- Mitos Malam Jumat Kliwon dan Malam Satu Suro 1. Saat Sakral untuk Ilmu Gaib 2. Air Hujan Pembuka Hati 3. Malam Penuh Bahaya Gaib 4. Simbol Horor dalam Budaya Populer 5. Hari Baik untuk Berdoa dan Bersyukur 6. Makhluk Gaib Berkeliaran 7. Waktu untuk Membersihkan Diri
- Larangan Malam Satu Suro dan Malam Jumat Kliwon 1. Tidak Dianjurkan Keluar Rumah 2. Menjaga Ucapan dan Tidak Berkata Kasar 3. Menjaga Suasana Tetap Tenang 4. Tidak Mengadakan Acara Besar 5. Tidak Melakukan Pindahan atau Membangun Rumah 6. Larangan Mencabut Alis
Malam 1 Suro merupakan salah satu malam yang sakral bagi masyarakat Jawa karena bertepatan dengan pergantian tahun. Begitu juga dengan malam Jumat Kliwon yang dipercaya memiliki energi magis tersendiri. Menariknya, pada tahun 2025 ini, malam 1 Suro bertepatan dengan malam Jumat Kliwon.
Dikutip dari unggahan di akun Instagram resmi milik Mangkunegaran @mangkunegaran, malam 1 Suro Dal 1959 bertepatan dengan hari Kamis malam Jumat, 26 Juni 2025. Berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 yang diterbitkan Kementerian Agama, malam 1 Suro tersebut bertepatan dengan malam Jumat Kliwon.
Menurut Tri Aji Budi Harto dalam buku Petangan Jawi, kalender Jawa memiliki dua siklus hari, yaitu siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Ahad/Minggu hingga Sabtu) dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima pasaran, yaitu Wage, Kliwon, Legi, Pahing, dan Pon. Gabungan antara hari dengan pasaran inilah yang kerap disebut sebagai weton, salah satu contohnya adalah Jumat Kliwon yang akan bertepatan dengan malam 1 Suro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, mitos serta larangan apa saja yang berlaku pada malam 1 Suro yang bertepatan dengan malam Jumat Kliwon? Mari kita cari tahu, detikers!
Mitos Malam Jumat Kliwon dan Malam Satu Suro
Berdasarkan penjelasan dalam buku buku Etnologi Jawa tulisan Suwardi Endraswara, Tafsir Kauniyah tulisan Samsul Nizar, Ziarah dan Wali di Dunia Islam tulisan By Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot, Misteri Hari Jumat Mengungkapkan Spirit Peradaban Islam pada Hari Jumat tulisan Mokhamad Samson Fajar, serta 0 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia oleh Fitri Haryani Nasution, terdapat sejumlah mitos yang berkembang di masyarakat mengenai malam Jumat Kliwon serta malam satu Suro.
1. Saat Sakral untuk Ilmu Gaib
Malam Jumat Kliwon dianggap sebagai waktu yang sangat sakral bagi masyarakat Jawa. Banyak yang memilih malam ini untuk melakukan laku spiritual seperti bertapa, tirakat, atau menjalankan ritual kebatinan. Malam ini dipercaya memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan malam lainnya.
Bagi sebagian orang yang mendalami ilmu spiritual bahkan yang sesat, malam Jumat Kliwon menjadi kesempatan untuk menguji kemampuan mereka. Mereka meyakini bahwa pada malam ini akan ada ujian berupa gangguan dari makhluk halus. Bila berhasil melewati ujian tersebut, maka kekuatan spiritual mereka dianggap meningkat.
Kegagalan dalam ujian spiritual pada malam ini diyakini sebagai pertanda bahwa seseorang belum siap. Mereka biasanya harus menunggu hingga malam Jumat Kliwon berikutnya untuk mencoba kembali. Keyakinan ini tumbuh dari kepercayaan bahwa malam ini menjadi waktu di mana batas antara alam nyata dan gaib terbuka sangat lebar.
2. Air Hujan Pembuka Hati
Jika hujan turun pada malam Jumat Kliwon, maka masyarakat Jawa tidak memandangnya sebagai hujan biasa. Air hujan itu diyakini memiliki kekuatan spiritual yang mampu membersihkan hati dan pikiran. Oleh sebab itu, banyak yang menampungnya untuk keperluan khusus.
Air ini digunakan untuk mencuci wajah agar hati lebih jernih dan pikiran menjadi tenang. Beberapa orang juga memanfaatkannya dalam doa atau ritual yang bersifat pribadi. Keyakinan ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara alam dan batin dalam tradisi Jawa.
Mereka percaya bahwa malam Jumat Kliwon adalah saat turunnya berkah dari langit. Bukan hanya lewat doa, tapi juga melalui elemen-elemen alam seperti air hujan. Dengan menampung dan menggunakannya, diharapkan segala energi negatif bisa tersingkirkan.
3. Malam Penuh Bahaya Gaib
Kepercayaan masyarakat Jawa menyebut bahwa malam Jumat Kliwon adalah waktu yang sangat rawan terhadap gangguan makhluk halus. Terutama bagi orang yang meninggal pada hari itu, keluarganya harus menjaga makam selama empat puluh hari. Hal ini dilakukan untuk mencegah tindakan yang bersifat gaib.
Masyarakat khawatir akan adanya pencurian jenazah atau bagian tubuh seperti kain kafan. Benda-benda itu konon digunakan dalam praktik ilmu hitam seperti santet atau sihir. Oleh karena itu, penjagaan dilakukan dengan sangat ketat sebagai bentuk perlindungan.
Mitos ini mencerminkan betapa kuatnya kepercayaan akan keberadaan dunia tak kasat mata. Malam Jumat Kliwon dianggap bukan hanya sakral tapi juga berbahaya jika tidak disikapi dengan hati-hati. Ini menjadi pengingat bahwa tidak semua kekuatan spiritual membawa kebaikan.
4. Simbol Horor dalam Budaya Populer
Malam Jumat Kliwon telah menjadi simbol yang sangat dikenal di kalangan masyarakat modern. Banyak acara televisi dan film horor menjadikan malam ini sebagai latar kisah menyeramkan. Gambaran hantu dan suasana mistis seolah melekat kuat pada malam ini.
Kondisi ini menciptakan citra yang menakutkan dan jauh dari makna spiritual aslinya. Banyak orang, terutama generasi muda, tumbuh dengan rasa takut yang berlebihan terhadap malam Jumat Kliwon. Mereka lebih mengenalnya sebagai malam hantu daripada malam doa.
Padahal dalam tradisi Jawa, malam ini sesungguhnya penuh dengan nilai spiritual yang mendalam. Ketakutan yang terus diwariskan tanpa pemahaman bisa membuat makna asli dari malam ini hilang. Dibutuhkan pendekatan yang lebih bijak untuk memahami nilai yang terkandung di dalamnya.
5. Hari Baik untuk Berdoa dan Bersyukur
Meskipun sering dianggap menakutkan, malam Jumat Kliwon juga diyakini sebagai waktu yang membawa banyak keberkahan. Banyak orang Jawa memilih hari ini untuk mengadakan selamatan, wirid, atau sembahyang. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan keselamatan.
Hari ini juga dianggap tepat untuk memulai sesuatu yang baru seperti belajar atau membuka usaha. Kepercayaan ini lahir dari petung Jawa yang memperhitungkan waktu terbaik untuk setiap tindakan. Harmoni antara waktu dan niat menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan.
Malam Jumat Kliwon bukan semata soal kegelapan dan gangguan gaib. Ia juga menjadi jembatan bagi manusia untuk memperbaiki diri secara spiritual. Melalui ritual yang penuh makna, masyarakat berharap mendapat perlindungan dan berkah sepanjang hidup.
6. Makhluk Gaib Berkeliaran
Malam satu Suro dikenal sebagai malam yang sangat kuat secara spiritual bagi masyarakat Jawa. Kepercayaan yang turun-temurun menyebut bahwa malam ini adalah waktunya makhluk gaib keluar dari tempat persembunyiannya. Mereka dipercaya menjadi lebih aktif dan mudah berinteraksi dengan manusia.
Fenomena seperti penampakan aneh atau suara misterius sering dikaitkan dengan malam ini. Banyak orang merasa tidak nyaman saat berada di luar rumah pada malam satu Suro. Suasana malam pun dianggap lebih berat dan penuh dengan aura yang tidak biasa.
