Pada akhir pekan pertama September 2025, masyarakat Indonesia berkesempatan menyaksikan gerhana Bulan total alias blood moon di langit malam. Bagi masyarakat Jawa, gerhana Bulan bukan peristiwa biasa.
Sebenarnya, apa itu gerhana Bulan? Dikutip dari laman resmi BMKG, gerhana terjadi ketika Bulan berada di bayangan Bumi. Alhasil, benda langit itu tidak bisa mendapatkan cahaya dari Matahari untuk dipantulkan kembali.
Malam-malam gelap akibat gerhana Bulan menumbuhkan banyak mitos dalam kepercayaan Jawa. Salah satunya yang terkenal adalah kisah Batara Kala memakan Bulan. Baru setelah dimuntahkan Batara Kala, Bulan kembali muncul dan menyinari Bumi.
Ingin tahu apa saja mitos gerhana Bulan yang diyakini suku Jawa? Simak pembahasan beserta pandangan Islam mengenainya lewat uraian di bawah ini!
Intinya adalah:
- Gerhana Bulan adalah peristiwa tertutupnya Bulan oleh Bumi sehingga sinar Matahari tidak sampai.
- Ada sejumlah mitos gerhana Bulan yang masih dipercaya orang Jawa, seperti ulah Batara Kala hingga ibu hamil sembunyi.
- Dalam Islam, gerhana Bulan adalah tanda kebesaran Allah SWT. Umat Islam disunnahkan sholat, berdoa, bertakbir, dan bersedekah.
Mitos-mitos Gerhana Bulan di Masyarakat Jawa
Mitos Gerhana Bulan Menurut Kepercayaan Jawa
1. Bulan Dimakan Batara Kala
Dirujuk dari laman Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, mitos Batara Kala memakan Bulan sampai sekarang masih diyakini sebagian orang Jawa. Konon, Bulan menghilang karena ulah Batara Kala yang merupakan anak dari Batara Guru.
Guna mengusir Batara Kala yang berwujud raksasa, masyarakat menabuh lumpang. Para perempuan hamil juga akan mengolesi perut dengan abu sisa pembakaran. Tujuannya agar bayi yang dikandung selamat dari Batara Kala.
2. Sembunyi di Kolong Meja atau Tempat Tidur
Luqmanul Hakim dari UIN Walisongo Semarang dalam skripsinya, Analisis Mitologi Gerhana, menjelaskan mitos Jawa lain saat gerhana. Wanita hamil diharuskan bersembunyi di bawah tempat tidur atau meja saat gerhana.
Hal ini dilakukan untuk menghindari nasib sial yang bakal menimpa si bayi. Jika tidak bersembunyi, dikhawatirkan, bayi yang dikandung akan lahir dalam kondisi tidak sempurna. Secara terkhusus, ketidaksempurnaan yang dimaksud adalah wajah hitam sebelah.
3. Makna Gerhana Bulan Menurut Waktu Terjadinya
Dalam Kitab Primbon Jawa Serbaguna oleh R Gunasasmita, diterangkan mengenai penafsiran gerhana Bulan atau Matahari berdasar waktu terjadinya. Berikut poin-poinnya:
- Sura: Akan ada banyak masalah dan banyak orang melalaikan kewajibannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Sapar: Harga kebutuhan sehari-hari akan melambung. Musim kemarau panjang akan datang sehingga mengakibatkan kurangnya pasokan air.
- Rabiul Awal: Badai yang menyebabkan tanaman rusak, orang meninggal, dan wabah penyakit akan datang.
- Rabiul Akhir: Masa-masa susah dengan banyak kejahatan merajalela bakal terjadi.
- Jumadil Awal: Akan terjadi segudang permasalahan di masyarakat. Bisa juga dimaknai sebagai pertanda hujan beserta petir yang mengakibatkan banjir.
- Jumadil Akhir: Masa-masa bahagia dan kemakmuran.
- Rajab: Akan terjadi perang yang menyebabkan penderitaan. Di samping itu, kemunculan orang jahat dan naiknya harga kebutuhan sehari-hari juga diyakini akan terjadi.
- Ruwah: Gerhana pada bulan ini menjadi pertanda perselisihan antara pemimpin dengan rakyatnya.
- Puasa: Akan datang kebahagiaan. Namun, penyakit yang juga mengintai perlu diwaspadai.
- Syawal: Akan datang masa-masa susah karena penyakit. Selain itu, juga diyakini bakal terjadi perselisihan dan saling curiga antarpejabat.
- Zulkaidah: Timbul fitnah dalam masyarakat sehingga perlu bertindak dan bertutur kata dengan hati-hati.
- Besar: Gerhana menjadi pertanda masa kebahagiaan dengan harga kebutuhan pokok murah dan terjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Pandangan Islam terkait Gerhana Bulan
Dikutip dari laman Muhammadiyah, dalam syariat Islam, gerhana Bulan adalah fenomena alam sebagai bukti kekuasaan Allah SWT. Kejadian tertutupnya Bulan oleh Bumi ini tidak dikaitkan dengan kematian atau kesialan lain.
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Artinya: "Sesungguhnya Matahari dan Bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Maka apabila kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, sholatlah, dan bersedekahlah." (HR Bukhari dan Muslim)
Menurut keterangan dari laman Suara Aisyiyah, hadits di atas ditegaskan Nabi SAW karena salah seorang putranya, yakni Ibrahim bin Muhammad, meninggal saat gerhana Matahari. Guna menepis anggapan liar, sang Khatamul Anbiya' kemudian memberi penjelasan.
Saat peristiwa alam yang menakjubkan ini terjadi, seorang muslim disunnahkan mengerjakan sholat Gerhana. Untuk gerhana Bulan, sholatnya bernama Khusuf. Sebaliknya, saat gerhana Matahari, disunnahkan mendirikan sholat Kusuf.
Diambil dari buku Fiqh Bersuci dan Sholat Sesuai Tuntunan Nabi oleh Abu Utsman Kharisman, selain sholat Gerhana, umat Islam juga disunnahkan untuk banyak berdoa, bertakbir, dan bersedekah saat gerhana Bulan. Dasarnya adalah hadits:
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Artinya: "Jika kalian melihat itu (gerhana), maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, sholat, dan bersedekahlah." (HR Bukhari dari Aisyah)
Itulah tiga mitos gerhana Bulan berdasar kepercayaan Jawa dan pandangan Islam. Semoga bisa menambah wawasan detikers, ya!
Simak Video "5 Mitos Gerhana yang Terbantahkan Sains "
(par/ahr)