Dua Kisah Kebo Bule, Dikirab di Keraton Solo dan 'Digeyol' di Ponorogo

Dua Kisah Kebo Bule, Dikirab di Keraton Solo dan 'Digeyol' di Ponorogo

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 22 Jul 2022 15:54 WIB
Kirab kerbau bule di malam 1 Suro, Solo, Selasa (11/9/2018).
Kirab kerbau bule di malam 1 Suro, Solo, Selasa (11/9/2018). Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom
Solo -

Kebo bule merupakan hewan yang dikeramatkan di Keraton Kasunanan Surakarta. Tiap malam 1 Suro atau 1 Muharam dalam kalender Hijriah, kawanan kebo bule selalu menjadi cucuk lampah atau pengawal dalam prosesi kirab pusaka Keraton Solo. Lain cerita dengan Kebo Bule Kyai Slamet Geyol di Ponorogo, Jawa Timur.

Dikutip dari jurnal Penelusuran Sejarah Kebo Bule "Kyai Slamet" di Keraton Surakarta dan Kelahiran Kesenian Kebo Bule sebagai Media Dakwah Islam di Ponorogo (Sebatik Vol 24 No 20, Desember 2020), berikut kisah kebo bule di Solo dan Ponorogo.

Dalam jurnal karya tiga peneliti dari Universitas Muhammadiyah ponorogo itu (Karim R, Widaningrum I dan Widiyahseno B) disebutkan, belum terdapat data yang valid mengenai asal-usul kebo bule.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, ada dua versi yang berkembang. Pertama, kebo bule itu pemberian Adipati Surobroto dari Ponorogo kepada Paku Buwono (PB) II. Ceritanya, saat terjadi Geger Pacinan yang memporak-porandakan istananya di Kartasura, PB II menyelamatkan diri ke Ponorogo.

Di Ponorogo, tahun 1742, PB II menemui kakaknya yaitu Pangeran Wilopo Kusumo. Saat itu PB II juga singgah ke Pondok Gebang Tinatar di Desa Tegalsari Ponorogo.

ADVERTISEMENT

Sebelum pulang ke Kartasura, PB II diberi kenang-kenangan sepasang kebo bule oleh Kyai Ageng Besari pimpinan Pondok Gebang Tinatar. Dari situlah hubungan antara Surakarta dan Ponorogo semakin harmonis.

Kesenian Kebo Bule Kyai Slamet Geyol di Ponorogo

Kesenian ini dirintis warga Desa Sukosari, Ponorogo, pada 2018. Model pertunjukan kesenian ini ada yang di dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan (outdoor). Pertunjukan di dalam ruangan berupa pertunjukan drama teatrikal yang mengisahkan perjalanan PB II dari Kartasura, kegiatannya di Ponorogo, hingga kepulangannya yang membawa sepasang kebo bule.

Sedangkan pertunjukan di luar ruangan berupa tari-tarian kebo dengan lantunan syair bernafas Islam dan mengandung pesan-pesan moral keagamaan. Pertunjukan itu biasanya diselingi ceramah keagamaan yang juga mengenalkan sejarah kebo bule sebagai kesenian khas Ponorogo.

Mengenai arti nama Kebo Bule Kyai Slamet Geyol, silakan baca di halaman selanjutnya...

Nama kelompok kesenian masyarakat Kebo Bule Kyai Slamet Geyol itu mengandung makna yang dalam. Geyol adalah singkatan guyub rukun eling bolo ora bakal lali (guyub rukun tidak akan lupa dengan teman). Sedangkan bule singkatan dari bareng ulama langgeng mben mburine (bersama ulama kekal sepanjang masa).

Peralatan musik pengiring kesenian ini adalah gong, kenong, kendhang, remo, simbel, jedor, kompang, kecer, dan orgen. Di dalam pementasannya, para pemain kesenian ini tidak boleh meminum minuman beralkohol.

Para pemainnya juga mengenakan pakaian yang melambangkan tokoh-tokoh bersejarah yang berkaitan dengan perjalanan Sunan PB II selama di Ponorogo, seperti Sunan Pakubuwono II, Adipati Surobroto, Kyai Ageng Muhammad Besari, Imam Puro, dan lain-lain.

Kebo Bule dari Keraton Solo untuk Ponorogo

Dalam jurnal terbitan Sebatik itu disebutkan, Putri PB XII Gusti Kanjeng Ratu Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng pernah merekomendasikan kebo bule sebagai kesenian khas Ponorogo.

"Memang benar, berdasarkan sejarah Kebo Bule di Keraton Surakarta berasal dari Ponorogo. Jika warga Ponorogo akan membuat kesenian Kebo Bule sebagai kesenian khas Ponorogo silakan saja (FGD dengan Gusti Mung, 14 Juli 2019)."

Tak hanya mempersilakan, Keraton Kasunanan Surakarta juga pernah memberikan empat kebo bule ke Ketua Paguyuban Kawulo Keraton Surakarta (Pakasa) Ponorogo, KRA Gendut Wiryo Diningrat pada 19 September 2021.

Empat kebo bule itu, dua jantan dan betina, bernama Kiai Patmono, Nyai Ngatmini, Kiai Setu, dan Nyai Suti.

"Keempat kebo atau maeso ini kemudian dibawa pulang ke Ponorogo, terus Pak Bupati tanggap. Akhirnya ini bisa menjadi aset Ponorogo," kata Wakil Ketua Pakasa KRA Suro Agul-Agul atau Sunarso (54) pada Sabtu (2/10/2021), dikutip dari detikNews.

Halaman 2 dari 2
(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads