Tembok peninggalan Keraton Kartasura yang berusia lebih dari tiga abad kini dijebol orang yang mengaku sebagai pemilik lahan. Kasus perusakan bangunan bersejarah itu menarik perhatian banyak pihak.
Hanya saja, fungsi tembok itu di masa lalu masih simpang siur. Diduga, tembok itu merupakan benteng dari bangunan keraton.
Juru pelihara situs Keraton Kartasura, Fredo Candra Kusuma mengatakan dulunya Keraton Kartasura memiliki dua lapis benteng. Sisa-sisanya masih bisa ditemukan meski dalam kondisi tidak lengkap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benteng di lapisan dalam biasa disebut cepuri, yaitu benteng yang melindungi bangunan utama keraton. Sedangkan benteng yang berada di sisi luar biasa disebut Baluwarti.
"Ada benteng utamanya, namanya Cepuri, temboknya masih terlihat melingkar. Di tengahnya ada makam selir Sinuhun Pakubuwono IX, Bendoro Raden Ayu Adipati Sedah Mirah," kata Fredo saat dihubungi detikJateng, Senin (25/4/2022).
Dia berkeyakinan bahwa tembok yang dibongkar dan menjadi sorotan masyarakat itu merupakan bagian dari benteng Baluwarti. Dengan demikian, tembok itu tidak termasuk bangunan utama keraton.
Dia beralasan, di sebelah timur tembok tersebut masih ada beberapa artefak lain yang juga bukan bangunan utama keraton, misalnya, kabun tanah kuncu dan Gedung Obat.
Sedangkan pendapat berbeda disampaikan oleh kerabat Keraton Kasunanan Surakarta, KGPH Puger. Dia meyakini tembok yang dijebol merupakan bagian dari benteng Cepuri.
"Tembok itu (yang dijebol) masih Cepuri, karena jaraknya masih terlalu dekat dengan bangunan utama. Bagian Cepuri itu kemungkinan luas, karena dipakai untuk banyak fungsi, keputren, dan lain-lain," ujar Puger saat dihubungi detikJateng.
Putra mendiang Paku Buwana XII itu menyebut benteng di Keraton Kartasura hanya selapis. Hal itu berbeda dengan Keraton Surakarta yang memiliki benteng 2 lapis.
"Keraton Kartasura ini bentengnya cuma satu. Kemungkinan itu yang membuat dulu mudah diserang. Makanya di Surakarta itu dibuat dua sama tembok Baluwarti," katanya.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah, Sukronedi, mengatakan hal tersebut sedang dikaji lebih lanjut oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).
"Tentu hal tersebut sedang dikaji TACB, nama-nama bagiannya apa saja, akan didetailkan," ujarnya.
(ahr/aku)