Wayang kulit dan wayang golek merupakan jenis wayang yang paling banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun, ada satu jenis wayang yang sebenarnya berumur lebih tua dari wayang kulit dan wayang golek yaitu wayang beber.
Sayangnya, wayang beber kurang dikenal masyarakat karena sudah jarang dipertunjukkan di depan umum. Padahal, wayang beber telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2015.
Lantas, apa sebenarnya wayang beber? Berikut pembahasan lengkapnya yang sudah dirangkum detikJateng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa Itu Wayang Beber?
Pengertian Wayang Beber
Mengutip laman Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, wayang beber merupakan seni wayang yang berbentuk lembaran (beberan). Lembaran wayang beber berisi lukisan berkisah yang tersaji dalam sejumlah adegan atau sekuen.
Penamaan wayang beber berasal dari cara memainkannya yang dilakukan dengan membeberkan atau membentangkan layar atau kertas gambar. Wayang ini dimainkan dengan cara menguraikan cerita lakon melalui gambar yang tertera pada kertas atau layar tersebut.
Wayang beber tertua terdapat di Desa Karangtalun, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur yang disimpan oleh Mbah Mardi, dan di Desa Gelaran, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang disimpan oleh Ki Supar.
Sejarah Wayang Beber
Berdasarkan laman indonesia.go.id, wayang beber sudah ada sejak zaman Kerajaan Jenggala pada 1223 M dalam bentuk lukisan di daun siwalan atau lontar. Pada 1244 M, wayang beber mulai digambar di atas kertas yang terbuat dari kayu dengan penambahan berbagai ornamen.
Satu abad kemudian, tepatnya pada 1316 M, Kerajaan Majapahit mengembangkan wayang beber dengan memasang tongkat kayu pada setiap ujung lembaran wayang beber. Tongkat tersebut mempermudah penggulungan, penyimpanan, dan pementasan wayang beber.
Pada masa Kesultanan Demak di tahun 1518 M, wayang beber mulai dimodifikasi menjadi ilustrasi manusia dan hewan yang dibuat miring. Wayang beber kemudian dikembangkan oleh Wali Songo menjadi wayang purwa yang terbuat dari kulit seperti yang dikenal sampai sekarang. Modifikasi tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian ajaran Islam yang mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup seperti manusia, hewan, maupun patung.
Pada 1690, wayang beber dibuat kembali oleh Kerajaan Kartasura dengan lakon Joko Kembang Kuning. Namun pada 1735 M, wayang beber mulai terpecah akibat peristiwa pemberontakan di Kerajaan Kartasura.
Keluarga kerajaan tersebut kemudian mengungsi dengan membawa seluruh perlengkapan wayang beber, sebagian keluarga mengungsi ke Wonosari, Gunungkidul dan sebagian lagi ke Karangtalun, Pacitan.
Pertunjukan Wayang Beber
Mengutip laman Kemdikbud, pertunjukan wayang beber dalam pada umumnya memakan waktu sekitar 90 menit. Pengiring pertunjukan wayang terdiri dari gong, kenong, kendang, dan rebab dengan notasi sederhana.
Pertunjukan wayang beber dimulai dengan ritual kecil menggunakan sarana tradisional seperti kemenyan, bunga setaman, dan beberapa sesaji lainnya yang digunakan untuk memohon keselamatan dan kelancaran pertunjukan kepada Tuhan.
Setelah itu, dalang duduk bersimpuh di depan gulungan-gulungan wayang yang kemudian dibentangkan secara berurutan, dari gulungan pertama sampai keenam yang masing-masing berisi empat adegan.
Dalang kemudian menceritakan adegan demi adegan yang tergambar di gulungan tersebut. Dalang menggunakan lonjoran kayu yang disebut seligi untuk membentangkan gulungan wayang beber.
Demikian serba-serbi wayang beber, wayang tertua di Indonesia yang jarang diketahui masyarakat. Semoga bermanfaat, Lur!
Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(ams/dil)