Wayang merupakan kesenian tradisional Indonesia yang terdiri dari berbagai jenis dan bentuk yang berbeda. Wayang-wayang tersebut memiliki fungsi yang hampir serupa yaitu sebagai media pendidikan, media hiburan, hingga media penyebaran ajaran agama.
Dari berbagai jenis wayang yang ada di Indonesia, wayang kulit merupakan salah satu jenis wayang yang paling populer. Keberadaan wayang kulit bahkan telah diakui UNESCO sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity.
UNESCO juga memasukkan wayang kulit ke dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda untuk kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dengan judul The Wayang Puppet Theater.
Wayang kulit bahkan memiliki Hari Nasional yang ditetapkan pemerintah pada 17 Desember 2018 dan diperingati pada 7 November setiap tahunnya. Tapi apa sebenarnya wayang kulit? Berikut pembahasan lengkapnya.
Apa Itu Wayang Kulit?
Mengutip laman indonesia.go.id, wayang kulit merupakan seni wayang yang terbuat dari lembaran kulit kerbau yang telah dikeringkan. Sedangkan bagian siku wayang kulit terbuat dari tanduk kerbau yang disambung menggunakan sekrup supaya gerakan wayang terlihat lebih dinamis.
Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang berarti menuju kepada roh spiritual, para Dewa, atau Sang Kuasa. Meski demikian, ada pula yang mengatakan bahwa wayang berasal dari teknik pertunjukan yang mengandalkan bayangan pada layar.
Asal-usul Wayang Kulit
Berdasarkan buku 'Rupa Wayang' (2020) oleh Aryo Sunaryo, terdapat perbedaan pendapat mengenai asal-usul wayang kulit. Sejumlah pendapat mengatakan wayang berasal dari India, tempat asal cerita Mahabarata dan Ramayana. Sebagian lainnya mengatakan bahwa wayang berasal dari Cina.
Di sisi lain, terdapat pendapat yang mengatakan bahwa wayang merupakan ciptaan asli Indonesia khususnya Jawa. Hal ini dikaitkan dengan inisiasi dan penghormatan terhadap nenek moyang serta diperkuat dengan istilah-istilah teknis pementasan wayang yang khas bahasa Jawa.
Sumber tertua tentang pertunjukan wayang berasal dari sebuah prasasti abad ke-9 pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Wayang kemudian terus berkembang pada masa Kerajaan Kediri dan berlanjut pada masa Kerajaan Majapahit hingga abad ke-15. Perkembangan wayang tersebut tercatat dalam karya-karya sastra, prasasti, dan berita-berita tertulis peninggalan kerajaan tersebut.
Dalam karya pujasastra Arjuna Wiwaha yang ditulis Mpu Kanwa pada abad ke-9, pertunjukan wayang disebut sebagai ringgit. Peraga wayang dibuat dari kulit yang ditatah dan dimainkan oleh dalang, namun karya Mpu Kanwa tersebut tidak menerangkan bentuk wayang lebih lanjut.
Wayang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Prabu Jayabaya dari Kerajaan Kediri. Ia mulai membentuk wayang lebih realistis dengan muka tiga perempat sedangkan bagian tangannya masih menyatu dan belum diberi engsel. Bentuk wayang pada masa Hindu ini sangat dekat dengan ikonografi yang terdapat pada relief-relief candi dan terus dikembangkan sampai sekarang.
Fungsi Wayang Kulit
Mengutip laman Kemdikbud, wayang kulit awalnya berfungsi sebagai media untuk menghormati arwah nenek moyang. Seiring perkembangan zaman, wayang kulit kemudian mengalami pelebaran fungsi sebagai media penyebaran agama Islam.
Pada era modern, wayang kulit bahkan dijadikan sebagai media propaganda politik. Meski demikian, pementasan wayang kulit sejatinya berfungsi untuk mengajarkan budi pekerti luhur, saling mencintai, menghormati, dan kadang diselipkan kritik sosial hingga adegan lucu nan menghibur.
Pagelaran Wayang Kulit
Pagelaran atau pertunjukan wayang kulit biasa dimainkan oleh seorang dalang di balik kain putih atau kelir yang disorot lampu listrik sehingga menghasilkan bayangan pergerakan wayang. Dalang tersebut juga bertugas sebagai narator dari dialog para tokoh-tokoh pewayangan.
Wayang kulit dipentaskan dengan diiringi musik gamelan yang khas oleh sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh sinden. Pementasan wayang kulit juga tidak bisa lepas dari hal magis karena sesajen wajib disediakan dalam setiap pertunjukannya.
Sesajen tersebut biasanya berupa ayam kampung, nasi tumpeng, kopi, buah dan hasil bumi lainnya yang disertai asap dari pembakaran dupa. Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang menganggap penyediaan sesajen sebagai suatu hal yang sia-sia. Oleh karenanya, kini banyak pementasan wayang kulit yang memberikan sesajen kepada penonton agar tidak terbuang sia-sia.
Demikian serba-serbi wayang kulit, kebudayaan Indonesia yang mendunia. Semoga bermanfaat, Lur!
Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dil/rih)