Dari banyaknya jenis karya seni tradisional yang berasal dari Jawa, tembang macapat adalah salah satu seni tradisional yang paling populer. Selain sering digunakan dalam pentas seni dan budaya, tembang macapat juga digunakan sebagai metode pelestarian bahasa Jawa.
Dikutip detikJateng dari buku Macapat Tembang Jawa Indah dan Kaya Makna (2018) yang diterbitkan oleh Kemdikbud, sejarah tembang macapat sendiri sampai saat ini masih ditelusuri oleh para ahli sastra dan budaya Jawa.
Ada yang mengatakan bahwa macapat tidak hanya diciptakan oleh satu orang, melainkan diciptakan oleh beberapa orang wali dan bangsawan seperti Sunan Giri Kedaton, Sunan Giri Prapen, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Muryapada, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Geseng, Sunan Majagung, Sultan Pajang, Sultan Adi Erucakra, dan Adipati Natapraja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sejarah dan perkembangannya, tembang macapat terbagi menjadi beberapa jenis tembang sarat akan makna, salah satunya mijil.
Apa itu Mijil?
Mijil adalah jenis tembang macapat tahap dua yang memiliki jumlah guru gatra enam baris/larik. Mijil juga memiliki guru wilangan atau jumlah suku kata yang terdiri dari 10, 6, 10, 10, 6, dan 6. Selain itu mijil memiliki guru lagu atau akhir suku kata yang berupa huruf vokal i, o, e, i, i, dan u.
Tembang mijil bercerita tentang belas kasih, harapan, ketabahan, dan cinta. Karenanya, tembang mijil seringkali digunakan sebagai media untuk memberi nasihat kepada manusia agar selalu kuat dan tabah dalam menjalani kehidupan.
Contoh Mijil dan Artinya
Berikut contoh tembang mijil beserta artinya menurut buku Macapat Tembang Jawa Indah dan Kaya Makna terbitan Kemdikbud.
1. Poma kaki padha dipun eling, (Cucuku ingatlah/perhatikanlah)
ing pitutur ingong, (akan nasihatku/petunjukku)
sira uga satriya arane, (kalian juga seorang kesatria)
kudu anteng jatmika ing budi, (harus tenang dan santun dalam perbuatan)
ruruh sarta wasis, (rendah hati serta cekatan/pintar)
samubarangipun. (dalam semua hal)
2. Dedalane guna lawan sekti, (Jalannya orang berilmu)
kudu andhap asor, (harus rendah hati)
wani ngalah luhur wekasane, (berani mengalah bagus hasilnya)
tumungkula yen dipundukani, (jangan membantah ketika dinasihati)
bapang den simpangi, (jauhilah pesta pora)
ana catur mungkur. (jauhilah pergunjingan.)
3. Wigatekna wong manis sayekti, (Perhatikan anak cantikku)
pitutur kang maton, (nasehat yang tetap)
sining jagat ana wekase, (isi alam raya ini tidak ada awalnya)
kudu nrimo jero ning padha urip (harus menerima dengan lapang dada)
nyuda nepsu yek tentrem jero ning kalbu. (mengurangi nafsu agar tentram dalam hidup)
4. Madya wengi kentarnya mangikis, (Tengah malam suasana menakutkan)
sira sang lir anom, (dia sang pemuda)
saking taman miyos butulane, (dari taman lewat pintu belakang)
datan wonten cethine udani, (tidak ada yang menanyai)
lampahe lestari, (perjalanannya selamat)
wus ngambah marga gung. (sudah sampai jalan besar.)
5. Lan densami mantep maring becik, (Dan selalu mantap dalam kebaikan)
lan ta wekas ingong, (dan juga pesanku)
aja kurang iya panrimane, (jangan sampai kurang syukurnya)
yen wus tinitah maring Hyang Widhi, (jika sudah menjadi kehendak Tuhan)
ing badan puniki, (kepada diri ini)
wus papancenipun. (sudah menjadi ketetapan-Nya.)
6. Lan den nedya prawira ing batin, (Dan tumbuhkanlah sikap satria dalam batin)
nanging aja katon, (namun jangan ditunjukkan)
sasabana yen durung mangsane, (sembunyikan sampai pada waktunya)
kekendelan aja wani mingkis, (keberanianmu jangan sampai hilang)
wiweka ing batin, (tatalah batinmu)
den samar den semu. (agar menjadi samar dan semu.)
7. Ana wong narima wus titahing, (Ada orang yang menerima takdir dari...)
Hyang pan dadi awon, (...Tuhan namun menjadi tidak baik)
lan ana wong tan nrima titahe, (dan ada juga orang yang tidak bisa menerima takdir)
ing wekasan iku dadi becik, (pada akhirnya menjadi baik)
kawruhana ugi, (pahami juga hal itu)
aja salang surup. (jangan salah memaknai.)
8. Yen wong bodho kang tan nedya ugi, (Jika ada orang bodoh tidak berupaya untuk)
tatakan titiron, (bertanya dan mencontoh)
a narima ing titah bodhone, (hanya ikhlas dengan kebodohannya)
iku wong narima nora becik, (itu orang ikhlas tapi tidak baik)
dene ingkang becik, (sedangkan yang baik)
wong ngupaya iku. (adalah orang yang berusaha mengubahnya.)
9. Urip kudu eling mrang gusti, (Hidup harus mengingat Tuhan)
adoh tindak nistho, (jauhi tindakan tidak baik)
gedheke amal sarto imane, (perbanyak amal dan iman)
kudu ikhlas lan narimo yekti, (harus ikhlas dan menerima keadaan)
gemi lan setiti, (perhatian dan hati-hati)
legowo ing ndriyo. (tabah/rela dalam hati)
10. Sing waspada sarta padha eling, (Selalu waspada dan ingat)
aja nganti lowong, (jangan sampai terlewatkan)
sregep ndedonga lan prihatine, (rajinlah berdoa dan memperhatikan)
asih tresna aja padha lali, (cinta kasih jangan dilupakan)
tumraping sasami, (untuk sesama manusia)
srawung sarta tulung. (bermasyarakat dan tolong-menolong)
11. Singgah singgah suminggah sumisih, (berdoalah untuk menyingkirkan hal buruk agar pergi)
sumisih kang adoh, (pergi jauh)
suminggaha mring mula asale, (kembalilah ke tempat asalmu)
sumisiha saka praja mami, (pergilah dari negeriku)
sun caraka balik, (jangan kembali)
paringin, (saya berdoa)
Hyang Agung. (ya Tuhan.)
12. Wulan estri kang wus palakrami, (Nasihat untuk wanita yang sudah bersuami)
lamun pinitados, (berupayalah untuk dipercaya)
amengkoni mring balewismane, (untuk melindungi rumah tangga)
among putra marusentan abdi, (mengasuh anak, keluarga, dan suami)
den angati-ati, (berhati-hatilah)
ing sadurungipun, (sebelum melakukan sesuatu
Itulah 12 contoh tembang bahasa Jawa mijil beserta artinya. Semoga bermanfaat!
Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(aku/rih)