Melacak Jejak Perang Besar Diponegoro di Delanggu Klaten

Achmad Husain Syauqi - detikJateng
Minggu, 23 Nov 2025 15:24 WIB
Peta Stuers 1831 tentang lokasi perang Delanggu. Foto: Dok. Istimewa
Klaten -

Kota Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, menyimpan jejak sejarah perang Diponegoro melawan Kompeni Belanda. Di wilayah tersebut ternyata pernah terjadi pertempuran cukup besar dan membuat kompeni kocar-kacir pada 28 Agustus 1826.

Pertempuran pasukan Pangeran Diponegoro dengan Kompeni itu salah satunya diabadikan ajudan Jenderal De Kock, Mayor De Stuers dalam sebuah peta Perang Jawa 1825-1830. Pada peta yang dibuat tanggal 31 Januari 1830 itu terdapat satu titik bergambar pedang beradu sebagai simbol pertempuran.

Lokasi pertempuran berada di sisi barat Pasar Delanggu di barat Jalan Jogja-Solo saat ini. Selain berupa peta, pertempuran Delanggu dimuat dalam beberapa jurnal seperti de Tijdpiegel 1885, yang ditulis G. C. Klerk de Reus.

Simpang empat Jalan Jogja-Solo Delanggu, Minggu (23/11/2025). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Ada juga yang ditulis sendiri oleh para perwira pasukan Belanda pelaku perang Delanggu, berjudul Toontje Poland karya W. A. Van Rees 1881. Buku tersebut berisi tentang kisah Letnan Poland yang merupakan pelaku perang Delanggu.

''Nauwelijks was de Luitenant Poland met zijne macht in het dorp gekomen , of hij werd door een vijarıdelijk salvo ontvangen. Hij ont-waarde dadelijk, dat alle Solosche hulptroepen, benevens het detachement van den Luitenant Lehser, zonder een vijandelijken aanval af te wachten, op de vlucht waren gegaan. Genoemde Luitenant had zelfs de lafheid, zich van zijne wapens en uniform te ontdoen, ten einde des te spoediger het gevaar te ontloopen. Hij kwam 's avonds als een wanhopende te Soerakarta.

(Begitu Letnan Poland dan pasukannya memasuki desa, ia dihadang oleh salvo musuh. Ia segera menyadari bahwa semua pasukan pembantu Solo, termasuk detasemen Letnan Lehser telah melarikan diri tanpa menunggu serangan musuh. Letnan yang disebutkan di atas bahkan dengan pengecut membuang senjata dan seragamnya agar lebih cepat lolos dari bahaya. Malam itu, ia tiba di Surakarta dengan putus asa)."

Bekas alun alun di timur Pasar Delanggu, Minggu (23/11/2025). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Dalam catatan Poland disebut Kompeni mengalami kekalahan di Delanggu sehingga pasukan kompeni lari ke Solo. Selanjutnya diceritakan situasi Delanggu saat pertempuran yang dipimpin jenderal De Kock melawan Pangeran Diponegoro, Sentot Ali Basyah, dan Pangeran Papak.

"Van Delangoe bestaat niets meer, de brand heeft geen enkel hutje gespaard en zelfs de steenen brug is geheel algebroken. Vond men er geen levend schepsel meer, de koppen van twee honderd gevallen strijders prijkten dea te afschuwelijker op staken langs den weg.

(Delanggoe telah tiada, api tak menyisakan satu gubuk pun, dan bahkan jembatan batu telah hancur total. Tak ada satu makhluk hidup pun yang ditemukan di sana. Kepala dua ratus prajurit yang mati dipajang dengan lebih mengerikan di tiang-tiang di sepanjang jalan)".

Kompleks PG Delanggu, Minggu (23/11/2025). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

detikJateng mencoba mencari jejak pertempuran itu tetapi tidak banyak yang didapatkan. Di kota Delanggu hanya menyisakan bangunan Belanda berupa bekas pabrik gula (PG) Delanggu.

Beberapa sisa tembok tua masih terlihat di sebelah timur Pasar Delanggu. Ada tiga rumah tua berbentuk joglo dengan tembok tinggi dan pagar seperti benteng atau model rumah pejabat zaman Mataram Islam di Desa Delanggu.

Zainab (80) warga Desa Sabrang, Kecamatan Delanggu, mengaku pernah mendengar cerita perang Diponegoro.

"Ya kalau perang Diponegoro pernah dengar tapi tidak tahu kalau perang di Delanggu. Yang saya alami saat clash dengan Belanda (1947-1949), saya lari ngungsi ke Ngreden (Kecamatan Juwiring)," kata Zainab kepada detikJateng, Sabtu (22/11/2025).

Menurut Zainab, alun-alun Delanggu sudah tidak ada dan berubah menjadi kantor pegadaian. Di timur alun-alun dulu ada rumah orang kaya bernama ndoro Sabdo.

"Di sini dulu rumah ndoro Sabdo, rumah besar mewah. Sekarang sebagian untuk gereja," tutur Zainab.

Warga lainnya, Waluyo (74) mengatakan saat dirinya kecil masih ada alun-alun Delanggu, pabrik gula, kerkoft, dan rumah-rumah tua.

"Alun-alun dulu di timur pasar, dulu saya masih sering main, tapi sekarang tidak ada lagi. Pabrik gula masih ada tapi tidak terpakai," kata Waluyo, warga Dusun Jogosatron itu.




(dil/afn)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork