- Jenis dan Sumber Cerita Wayang 1. Wayang Kulit atau Wayang Purwa 2. Wayang Madya 3. Wayang Orang atau Wayang Wong 4. Wayang Golek 5. Wayang Krucil atau Wayang Klithik 6. Wayang Beber 7. Wayang Wahyu 8. Wayang Suluh 9. Wayang Topeng 10. Wayang Cepak 11. Wayang Gedhog 12. Wayang Sadat 13. Wayang Potehi atau Wayang Makao 14. Wayang Suket 15. Wayang Kancil 16. Wayang Ukur
Wayang adalah salah satu jenis teater tradisional yang sudah dikenal sejak lama. Jenis dan sumber cerita wayang pun bermacam-macam, bukan hanya wayang kulit dengan cerita Ramayana dan Mahabarata saja. Sebagai orang Indonesia, kita sebaiknya memahaminya agar dapat melestarikan kesenian tradisional warisan nenek moyang ini.
Jika kita melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wayang sendiri didefinisikan sebagai boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya), biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang. Faktanya, wayang ada begitu banyak jenisnya dengan cerita yang beragam pula.
Penasaran dengan jenis-jenis dan sumber cerita wayang, detikers? Mari kita simak informasi dan penjelasan lengkap yang dihimpun dari buku Seni Budaya Kelas VII SMP oleh Yoyok RM dan Siswandi serta Alam Batin Jagat Wayang oleh Iman Budi Santosa berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jenis dan Sumber Cerita Wayang
1. Wayang Kulit atau Wayang Purwa
Wayang kulit adalah pertunjukan boneka dari kulit lembu atau kerbau yang dipahat dan diwarnai. Ada di Jawa, Bali, Madura, Betawi, dan Palembang. Cerita yang dipentaskan umumnya diambil dari epos Ramayana dan Mahabharata. Narasi menggunakan bahasa lokal seperti Jawa, Bali, Banyumasan, Madura, atau Betawi.
Pertunjukan ini diiringi gamelan dan tembang, dengan penabuh gamelan (wiyaga) dan pelantun tembang (waranggana dan pradangga). Di Jawa, wayang kulit dimulai pukul 21.00 dan berakhir sekitar pukul 04.00 pagi. Ceritanya dibagi dalam tiga bagian. yaitu pathet nem, pathet sanga, dan pathet manyura, yang melambangkan siklus kehidupan manusia.
Di Bali, disebut wayang parwa, dan selain Ramayana dan Mahabharata, juga mengangkat cerita Panji, Cupak, Calonarang, dan Tantri Kamandaka. Sebelum pertunjukan, dalang melakukan upacara ritual dan memulai pementasan dengan kayon (gunungan) yang melambangkan penciptaan. Tokoh baik diletakkan di sebelah kanan, tokoh jahat di sebelah kiri, dan Yang Mulia Acintya di tengah sebagai simbol pimpinan dewa.
2. Wayang Madya
Wayang madya adalah jenis wayang yang dibuat oleh Kanjeng Gusti Mangkunegara IV pada awal abad XVII. Pertunjukan wayang ini mengangkat cerita tentang Pandawa setelah Perang Bharatayudha. Salah satu contohnya adalah kisah Prabu Parikesit.
3. Wayang Orang atau Wayang Wong
Wayang orang atau wayang wong, adalah pertunjukan teater tradisional di mana semua pemerannya adalah manusia, bukan boneka. Pada masa lalu, pertunjukan ini dilakukan di panggung dengan layar yang bisa dibuka dan ditutup, serta latar belakang yang dapat diganti sesuai adegan.
Wayang orang biasanya dimulai dari pukul 20.00 hingga 01.00. Kesenian ini muncul pada abad ke-18 di istana Mangkunegaran, Surakarta. Kemudian, teater tradisional ini dikenal luas berkat Gan Kam, seorang warga keturunan Tiongkok yang mementaskan wayang orang ke berbagai kota. Grup-grup seperti Cipto Kawedhar, Ngesti Pandhawa, Barata, dan Sriwedari adalah contoh perkumpulan yang pernah aktif. Dalam pertunjukan ini, dialog dan narasi umumnya menggunakan bahasa Jawa.
4. Wayang Golek
Wayang golek adalah boneka yang dipakai dalam pertunjukan di Jawa Barat, khususnya Sunda. Boneka ini terbuat dari kayu dan diberi pakaian seperti manusia. Tangan, kaki, dan kepala dapat digerakkan oleh jari-jari dalang melalui gagang penggerak yang terbuat dari bambu.
Menurut Serat Centhini dan Serat Sastramiruda, wayang golek telah dikenal sejak tahun Jawa 1506 (1548 M), dan versi Sunda muncul pada awal abad ke-19. Wayang golek dibedakan menjadi tiga jenis: wayang golek purwa (bercerita Ramayana dan Mahabharata), wayang golek menak (kisah dari Serat Menak dengan tema Islam), dan wayang golek babad (legenda Majapahit atau Pajajaran).
