Keanekaragaman budaya Indonesia tercermin dalam berbagai aspek, termasuk dalam tradisi berbusana. Tiap budaya daerah yang berbeda mempengaruhi perbedaan jenis dan tampilan baju adatnya pula, termasuk wilayah Jawa.
Mengutip dari jurnal Program Studi Kriya Tekstil, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Surakarta karya Hanintia Elma Derista, orang Jawa menyadari betul arti penting berpakaian dengan ungkapan "Ajining dhiri saka lathi, ajining raga saka busana". Idiom ini mengandung maksud bahwa antara jiwa dan raga perlu perhatian khusus agar dirinya mendapat penghormatan yang layak dari pihak lain.
Salah satu daerah yang kaya akan warisan budaya dan pakaian adatnya adalah Solo, Jawa Tengah. Baju adat dari Solo bukan hanya sekadar pakaian, tetapi juga mewakili nilai-nilai historis, identitas, dan kearifan lokal. Setiap baju adat memiliki cerita dan fungsi khususnya yang tercermin dalam kekayaan budaya Jawa.
5 Baju Adat Laki-laki Khas Solo
1. Basahan
Mengutip dari jurnal Program Studi Kriya Tekstil, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Surakarta karya Hanintia Elma Derista, baju basahan atau biasa disebut dengan baju dodot merupakan baju adat yang biasa dipakai ketika upacara pernikahan.
Dodot merupakan kain utama dari penggunaan busana basahan. Terbuat dari kain mori, pinggiran kain diberi prada emas dan di tengah kain terdapat kain putih berbentuk jajaran genjang.
Busana Dodot biasanya dipakai dengan perlengkapan pelengkapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki, yaitu: kuluk mathak, sumping, kalung ulur, keris, roncean melati kolongan keris, gelang, epek, timang, ukup, buntal, Dodot Alas- alasan, dan celana cinde.
Dahulu,Dodot hanya dipakai di kalangan Kerajaan Mangkunegaran. Namun, kini busana Dodot sudah bisa dipakai oleh seluruh masyarakat.
2. Surjan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Surjan adalah baju jas laki-laki khas Jawa yang berkerah tegak, berlengan panjang, terbuat dari bahan lurik atau cita berkembang. Di dalam keraton ukuran garis-garis atau lurik ini melambangkan jabatan si pemakai. Semakin besar lurik tersebut semakin besar pula jabatannya. Pemakaian Surjan kebanyakan bisa ditemui di Surakarta dan Jogja. Surjan biasa dipakai ketika ada upacara adat yang dipadukan dengan blangkon dan jarik.
Dikutip dari si bakul jogja.jogjaprov.go.id, Surjan merupakan pakaian Takwa, hal ini berdasarkan sebuah ayat Al-Quran yang oleh Sunan Kalijaga pengertian ayat tersebut dijadikan acuan model baju rohani atau takwa. Jika memakai pakaian ini diharapkan tetap mengingat sang Pencipta. Lalu, pakaian yang awalnya digunakan oleh para raja-raja Mataram ini digunakan hingga sekarang.
Setiap bagian dari pakaian ini memiliki filosofi seperti, pada bagian leher baju mempunyai 6 buah kancing yang mewakili rukun iman dalam agama Islam. Kancing pada bagian dada yang terletak di kiri dan kanan melambangkan dua kalimat syahadat. Tiga kancing yang terletak di bagian dalam dada dan tak terlihat mewakili 3 macam nafsu manusia yang seharusnya selalu dikontrol dan ditutupi oleh manusia. Nafsu hewani, nafsu makan dan minum, dan nafsu setan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
3. Beskap
Dikutip dari dkc.pemalang.pramukajateng.or.id, kata "Beskap" berasal dari istilah "Beschaafd" dalam bahasa Belanda, yang memiliki arti "beradab." Beskap adalah jenis pakaian tradisional untuk laki-laki yang berasal dari daerah Jawa, termasuk Solo. Beskap biasanya digunakan dalam acara-acara seperti upacara adat dan acara resmi lainnya.
Beskap sering disebut juga sebagai "jas tutup" karena penggunaannya yang mirip dengan jas konvensional. Beskap biasanya dipadukan dengan jarik, yaitu kain panjang batik yang diikat untuk menutupi kaki.
Pada awalnya, beskap diperkenalkan sekitar akhir abad ke-18. Pada masa itu, tradisi Jawa Mataram memperkenalkan beskap sebagai pakaian resmi yang digunakan dalam acara penting. Seiring berjalannya waktu, penggunaan beskap mulai menyebar ke wilayah kerajaan (Vorstenlanden) dan kemudian merambah ke seluruh pelosok Jawa.
4. Jawi Jangkep
Jawa Tengah memiliki pakaian adat untuk pria bernama Jawi Jangkep. Pakaian tersebut terdiri atas beskap berwarna gelap dengan motif bunga emas pada bagian tengah. Selain itu, Jawi Jangkep juga memiliki kerah yang lebih tinggi serta tanpa lipatan. Bagian depan dari beskap lebih panjang daripada bagian belakang dan berfungsi sebagai tempat keris.
Untuk bawahan, pakaian Jawi Jangkep menggunakan kain jarik yang diikat di pinggang. Terdapat dua jenis berdasarkan penggunaannya, yaitu warna hitam untuk acara resmi dan warna selain hitam untuk sehari-hari.
5. Batik
Siapa yang tidak mengenal batik, kain bermotif yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Batik bisa dipakai oleh pria maupun wanita, dari acara formal hingga casual. Meski batik sudah sangat masif dan populer, Solo tetap memiliki ciri khas motif batik tersendiri. Berikut penjelasannya dikutip dari surakarta.co.id:
- Motif sidomukti. Motif ini biasanya dipakai pada upacara pernikahan terutama oleh orang tua mempelai. Apabila ditinjau dari kata,"sido"berarti jadi/menjadi, sedangkan"mukti"artinya mulia, bahagia atau sejahtera. Oleh karena itu, pengantin yang mengenakan motif ini, diharapkan mampu mengarungi bahtera rumah tangga dengan baik.
- Motif Kawung. Dalam motif ini, dapat diartikan bahwa manusia sebagai pancer (pusat) dipengaruhi oleh empat sumber tenaga alam yang terpancar dari empat arah mata angin, yaitu timur, selatan, barat, dan utara. Motif kawung juga dapat membawa simbol, agar pemakainya dapat mengendalikan hawa nafsu dan mampu menjaga hati nurani. Motif jenis ini biasanya digunakan dalam upacara mitoni, ruwatan, hingga sebagai penutup jenazah.
- Motif Parang. Motif parang melambangkan ketajaman rasa, pikir, dan kekuatan dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan. Selain itu, motif ini juga merupakan simbol pengharapan masa depan yang baik. Umumnya, motif parang berguna untuk memperingati kelahiran bayi dan perawatan ari-ari.
- Motif Truntum. Mayoritas motif jenis ini ditemukan pada kain yang digunakan untuk menggendong bayi. Dengan memakai motif truntum, harapan bagi pemakainya agar kelak dewasa, sang anak diwarnai rasa cinta kasih kepada sesama, alam lingkungan, makhluk ciptaan Tuhan, dan mampu memelihara cinta untuk kebaikan.
- Motif Sawat. Terdiri dari gambar dua buah sayap burung garuda atau biasa juga disebut sawat. Dalam motif sawat, terdapat satu sayap berukuran besar dan lainnya lebih kecil. Letak sayap ini berhadapan serasi sebagai hiasan. Siapa pun yang memakai batik dengan motif sawat, diharapkan selalu mendapatkan perlindungan dalam hidupnya.
Baju adat laki-laki khas Solo bukan hanya sekadar pakaian, melainkan juga penjaga warisan budaya yang sarat akan makna dan nilai. Setiap jenis baju adat tidak hanya memperkaya estetika, tetapi juga mengandung cerita sejarah dan identitas yang dalam. Melalui pemahaman akan fungsi dan filosofi di balik setiap pakaian tradisional ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya yang diberikan oleh daerah Solo, Jawa Tengah.
Baca juga: Sejarah Kebaya dan Jenis-jenisnya |
Artikel ini ditulis oleh Muthia Alya Rahmawati peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(apl/sip)