Sebutan malam ini sebagai lebaran makhluk gaib menggambarkan besarnya kekuatan energi yang diyakini hadir. Masyarakat memilih untuk tinggal di rumah dan tidak melakukan kegiatan besar. Ini dilakukan demi menjaga diri dari gangguan tak kasat mata yang bisa saja muncul tanpa diduga.
7. Waktu untuk Membersihkan Diri
Malam satu Suro juga dikenal sebagai momen untuk membuang sial dan membersihkan diri dari pengaruh buruk. Masyarakat Jawa melakukan ritual ruwatan dengan tujuan menolak bala dan menghindari malapetaka. Proses ini dilakukan melalui doa-doa dan benda simbolik yang dianggap membawa keselamatan.
Ruwatan dilakukan dengan penuh khusyuk dan kepercayaan yang dalam. Selain untuk melindungi diri, ritual ini juga dimaksudkan agar keluarga dan rumah tangga dijauhkan dari segala bahaya. Dengan menjalankan tradisi ini, mereka berharap mendapat keberuntungan dalam hidup.
Malam satu Suro bukan hanya malam yang menyeramkan. Ia juga menjadi titik awal untuk memperbaiki hidup dan membuka lembaran baru. Dalam keheningan dan doa, masyarakat meyakini bahwa energi positif bisa menyertai mereka sepanjang tahun yang akan datang.
Larangan Malam Satu Suro dan Malam Jumat Kliwon
Pada malam 1 Suro yang juga bertepatan dengan malam Jumat Kliwon, ada sederet pantangan atau larangan yang sebaiknya tidak dilanggar. Berikut ini adalah penjelasan lengkap yang dihimpun dari artikel ilmiah Sasi Suro pada Orang Jawa di Desa Wonorejo Kecamatan Mangkutana oleh Triwijayanti, buku Tradisi Ritual Bulan Suro oleh M Siburian dan Watson Malau, Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia oleh Fitri Haryani Nasution, artikel Larangan Beserta Tradisi Malam 1 Suro di Surakarta karya Riskha Nadia Ayuputri, serta buku Ensiklopedi Hantu dan Makhluk Gaib Nusantara oleh Ferren Biancaa.
1. Tidak Dianjurkan Keluar Rumah
Malam satu Suro dianggap sebagai malam yang sangat sakral dalam tradisi masyarakat Jawa. Malam ini diyakini memiliki energi yang kuat karena dianggap sebagai waktunya makhluk halus berkeliaran. Banyak orang memilih untuk tetap berada di rumah karena percaya bahwa bahaya bisa datang secara tak terduga.
Bepergian jauh pada malam satu Suro dipercaya bisa mengundang musibah. Kecelakaan dan kejadian tidak menyenangkan diyakini sebagai bagian dari tumbal yang muncul pada malam tersebut. Oleh karena itu, masyarakat menghindari perjalanan agar terhindar dari gangguan yang tidak terlihat.
Tetap di rumah bukan hanya sebagai bentuk perlindungan fisik tapi juga perlindungan spiritual. Diam di rumah sambil berdoa dan berkumpul bersama keluarga menjadi cara terbaik untuk melewati malam yang diyakini penuh misteri ini. Kepercayaan ini sudah turun-temurun dan masih kuat dijaga sampai hari ini.
2. Menjaga Ucapan dan Tidak Berkata Kasar
Masyarakat Jawa percaya bahwa setiap kata memiliki kekuatan dan bisa membawa pengaruh nyata dalam kehidupan. Pada malam satu Suro, orang-orang menjaga lisannya agar tidak mengucapkan kata yang buruk. Mereka yakin bahwa ucapan negatif dapat menjadi kenyataan yang tidak diinginkan.
Menjaga ucapan juga menjadi bagian dari cara untuk membersihkan diri secara batin. Malam ini dianggap sebagai waktu yang tepat untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan para leluhur. Suasana yang tenang dan penuh hormat menjadi ciri khas dari malam ini.
Dalam keyakinan lokal, roh para leluhur turun dan mengawasi manusia pada malam satu Suro. Oleh sebab itu, berbicara dengan penuh kesopanan dan kehati-hatian adalah bentuk penghormatan terhadap kehadiran mereka. Kesucian malam ini dijaga melalui lisan yang bersih dari kemarahan dan keburukan.