Pertunjukan biasanya diadakan untuk upacara ritual seperti hajatan dan bersih desa, berlangsung dari pukul 21.00 hingga 04.00 pagi. Wayang golek tidak menggunakan kelir, tetapi permainan ini lebih atraktif karena gerakan kepala dan tangan yang dinamis.
5. Wayang Krucil atau Wayang Klithik
Wayang krucil adalah jenis wayang yang terbuat dari kayu dengan ukuran relatif kecil. Lengan dan tangan wayang ini terbuat dari kulit dan dapat digerakkan oleh dalang. Wayang krucil pertama kali dibuat oleh Ratu Pekik di Surabaya pada tahun 1571 Saka (1648 M), menurut Serat Sastramiruda. Cerita yang dipentaskan berasal dari Serat Damarwulan dan kisah Mahabharata.
Dalam pergelaran, wayang tidak dipasang pada batang pisang, tetapi pada kayu atau bambu berlubang yang disebut slanggan. Peralatan pentasnya meliputi kotak wayang, cempala, dan gamelan bernada slendro. Tembang oleh dalang mengiringi setiap adegan. Pertunjukan biasanya dilakukan antara pukul 10.00-16.00 dan sering dipentaskan untuk acara seperti pernikahan dan khitanan.
6. Wayang Beber
Wayang beber adalah jenis pertunjukan wayang yang sangat tua di Indonesia. Dikenal sejak zaman Majapahit, wayang ini menggunakan lukisan pada gulungan lontar atau kertas. Setiap gulungan berisi gambar dari sebuah adegan. Dalam pertunjukan, dalang membuka gulungan sedikit demi sedikit, menceritakan peristiwa yang digambarkan di sana.
Setelah selesai, gulungan digulung kembali dan dibuka bagian berikutnya untuk melanjutkan cerita. Dulunya, wayang beber merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang penting.
7. Wayang Wahyu
Wayang wahyu adalah media dakwah yang diciptakan pada tahun 1957 oleh Timotheus Mardji Wignyasoebrata. Wayang ini menggunakan cerita dari Kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru. Jumlah wayangnya mencapai sekitar 250 buah.
Pementasan wayang wahyu mirip dengan wayang kulit. Di panggung, tokoh-tokoh baik diletakkan di sebelah kanan, dengan Samson di ujung. Tokoh-tokoh yang kurang baik berada di sebelah kiri, yang barisannya dimulai dari Goliat. Yesus Kristus berada di tengah panggung, dengan posisi yang lebih tinggi dari tokoh lainnya. Musik yang digunakan adalah gamelan, tetapi dimainkan dengan nada diatonis sesuai musik gereja.
8. Wayang Suluh
Wayang suluh adalah inovasi teater boneka yang terinspirasi dari wayang kulit. Diciptakan untuk keperluan penyuluhan, wayang ini memakai boneka yang tampil dengan pakaian manusia modern.
Pementasannya pertama kali dilakukan pada 1 Desember 1947 di Balai Rakyat Madiun. Dalam pertunjukannya, wayang suluh menggunakan bahasa Indonesia dan Jawa, serta menceritakan kisah-kisah dari masa penjajahan Belanda.
9. Wayang Topeng
Wayang topeng Malang adalah teater tradisional dari Jawa Timur. Pertunjukan ini sering dimainkan untuk merayakan acara seperti pernikahan, khitanan, dan kaulan. Seluruh pemerannya laki-laki, termasuk yang memerankan tokoh perempuan. Mereka mengenakan topeng dan memerankan antara 25 hingga 30 tokoh dengan jumlah pemain 7 hingga 10 orang. Setiap penari memainkan 3 atau 4 tokoh.
Semua percakapan dalam pertunjukan dilakukan oleh dalang, kecuali tokoh punakawan yang boleh berbicara. Lakon yang dimainkan umumnya berasal dari cerita Panji, seperti Kudonowongso, Walang Sumirang, Asmoro Bangun Topo, dan Sayemboro Sedolanang.
10. Wayang Cepak
Wayang cepak berasal dari daerah Cirebon dan sekitarnya, seperti Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang, dan Brebes. Berbeda dengan wayang golek menak yang ada di Jawa Tengah, wayang cepak mementaskan berbagai cerita, termasuk kisah Panji, Damarwulan, Menak, dan babad. Cerita yang paling terkenal adalah tentang syiar Islam oleh Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Pertunjukan ini diiringi gamelan dengan nada prawa (lima nada) atau pelog (tujuh nada), dan dimensi musikalnya sangat menonjol. Penonton juga dapat meminta lagu dari pesinden dengan memberikan uang tip. Meskipun jarang dipentaskan, wayang cepak masih diminati dalam upacara adat setempat, seperti sedekah bumi di makam Sunan Gunung Jati pada bulan November hingga Desember.
