Beda Nasib Kebo Bule dan Kerbau Biasa dalam Tradisi Keraton Solo

Beda Nasib Kebo Bule dan Kerbau Biasa dalam Tradisi Keraton Solo

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 22 Jul 2022 16:57 WIB
Paguyuban Kranggan, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, mengadakan kegiatan sedekah bumi (Babaritan). Salah satunya, mereka mengarak kepala kerbau bule.
Ilustrasi kepala kerbau dalam ritual. Foto: Rifkianto Nugroho
Solo -

Kebo bule hingga kini masih dikeramatkan di Keraton Kasunanan Surakarta. Tiap malam 1 Suro atau 1 Muharam dalam kalender Hijriah, kawanan kebo bule menjadi pengawal dalam kirab pusaka Keraton Solo. Ternyata, pelibatan kerbau sebagai kelengkapan ritual sudah sejak zaman Hindu. Begini ceritanya.

Dikutip dari jurnal Fenomena Kebo Bule Kyai Slamet dalam Kirab 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta (Jurnal Komunikasi Massa UNS, 2014), pewarisan tradisi dari satu kerajaan yang lebih tua ke kerajaan setelahnya menjadi salah satu faktor kenapa kerbau juga masih ada dalam upacara hingga saat ini.

Dalam jurnal karya Riza Ayu Purnamasari dan Prahastiwi Utari itu disebutkan bahwa kerbau sudah digunakan sejak zaman Hindu sebagai kelengkapan ritual Mahesa Lawung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ihwal ritual Mahesa Lawung itu diungkapkan oleh KGPH Dipokusumo, salah satu narasumber dari masyarakat Keraton Solo yang berprofesi sebagai dosen juga pengusaha. Dua peneliti dari Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta itu mewawancarai KGPH Dipokusumo pada 2012 di Solo.

Dalam wawancara tersebut, KGPH Dipokusumo menerangkan Mahesa Lawung adalah kerbau yang belum megawe atau bekerja. Jadi kerbau itu di saat waktu tertentu mesti dipekerjakan, seperti untuk membajak, menarik pedati, dan lain-lain.

ADVERTISEMENT

Tak hanya dipekerjakan untuk keperluan sehari-hari, kerbau juga menjadi kelengkapan dalam ritual-ritual pada zaman Hindu. Pada zaman itu, lembu atau sapi tidak dipergunakan. Sebab, dalam filosofi ajaran Hindu, sapi adalah kendaraan Bethara Guru.

Ritual-ritual Hindu yang menggunakan kerbau itu diwariskan secara turun-temurun hingga berasimiliasi dalam perkembangan zaman selanjutnya, yaitu zaman kerajaan Islam.

Ritual Mahesa Lawung

Seperti diketahui, sebagai pecahan dari kerajaan Mataram Islam, Keraton Kasunanan Surakarta dalam beberapa tradisinya masih memiliki pengaruh dari kerajaan masa Hindu. Salah satunya yang masih bertahan adalah Mahesa Lawung.

Upacara Mahesa Lawung masih ada hingga saat ini, namun tradisi ini tidak lebih dikenal masyarakat seperti Kirab Malam 1 Suro. Ritual Mahesa Lawung diselenggarakan pada Senin atau Kamis dalam bulan Bakda Mulud di kalender Jawa.

Mahesa Lawung merupakan ritual menanam kepala kerbau biasa (bukan kebo bule). Prosesi itu dimulai dengan kirab kepala kerbau yang dibawa para abdi dalem ke atas Sitinggil Keraton Kasunanan Surakarta. Di lokasi tersebut, kepala kerbau itu kemudian disemayamkan dan didoakan secara bersama-sama.

Menurut KGPH Dipokusumo dalam Jurnal Komunikasi Massa (2014: 9), korban kerbau dalam upacara Mahesa Lawung itu dulunya dilakukan di Demak ketika sedang ada bencana alam. Upacara itu sebagai wujud permohonan kepada Tuhan agar bencana berhenti.




(dil/rih)


Hide Ads