Film Srimulat: Hil Yang Mustahal Babak Pertama akhirnya meluncur setelah berproses selama bertahun-tahun. Bahkan disebutkan bahwa proses pra-produksi film itu berlangsung selama empat tahun.
Putra dari pendiri Srimulat, Teguh Slamet Rahardjo dengan Djudjuk Djuwariah, Eko Saputro menceritakan proses terlama ialah riset hingga sesuai dengan fakta. Selain itu, tim sempat melakukan beberapa revisi.
"Sempat revisi sutradara, revisi skenario, pemain, hunting lokasi, akhirnya ketemu IDN, produser Mbak Susanti istrinya Mas Nugros, cocok. Kalau dihitung sejak awal, prosesnya empat tahun," kata Koko, sapaannya, saat dijumpai di warung Ndopo Srimulat, Minggu (29/5/2022).
Dalam produksi film ini, Koko sendiri didapuk sebagai narasumber utama berkaitan dengan sejarah Srimulat. Sebab dia sejak kecil sudah hidup di tengah Srimulat. Sementara para pemain lama sudah meninggal dunia.
Dia menceritakan kesulitan lainnya ialah bagaimana membuat aktor dan aktris bisa memainkan karakter para pelawak Srimulat. Sebab satu orang dituntut memainkan dua karakter.
"Pemain itu latihan dari nol. Mereka memang aktor tapi di sini mereka butuh karakter khusus, karena satu orang harus memainkan dua karakter, yaitu karakter di panggung dan karakter di luar panggung. Bahkan di tengah jalan ada yang mundur karena merasa nggak mampu," ujarnya.
Setelah proses pra-produksi selesai, kru memulai syuting Desember tahun lalu hingga sekitar dua bulan. Proses ini dirasa cukup lama karena para pemain bermain hampir tanpa skrip.
"Di lapangan, skrip tidak berlaku. Itu yang bikin pemain kalang kabut. Di Sriwedari, di Taman Mini itu mereka disuruh pentas beneran. Ceritanya begini, nggak ada skrip. Mereka aktor pasti bingung. Dan ini memang dicari gagalnya juga. Karena awal-awal dulu Srimulat ada gagalnya," ungkapnya.
Dari sisi artistik, Koko mengatakan banyak lokasi yang harus diset sesuai kondisi zaman dahulu. Seperti di Solo, tim harus merombak Pasar Gede hingga Gedung Wayang Orang Sriwedari.
"Ini gambar mahal semua. Pasar Gede itu dibuat detail-detailnya supaya terlihat seperti era 1980, ada bus jadul. Kita dulu pentas di Balekambang, tapi kita syuting di dalam Sriwedari karena lebih luas. Tapi kita rombak total seperti di foto-foto zaman dulu," kata dia.
Belum lagi karena kendala pandemi COVID-19 yang dua tahun berlangsung. Banyak kegiatan yang harus mundur. Selain itu, protokol kesehatan harus ketat agar tidak muncul klaster dari kru film Srimulat.
"Protokol kesehatan kita ketat sekali, harus antigen kalau mau masuk. Vitamin itu sudah wajib. Dan untungnya nggak ada satu pun yang terpapar COVID saat itu," tutupnya.
Simak Video "Video: Harapan Jokowi soal Suksesi Keraton Solo"
(bai/aku)