Cabuli 8 Anak, Guru PNS di Wonogiri Dituntut 15 Tahun Penjara

Cabuli 8 Anak, Guru PNS di Wonogiri Dituntut 15 Tahun Penjara

Muhammad Aris Munandar - detikJateng
Selasa, 22 Mar 2022 17:30 WIB
Poster
Ilustrasi kekerasan seksual. Foto: Edi Wahyono
Wonogiri -

Seorang guru sekolah dasar dituntut hukuman 15 tahun penjara dalam persidangan yang berlangsung tertutup di Pengadilan Negeri Wonogiri, hari ini. Jaksa meyakini dia bersalah telah mencabuli delapan muridnya selama kurun 2016-2020.

"Oleh jaksa penuntut umum, terdakwa dituntut hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 60 juta, subsider enam bulan kurungan. Tuntutan dalam persidangan dibacakan siang ini," kata Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Wonogiri, Feby Rudi Purwanto, kepada detikJateng, Selasa (22/3/2022).

Guru laki-laki berinisial PPH (35) itu merupakan guru yang berstatus sebagai PNS di salah satu SD di Kecamatan Sidoharjo, Wonogiri. Terdakwa merupakan warga Kelurahan Danyang, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan. Namun, ia bertempat tinggal di Kecamatan Ngadirojo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dituntut 15 tahun penjara karena terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Terdakwa melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul," ungkap Feby.

Ia menjelaskan, terdakwa dituntut dengan Pasal 82 Ayat (2) dan (4) juncto Pasal 76E UU No 17/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1/ 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.

ADVERTISEMENT

"Barang bukti yang diamankan diantaranya sepeda motor, handphone, seragam sekolah dan beberapa peralatan olahraga. Selanjutnya persidangan pledoi akan digelar Selasa (29/3/2022) pekan depan," kata Feby.

Diketahui, terdakwa PPH selama kurun waktu 2016 hingga 2020 diduga telah melakukan tindak pidana kekerasan anak, pencabulan atau asusila. Tindak pidana itu dilakukan di perpustakaan sekolah, rumah terdakwa dan sejumlah tempat lainnya.

Meski sudah berlangsung lama, tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa baru diketahui pada Juli 2021 lalu. Saat itu baru satu korban yang memberikan kesaksian. Setelah dilakukan penyelidikan, jumlah korban bertambah menjadi delapan orang.




(ahr/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads