Sidang kasus kekerasan jalanan yang menewaskan anak DPRD Kebumen, Daffa Adzin Albasith alias DA (18) di Gedongkuning Jogja pada Minggu (3/4) dini hari, terus bergulir. Agenda sidang hari ini yakni pemeriksaan saksi ahli.
Penasihat hukum terdakwa menghadirkan saksi ahli dari tim digital forensik UII untuk memaparkan hasil analisa rekaman CCTV. Total ada 9 rekaman yang dianalisis.
"Kalau kita hanya mendapatkan data ada 9 file yang kita analisis," kata Kepala Pusat Studi Forensik Digital UII Yudi Prayudi kepada wartawan, Kamis (6/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yudi menjelaskan, file itu dalam proses persidangan menjadi salah satu berkas yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Jadi saya dari pihak PH itu diminta bantuannya untuk melakukan analisis lanjutan," ucapnya.
Dijelaskan Yudi, file yang dia terima bukan dari sumber utama, tapi dari proses copy sehingga kualitas gambarnya tidak bagus.
"Objek ini secara umum kualitasnya tidak bagus. Pertama karena ini di malam hari, kemudian juga itu cuma salah satu kualitas objek yang dukungan dari sisi tipe file juga, ini sudah tereduksi ya dari aslinya itu dan kemudian yang kita analisis itu adalah ada file mp4, 3gp, sehingga secara kualitas sudah tereduksi," ujarnya.
Adanya kendala ini membuat Yudi hanya bisa menganalisis jumlah orang dan kendaraan. Tentang siapa sosok detail dalam rekaman CCTV itu tidak dapat dianalisis, begitu pula jenis kendaraannya.
"Dari proses ini kita hanya bisa menganalisis dari segi jumlah saja tetapi mengenai sosok, mengenai detail ya, orang ini siapa, wajahnya siapa, mengarah kepada siapa itu tidak bisa kita analisis apalagi di dalam keseluruhan objek video ini tidak ada segmen yang memang mengarah langsung ke wajah," jelas Yudi.
"Kalau dari apa yang kita lakukan dengan keterbatasan yang ada itu kalau objek bergerak itu tadi kita sulit untuk mendeteksi. Itu sudah mencoba menggunakan frame yang paling maksimal dengan kualitas yang paling maksimal kita tetap tidak bisa mendeteksi dari sisi jenis tipe nomor tidak bisa kita deteksi," sambungnya.
Sementara itu, dalam persidangan tersebut Komnas HAM dihadirkan sebagai saksi. Sebelumnya, terdakwa melalui keluarga dan kuasa hukum telah mengadu ke Komnas HAM terkait dugaan tindak kekerasan dan penyiksaan sejak sebelum sidang.
Penjelasan dari Komnas HAM ada di halaman selanjutnya...
"Yang menjadi sorotan Komnas HAM itu terkait dengan apa yang disampaikan oleh pengadu, dalam hal ini terdakwa perkara ini kepada Komnas HAM mengenai dugaan tindakan kekerasan dan penyiksaan oleh oknum anggota Polsek," ucap Wakil Ketua Internal Komnas HAM Munafrizal Manan saat ditemui di PN Jogja.
Soal adanya dugaan salah tangkap, Munafrizal mengatakan itu menjadi ranah aparat penegak hukum.
"Jadi Komnas HAM fokusnya aspek dugaan tindakan kekerasan dan penyiksaan itu dalam perspektif hak asasi manusia," imbuhnya.
Sejauh ini Komnas HAM sudah mendengar penyampaian informasi fakta kejadian. Termasuk juga dokumen terduga lampiran bukti yang disampaikan.
Komnas HAM, lanjut Munafrizal, juga telah menyampaikan surat ke Polda DIY untuk menyampaikan klarifikasi.
"Kita kemudian melakukan telaah atas apa yang disampaikan itu, termasuk juga sudah menyampaikan surat ke Kadiv Propam Polda DIY untuk menyampaikan klarifikasi penjelasan mengenai pengaduan yang disampaikan Komnas HAM tersebut tentang dugaan tindakan kekerasan dan penyiksaan," terangnya.
Namun ia tidak menjelaskan secara rinci tindak kekerasan yang diterima oleh pengadu. Menurutnya, hal itu jadi ranah dari aparat penegak hukum.
"Memang ada kondisi keterbatasan atas peristiwa (kekerasan) itu ya. Jadi yang kami dapatkan itu baru sebatas apa yang disampaikan oleh pengadu. Nanti pendalaman soal itu kan memang aparat penegak hukum yang lebih berwenang," pungkas Munafrizal.
Diberitakan sebelumnya, anak anggota DPRD Kabupaten Kebumen, berinisial D (18), tewas di Jalan Gandongkuning, Yogyakarta. D tewas karena diserang menggunakan gir oleh sekelompok orang. Peristiwa itu terjadi pada April lalu.
Polisi menangkap lima pelaku dalam kejadian itu. Kelima tersangka itu adalah FAS (18) dan RS (18), keduanya pelajar SMK. Tiga tersangka lain ada yang pengangguran dan ada yang kuliah, yaitu AMH (20), MMA (20), dan HAA (20).