Sejarah Stasiun Solo Balapan, Dulunya Jadi Lokasi Pacuan Kuda!

Sejarah Stasiun Solo Balapan, Dulunya Jadi Lokasi Pacuan Kuda!

Anindya Milagsita - detikJateng
Selasa, 05 Des 2023 13:30 WIB
Stasiun Solo Balapan. Foto diambil Minggu (26/11/2023).
Stasiun Solo Balapan. Foto diambil Minggu (26/11/2023). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Solo -

Saat berkunjung ke Solo tak jarang masyarakat yang menggunakan moda transportasi kereta api akan turun di Stasiun Solo Balapan. Meski ada beberapa stasiun lain di Kota Solo, tetapi Solo Balapan adalah salah satu stasiun yang populer.

Namun, tahukah kamu? Ternyata Stasiun Solo Balapan menyimpan sejarah panjang yang mencatat bahwa stasiun yang terletak di Jalan Wolter Monginsidi tersebut dulunya merupakan lokasi pacuan kuda.

Stasiun terbesar di Solo ini juga memiliki peran penting dalam perkembangan transportasi di wilayah Solo dan sekitarnya, salah satunya sebagai fasilitas transportasi yang menghubungkan beberapa wilayah di Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas seperti apa sejarah Stasiun Solo Balapan? Berikut kisah di balik stasiun yang namanya menjadi salah satu judul lagu Didi Kempot.

Sejarah Stasiun Solo Balapan

Mengutip dari laman resmi Heritage KAI, sejarah Stasiun Solo Balapan dimulai pada era tahun 80-an. Pada saat itu perusahaan kereta api swasta milik Belanda bernama Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) membangun jalur kereta api yang terhubung dari Kedungjati hingga Solo.

ADVERTISEMENT

Jalur kereta tersebut direncanakan akan dibangun sepanjang 74 km dengan lebar jalur 1.435 meter. Akhirnya pada tanggal 10 Februari 1870 peresmian Stasiun Solo Balapan direalisasikan. Awalnya nama Stasiun Solo Balapan hanya dijuluki sebagai Stasiun Solo.

Namun, keberadaan pacuan kuda balapan di area lahan tempat didirikan stasiun tersebut membuat namanya berubah menjadi Stasiun Solo Balapan. Kisah di balik nama Solo Balapan ini tercipta dari keberadaan Alun-alun Utara milik Keraton Mangkunegaran yang terdapat pacuan kuda. Pada masa kekuasaan Mangkunegara IV, lokasi lapangan pacuan kuda tersebut dianggap sebagai yang paling ideal untuk dijadikan sebagai sebuah stasiun.

Hal tersebut dikarenakan jalur rel bisa langsung mengarah ke Semarang. Berkat alasan itulah, pacuan kuda milik Mangkunegara IV tersebut diubah kegunaannya sebagai sebuah stasiun yang diberi nama Stasiun Solo Balapan.

Pada tahun 1872 Stasiun Solo Balapan hanya melayani perjalanan Solo-Semarang. Adanya stasiun ini memudahkan dalam mengangkut gula, tembakau, dan kopi yang dibawa dari daerah pedalaman menuju ke pelabuhan yang ada di Semarang. Seiring berjalannya waktu, Stasiun Solo Balapan mengalami renovasi dan perkembangan hingga semakin modern.

Hadirnya Skybridge sebagai Wujud Modernisasi

Salah satu bentuk modernisasi dari Stasiun Solo Balapan adalah hadirnya skybridge. Apa itu skybridge? Dikutip dari laman resmi Pemkot Surakarta, skybridge Solo Balapan merupakan sebuah jembatan melayang yang menghubungkan Stasiun Solo Balapan dengan Terminal Tipe A Tirtonadi di Kota Solo.

Keberadaan jembatan tersebut memudahkan masyarakat yang ingin pergi ke Terminal Tirtonadi dari Stasiun Solo Balapan ataupun sebaliknya. Skybridge yang dibangun pada tahun 2017 lalu ini sebagai upaya dalam pengembangan fasilitas koneksitas intermoda transportasi. Menariknya, berkat adanya Skybridge Solo Balapan, jarak antara stasiun dan terminal yang awalnya harus ditempuh sejauh 1,5 kilometer, dapat dipersingkat menjadi 650 meter saja.

Demikian tadi informasi mengenai sejarah Stasiun Solo Balapan dan wujud modernisasi dari stasiun ini. Semoga bermanfaat, Lur!




(rih/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads