku," katanya.
Kajari Lahat Dinonaktifkan
Kejati Sumsel juga mengambil langkat cepat dan menonaktifkan seluruh pejabat struktural yang terlibat dalam penanganan perkara pemerkosaan itu. Mereka semua dinonaktifkan untuk mempermudah pemeriksaan secara internal.
Adapun yang dinonaktifkan sementara terkait kasus ini diantaranya adalah Kajari Lahat, Kasi Pidum Kejari Lahat, Kasubsi dan jaksa penuntut umum yang menangani perkara tersebut. Jajaran Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan Kejagung juga akan memeriksa para jaksa yang menangani kasus tersebut.
"Saat ini telah diserahkan ke Jamwas untuk dilakukan pemeriksaan penanganan perkara yang unprofessional tersebut," ujarnya.
Untuk diketahui, tim Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan melakukan eksaminasi atas vonis 10 bulan penjara itu kasus pemerkosaan anak di bawah umur di Lahat. Ketut mengatakan hasil dari eksaminasi khusus itu nantinya akan diserahkan ke Kejagung.
"Agar terhadap hasil eksaminasi khusus ini diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan untuk dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat Pemeriksa Fungsional dan sebagai tindak lanjut," sebutnya.
Ketut mengatakan tindakan menonaktifkan sementara pejabat struktural Kejari Lahat dan jaksa penuntut umum yang menangani kasus ini dilakukan karena diduga ditemukan adanya penyalahgunaan wewenang.
"Ditemukan bahwa Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara dan pejabat struktural di Kejaksaan Negeri Lahat tidak melakukan penelitian terhadap kelengkapan syarat formil dan kelengkapan syarat materiil, serta ditemukan adanya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang," jelas Ketut.
Ketut menjelaskan saat ini Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Lahat telah mengajukan banding terhadap vonis 10 bulan penjara terdakwa anak inisial OH (17) dan MAP (17).
Simak Video "Video: Pilu Korban Pemerkosaan di Sumba, Lapor Polisi Malah Dicabuli"
[Gambas:Video 20detik]
(sip/sip)