Suka Duka Kerja di Widya Budaya
Merawat naskah kuno tidak gampang. Mas Jajar Kintaka kerap menemui kesulitan untuk mengalihbahasakannya karena ada sebagian naskah yang sudah rusak, tinta meluber, atau kertas sobek.
"Memang tidak bisa mendata dengan lengkap. Didata saja apa yang bisa didata. Sebisa mungkin kami pulihkan kembali naskah itu selama masih bisa," ujar dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mas Jajar Kintaka Sunarta mengaku bangga terhadap pekerjaannya saat ini. "Sukanya lebih banyak. Kita bisa terlibat langsung dalam upacara-upacara yang tidak semua orang bisa ikut, sambil melestarikan (tradisi). Itu suatu kebanggaan dan karena background saya sastra Jawa, mengolah transkrip itu memang linear," terangnya.
Menjaga Bahasa Jawa
Hampir setiap hari ia ke keraton. Di luar itu, ia aktif dalam menyunting dan menjadi penerjemah paruh waktu, kebanyakan untuk dokumen berbahasa Jawa. Berbagai pekerjaan telah ia lakoni sejak kuliah dan sebagian besar berkutat pada bidang kebahasaan. Misalnya ketika ia menjadi pengisi suara untuk Google Bahasa Jawa.
Namun ia mengaku mengenal budaya Jawa secara lebih mendalam setelah bekerja di Keraton. Ia menyadari bahwa melakukan regenerasi terhadap ahli-ahli naskah berbahasa daerah itu sangat penting.
Menurutnya, falsafah Jawa seperti nerima ing pandum (mensyukuri apa yang kita miliki) dan sikap empan papan (menempatkan diri dengan benar) juga semakin terbentuk ketika berada di lingkungan keraton.
"Kita yang biasanya berperilaku seenaknya, kalau sudah di keraton harus sopan," pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh Noris Roby Setiyawan peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dil/ams)