Ada sejumlah bangunan peninggalan Belanda di Kota Magelang yang masih berfungsi sampai sekarang. Salah satunya water toren atau bak penampungan air di sisi barat Alun-alun. Begini sejarah bangunan yang bentuknya menyerupai kompor minyak tanah itu.
Water toren itu tingginya 26,140 meter. Diameter bak airnya 22,46 meter, dapat menampung 1.750 meter kubik air. Ada 32 tiang penyangga di bagian tengahnya. Sedangkan di bagian bawahnya terdapat 16 ruangan yang dahulu digunakan untuk pelayanan hingga laboratorium.
Pegiat Komunitas Kota Toea Magelang, Bagus Priyana, mengatakan water toren ini dibangun sejak tahun 1916 sampai 1920. Pembangunannya dilakukan oleh Genie atau Zeni dari militer Belanda. Konon water toren ini dibangun karena adanya bencana dan wabah penyakit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Genie yang membangun. Sebelumnya kebutuhan air bersih bagi warga Magelang dipenuhi dari beberapa mata air, sumur, atau Kali Manggis dari Sungai Progo. Dulu airnya masih bersih," kata Bagus kepada detikJateng, Kamis (20/1/2023).
"Kemudian sekitar tahun 1915 terjadi bencana di mana Kali Manggis di bagian Poncol runtuh, sehingga suplai air bersih menjadi terhambat dan muncul wabah penyakit," imbuh Bagus.
![]() |
Bagus menjelaskan saat itu kemudian ada pemerhati kesehatan dari Semarang yang memberi masukan kepada Pemerintah Kota Magelang supaya membuat sistem air bersih dengan mendirikan menara air minum.
"Ini dipilih karena tempatnya paling tinggi di Kota Magelang, sumber air dari Kalinongko dan Kalegen di Bandongan (Kabupaten Magelang) sejauh 8 km disalurkan melalui pipa," ujar Bagus.
Air bersih dari sumber itu dialirkan menggunakan sistem gravitasi, kemudian dialirkan menuju bak penampungan di bagian atas menara. Setelah itu, air tersebut didistribusikan kepada para pelanggan.
"Kira-kira (lebih dari 100 tahun). Ini perkiraan karena belum mengetahui secara pasti kapan pertama kali beroperasi. Tapi ada beberapa sumber yang mengatakan 2 Mei 1920. Di mana tanggal ini dijadikan patokan hari ulang tahun PDAM Kota Magelang," sambung Bagus.
Menurut Bagus, menara air di Kota Magelang ini lebih megah jika dibandingkan dengan menara air peninggalan Belanda yang ada di sejumlah daerah lain.
"Tiap kota pasti ada menara air minum, tapi ini termegah. Kemudian terbagus, dilihat dari sudut mana pun bentuknya sama," kata dia.
Bagus berharap Pemkot Magelang terus merawat sekaligus menumbuhkan kesadaran akan pentingnya bangunan-bangunan bersejarah di daerahnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
"(Buat) Papan informasi supaya mengedukasi masyarakat mengenai sejarahnya seperti apa dan sebagainya. Jangan sampai nanti salah, keliru (dianggap) tidak berfungsi dan sebagainya," pesan Bagus.
Bagus menambahkan, di atas water toren itu ada sirine sentral. Sirine lainnya berada di Potrosaran, dekat Plengkung, dan di Kemirirejo. Namun, sirine itu sudah tidak berfungsi.
"Sentral sirine di sini. (Dahulu) Kalau dihidupkan semua berbunyi. Tujuannya untuk jam malam atau jika terjadi bencana," kata Bagus.
Ditemui terpisah, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, Sugeng Priyadi mengatakan water toren itu telah tercatat sebagai bangunan cagar budaya pada 2020.
Pamong Budaya Dikbud Kota Magelang, Toni Tri Handoko menjelaskan ada 10 bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan keputusan wali kota tahun 2020. Di antaranya water toren, alun-alun, kantor pos, Tugu Aniem, dan Kelenteng Liong Hok Bio.
Menurut Staf Ahli Bidang Teknik PDAM Kota Magelang, Suroso, water toren itu masih berfungsi hingga sekarang.
"Dahulu zaman Belanda untuk sebagian kota. Sekarang masih digunakan khusus untuk sebagian Magelang Tengah. Kalau jumlah pelanggan Kota Magelang hampir 32 ribu, Magelang Tengah 9 ribu," kata Suroso saat dihubungi detikJateng.
"Bangunannya masih orisinil, luar biasa. Itu kompor raksasa Kota Magelang," imbuh Suroso.