3. Menjaga Suasana Tetap Tenang
Keheningan menjadi bagian penting dalam peringatan malam satu Suro. Suara keras dan keributan dianggap dapat mengganggu keseimbangan antara dunia nyata dan dunia gaib. Oleh karena itu, masyarakat berusaha menjaga rumah dan lingkungan tetap tenang.
Dalam beberapa tradisi, ada yang melakukan tapa bisu sebagai bentuk penghormatan terhadap malam ini. Tapa bisu dilakukan dengan tidak berbicara sama sekali selama beberapa jam bahkan semalaman. Hal ini dipercaya memperkuat hubungan batin dan membuka ruang untuk perenungan.
Dengan menjaga suasana hening, orang-orang berharap tidak menarik perhatian energi negatif. Suasana sunyi dianggap mampu menciptakan perlindungan secara alami. Maka dari itu, malam satu Suro dilalui dengan tenang dan penuh kesadaran spiritual.
4. Tidak Mengadakan Acara Besar
Masyarakat Jawa menghindari mengadakan pesta atau perayaan besar di malam satu Suro. Waktu ini dianggap bukan momen yang tepat untuk bersuka cita. Bulan Suro lebih dilihat sebagai waktu untuk refleksi dan memohon keselamatan, bukan untuk bersenang-senang.
Acara seperti pernikahan dan khitanan biasanya ditunda hingga bulan berikutnya. Orang-orang percaya bahwa menggelar acara besar dalam bulan Suro bisa membawa dampak buruk bagi kelangsungan acara tersebut. Misalnya, muncul masalah dalam rumah tangga atau terhambatnya rezeki.
Pentingnya menjaga waktu dianggap sebagai bentuk menghormati keseimbangan alam dan spiritual. Dengan tidak mengadakan hajatan, masyarakat menunjukkan kepatuhan terhadap adat yang telah diwariskan secara turun-temurun. Tradisi ini tetap dijaga karena dianggap memberikan ketentraman dalam hidup.
5. Tidak Melakukan Pindahan atau Membangun Rumah
Membangun rumah atau pindah ke tempat baru saat malam satu Suro dianggap kurang tepat. Masyarakat meyakini bahwa kegiatan besar seperti ini bisa mengundang energi negatif. Oleh karena itu, rencana seperti ini lebih baik ditunda hingga bulan Suro selesai.
Selain karena alasan spiritual, masyarakat juga percaya bahwa membangun di waktu ini dapat menyebabkan gangguan dari makhluk halus. Kepercayaan ini telah tertanam kuat dalam kebudayaan Jawa. Keselamatan penghuni rumah dianggap lebih penting daripada tergesa-gesa memulai sesuatu.
Menunda kegiatan besar juga menjadi bentuk kehati-hatian dalam menyikapi waktu yang dipercaya sakral. Dengan menunggu waktu yang dianggap lebih bersih secara spiritual, masyarakat berharap segala sesuatu yang direncanakan dapat berjalan lancar dan membawa berkah.
6. Larangan Mencabut Alis
Tahun ini, malam satu Suro bertepatan dengan malam Jumat Kliwon, yang secara khusus menambah nuansa mistis malam tersebut. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, Jumat Kliwon adalah malam yang dianggap sangat kuat secara supranatural. Malam ini dipercaya sebagai saat di mana batas antara dunia manusia dan alam gaib menjadi sangat tipis, sehingga berbagai makhluk halus lebih mudah muncul dan berinteraksi dengan manusia.
Salah satu larangan yang dikenal luas saat malam Jumat Kliwon adalah mencabut alis mata. Masyarakat percaya bahwa tindakan ini bisa mengundang kehadiran makhluk halus bertubuh kecil yang dikenal sebagai tuyul.
Tuyul diyakini tertarik pada manusia yang sedang melakukan aktivitas tertentu yang dianggap membuka celah spiritual. Oleh sebab itu, banyak orang memilih untuk menghindari perawatan tubuh yang tidak penting pada malam tersebut demi menjaga diri dari gangguan gaib yang tidak diinginkan.
Nah, itulah tadi sejumlah larangan dan mitos serta larangan yang berlaku ketika malam satu Suro dan bertepatan dengan malam Jumat Kliwon. Semoga bermanfaat!
(sto/apl)