11. Wayang Gedhog
Wayang gedhog mirip dengan wayang kulit, namun terbuat dari kayu. Pertunjukan ini mengangkat cerita dari zaman Kediri-Jenggala, khususnya kisah Panji. Nama 'gedhog' sendiri berarti kandang kuda, dan banyak tokoh dalam cerita ini menggunakan nama yang berhubungan dengan kuda, seperti Panji Kudawanengpati.
12. Wayang Sadat
Wayang sadat diciptakan oleh Suryadi Warnosuharjo pada tahun 1985. Suryadi adalah seorang guru matematika dari SPG Muhammadiyah Klaten. Wayang ini terdiri dari seratus buah boneka dan digunakan untuk dakwah Islam. Cerita yang dipentaskan mengambil kisah hidup para wali dari era Kerajaan Demak hingga Pajang. Narasi dan dialognya menggunakan bahasa Jawa yang dipadukan dengan istilah keislaman.
Musik pengiring mencampurkan beduk, rebana, alat musik Arab, serta rebab dan gamelan Jawa. Dalam pertunjukan, dalang dan pemusik mengenakan surban dan baju putih, sedangkan pesinden memakai pakaian Jawa dan mukena sesuai dengan tradisi Islam.
13. Wayang Potehi atau Wayang Makao
Wayang potehi, juga dikenal sebagai wayang makao, adalah wayang tradisional Tiongkok yang dulu sering dipentaskan di kelenteng. Narasi dan dialog dalam pertunjukannya menggunakan campuran bahasa Jawa dan Tiongkok.
Meskipun pada masa lalu sering dipentaskan di pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah, kini wayang ini jarang ditampilkan. Wayang potehi memiliki akar cerita yang berasal dari tradisi Tiongkok.
14. Wayang Suket
Wayang suket diciptakan oleh Slamet Gundono, seorang alumni Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta. Kreasi ini menggunakan rumput (suket dalam bahasa Jawa) sebagai bahan dasar pembuatan wayang. Wayang suket pertama kali dipentaskan pada tahun 1997 di Riau, saat Gundono harus tampil tanpa akses ke wayang kulit atau gamelan.
Wayang suket menawarkan kebebasan imajinasi yang luas bagi penonton. Filosofi suket yang terus tumbuh menggambarkan ruang imajinasi yang tak terbatas. Pementasan wayang suket juga mencerminkan kesederhanaan dan kekuatan akar budaya. Gundono mengangkat cerita keseharian, seperti peledakan bom atau pemilu, serta kisah-kisah klasik.
Tidak seperti dalang tradisional, Gundono tampil dengan pakaian sederhana atau bergaya koboi. Ia sering menggunakan buah-buahan dan benda sehari-hari sebagai properti panggung.
15. Wayang Kancil
Wayang kancil diciptakan sekitar tahun 1924 oleh Bo Lim dari Surakarta. Pada tahun 1943, R. M. Sayid memperbanyak wayang ini hingga mencapai 200 buah. Pertunjukan ini awalnya disisipkan sebagai pembuka di pentas wayang purwa dan ditargetkan untuk anak-anak. Modernisasi wayang kancil dimulai pada tahun 1980 oleh Ki Ledjar Subroto.
Wayang kancil menggunakan tokoh binatang, dengan kancil sebagai karakter utama. Durasi pentas rata-rata satu jam, tetapi bisa mencapai dua jam jika dipentaskan secara tunggal. Pementasan ini juga menggabungkan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Sejak 1993, musik pengiring wayang kancil menggunakan gending dolanan anak dan lagu-lagu anak-anak berbahasa Indonesia. Cerita wayang kancil sering mengeksplorasi fabel Jawa seperti Serat Kancil Amongsastra, Sekar Kancil Kridamartana, dan Serat Kancil Salokadarma.
16. Wayang Ukur
Wayang ukur adalah bentuk kreasi wayang kulit modern yang diciptakan oleh Ki Sukasman dari Jogja. Berbeda dari wayang kulit konvensional, wayang ukur menonjolkan perubahan bentuk dan penambahan elemen, seperti penggunaan lampu dan teknik tata lampu untuk efek tiga dimensi.
Walaupun masih mengacu pada wayang kulit tradisional, wayang ukur memperlihatkan modifikasi pada anatomi tokoh, seperti Gareng dan Petruk, untuk meningkatkan visibilitas dan karakterisasi di panggung. Pentasnya menggabungkan unsur wayang kulit dengan teater modern.
Pentasnya menggunakan patung fiberglass dan melibatkan beberapa dalang dan penari. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, dan durasi pertunjukan dibatasi dua jam.
Demikian penjelasan mengenai jenis-jenis wayang lengkap dengan sumber ceritanya. Semoga bermanfaat!
(sto/aku)