Majalah berbahasa Jawa asal Jogja, Djaka Lodang, tidak pernah berhenti terbit sejak 1971 lalu. Pelanggan Djaka Lodang ternyata tak hanya dari Indonesia tapi juga di luar negeri yaitu di Suriname, Hongkong, dan Belgia.
Redaktur Djaka Lodang, Tatiek Kalingga mengatakan Djaka Lodang juga dibaca dan dinikmati oleh pelanggannya hingga ke luar negeri. Menurutnya, keberadaan diaspora Jawa di Suriname menjadi salah satu pangsa pasar mereka.
"Nah, ini catatan bagus, kita ini kan punya diaspora Jawa yang ada di luar negeri, contohnya yang sudah bertahun-tahun membaca Djaka Lodang adalah Suriname," kata Tatiek saat ditemui detikJateng di Kantor Djaka Lodang, Patehan, Kraton, Jogja, Senin (26/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tatiek, para pelanggannya di Suriname itu berlangganan Djaka Lodang secara tahunan dan mereka mengambil majalah tersebut secara langsung ke kantor Djaja Lodang.
"Mereka langganan tahunan, datang ke sini (kantor) langsung," kata Tatiek.
Tak hanya Suriname, Tatiek menyebut Djaka Lodang juga sudah memiliki pelanggan hingga ke Hongkong dan Belgia.
"Nah selain itu, sampai ke Hongkong dan Belgia," kata Tatiek.
"Di Hongkong itu kan ada wayang, wayang Jepang, nah itu salah satu senimannya itu masih punya (langganan) Djaka Lodang," imbuh Tatiek.
Di lokasi yang sama, Kuswinarni selaku Pimpinan Redaksi Djaka Lodang mengaku bangga lantaran bahasa Jawa dikenal hingga ke luar negeri.
"Nah, itu suatu kebanggaan kita, bahwa bahasa Jawa ternyata ada dimana-mana, di luar negeri ada. Dan bahasa Jawa ini kan kekayaan kita, nyatanya ada diaspora, di Belanda ada, di Suriname (juga ada)," kata Wiwin sapaannya.
Wiwin menyebut Djaka Lodang merupakan majalah yang berkonsentrasi untuk melestarikan budaya dan bahasa Jawa.
"Kami memang konsentrasi dengan nguri-uri (melestarikan) bahasa dan kebudayaan Jawa," kata Wiwin.
Menurut Wiwin, saat ini Djaka Lodang juga fokus mengajak generasi milenial untuk melestarikan bahasa Jawa. Hal ini dilakukannya agar bahasa dan kebudayaan Jawa semakin dikenal dan tidak punah.
"Tahun-tahun ini kami fokus ke generasi milenial, Bahasa Jawa ini perlu dilestarikan, kalau (generasi milenial) tidak kenal (Bahasa Jawa) nanti lama-lama punah," tutup Wiwin.
(ams/aku)