Sejarah 94 Tahun Pasar Gede Solo, Pernah buat Diskotek dan Biliar

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Sabtu, 20 Jan 2024 19:02 WIB
Lantai 2 Pasar Gede Solo sisi barat yang dulu pernah buat diskotek. Dipotret Kamis (18/1/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Solo -

Kota Solo punya pasar tradisional yang dibangun sejak 1927, yaitu Pasar Gede Hardjonagoro. Sebagai salah satu ikon wisata di Solo, Pasar Gede di Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, ini menyimpan sejarah yang menarik.

Pengamat sejarah sekaligus pegiat Komunitas Soerakarta Walking Tour, Muhammad Aprianto mengatakan Pasar Gede dibangun pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono X yang memerintah pada tahun 1893-1939.

"Pasar Gede dibangun sekitar tahun 1928 sampai 1930. Sebelum seperti sekarang ini yang berbentuk bangunan, dulu Pasar Gede sifatnya masih kayak lesehan, ngoprok gitu," kata Aprianto saat dihubungi detikJateng, Kamis (18/1/2024).

Selama pembangunan Pasar Gede, Aprianto mengatakan, para pedagang dipindahkan ke pasar darurat di Gladak, sebelah Alun-alun Utara Keraton Kasunanan Hadiningrat, atau Keraton Solo.

Lantai 2 Pasar Gede Solo sisi timur, dulu pernah buat tempat billiar. Dipotret Kamis (18/1/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Pembangunan Pasar Gede juga melibatkan Ir Herman Thomas Karsten, arsitek asal Belanda yang juga terlibat dalam proyek beberapa bangunan ikonik di Kota Solo.

"Setelah selesai ada peresmian di Januari 1930. Waktu perayaannya itu juga besar-besaran, arsitek yang terlibat itu Thomas Karsten yang ikut membangun lobi Stasiun Balapan," ujar Aprianto.

Pasar Gede dinamai demikian karena bangunannya menyerupai benteng dengan pintu masuk seperti istana yang beratap besar dan megah. Adapun nama Hardjonagoro diambil dari nama seorang keturunan Tionghoa yang mendapat gelar KRT Hardjonagoro dari Keraton Surakarta.

Pasar Gede dan Pecinan

Banyak keberagaman yang bisa dilihat dari Pasar Gede Solo. Selain menggabungkan arsitektur Belanda dan Jawa, Pasar Gede juga khas dengan kawasan Pecinan yang berada di sekitarnya.

Menurut Aprianto, ada keterikatan yang kuat antara masyarakat Tionghoa di daerah Pecinan dengan Pasar Gede itu sendiri.

"Pecinan itu ada indikatornya, mereka pasti mendekati pasar, dekat dengan jalur transaksi perdagangan, karena dulu pakai sungai ya jalur transaksi perdagangannya. Itu pakai sungai Pepe," ucap Aprianto.

"Pecinan itu pasti ada kelenteng atau tempat ibadah Tri Dharma, dan itu semua ada di sekitar Pasar Gede. Pasar, tempat ibadah, dan jalur transaksi perdagangan. Hemat saya, itu jadi indikator penting untuk komunitas Tionghoa," sambung dia.

Ketua Komunitas Paguyuban Pasar Gede (Kompag), Wiharto di Pasar Gede Solo, Kamis (18/1/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Pernah buat Diskotek dan Biliar

Seiring berkembangnya zaman, Pasar Gede juga sempat digunakan sebagai diskotek. Hal itu disampaikan oleh Wiharto, pegiat Pasar Gede sejak 1998 yang kemudian menjadi Ketua Komunitas Paguyuban Pasar Gede (Kompag).

"Jadi memang sempat terjadi reformulasi penataan ruang di era Solo Berseri (Bersih, Sehat, Rapi, Indah), Pak Hartomo waktu itu wali kotanya. Sehingga memang kemudian dia sangat gencar dan itu kemudian penataan ruang-ruang, banyak tempat di Surakarta menjadi alih fungsi, salah satunya Pasar Gede," kata Wiharto saat ditemui detikJateng di Pasar Gede.

"Pasar yang lantai dua bagian timur ini dulu ada Akaru Billiard, terus Solo Diskotek. Di sebelah barat yang lantai dua, yang sekarang pakai cendono itu, dulu ada juga Diskotek Legend," imbuh dia.

Wiharto mengatakan saat itu Pasar Gede memang diperuntukkan sebagai tempat hiburan. Sehingga di lantai dua Pasar Gede mulai siang sudah dibuka tempat hiburan biliar dan malamnya dibuka tempat hiburan diskotek.

Tentang demo pedagang usai kebakaran 1999 di halaman selanjutnya.




(dil/ams)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork