Gedung Agung, Saksi Bisu Pahit Getir Perjalanan Bangsa

Cagar Budaya Jogja

Gedung Agung, Saksi Bisu Pahit Getir Perjalanan Bangsa

Tim detikJateng - detikJateng
Sabtu, 19 Feb 2022 09:10 WIB
Gedung Agung Yogyakarta.
Gedung Agung Yogyakarta (Foto: dok. BPCB DIY tahun 2010)
Yogyakarta -

Gedung Agung Yogyakarta berada di Jalan Margo Mulyo, kawasan Titik Nol Kilometer Kota Jogja. Bangunan yang kini menjadi Istana Kepresidenan itu awal mulanya dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada abad 18, tepatnya tahun 1824.

Gedung Agung Yogyakarta saat ini berstatus cagar budaya tidak bergerak. Mengutip website BPCB DIY, berikut ini sejarah Gedung Agung Yogyakarta.

Masa pemerintah Hindia Belanda

Bangunan utama Gedung Agung merupakan bangunan yang pertama kali didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda sekitar tahun 1824. Pembangunan diprakarsai oleh Residen Jonkheer Anthonie Hendrik Smissaert (1823-1825) dengan arsitek bernama A Payen. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan selama +6 tahun. Fungsi bangunan digunakan sebagai kantor residen. Letak bangunan ini strategis karena berada di sisi jalan poros sumbu filosofis dan berhadap-hadapan dengan loji besar Benteng Vredeburg. Pada masa Hindia Belanda, gedung ini dikenal dengan nama Loji Kebun, karena di bangunan loji itu di halaman depan dan belakang penuh dengan hamparan rumput dan pertamanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tanggal 10 Juni 1867, gempa bumi tektonik mengguncang Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Gempa bumi menyebabkan gedung residen ini rusak berat. Maka pada tahun 1869 oleh Residen A.J.P. Hubert Desire Bosch dilakukan rehabilitasi terhadap bangunan kantor residen ini. Keberadaan Kantor Residen mengalami peningkatan status menjadi gubernuran pada 19 Desember 1927 setelah Yogyakarta ditetapkan menjadi setingkat provinsi.

Sebagai gedung atau loji residen dan kemudian berubah menjadi gubernuran, maka berbagai peristiwa penting kenegaraan dilakukan di bangunan ini. Peristiwa kenegaraan saling kunjung antara Gubernur dengan Sri Sultan yang bertakhta dilakukan setiap tahun. Gubernur Belanda melaksanakan kunjungan ke keraton setiap adanya upacara pisowanan garebeg. Sri Sultan mengadakan acara tedhak loji atau kunjungan balasan ke kantor gubernur pada setiap perayaan ulang tahun Ratu Belanda.

ADVERTISEMENT

Momentum sangat penting adalah adanya perundingan 'kontrak politik' antara Pemerintah Hindia Belanda dengan calon sultan yang akan bertakhta. Hal itu dilaksanakan setiap menjelang adanya penobatan atau naik takhta sultan di Keraton Yogyakarta. Perundingan 'kontrak politik' yang memakan waktu paling lama adalah antara GRM Dorojatun (kelak menjadi HB IX) dengan Gubernur Belanda Lucien Adam pada tahun 1940.

Masa pemerintahan Jepang

Pada masa pemerintahan Jepang tanggal 5 Maret 1942 sampai dengan 1945, gedung ini digunakan untuk kediaman Koochi Zimmukyoku Tyookan. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII pernah mengadakan kunjungan persahabatan kepada pejabat Jepang tersebut. Peristiwa penting dan menegangkan yang pernah terjadi serta menjadi catatan penting adalah peristiwa penurunan bendera Hinomaru Jepang dari Gedung Tyookan atau Cokan Kantai (sekarang : Gedung Agung) pada 21 September 1945.

Insiden itu merupakan upaya penggantian bendera Hinomaru Jepang untuk diganti dengan bendera Republik Indonesia Merah Putih. Upaya berbagai elemen bangsa, di antaranya kelompok pemuda, BPU (Barisan Penolong Umum), Polisi Istimewa, dan BKR melakukan penurunan bendera dengan penuh perjuangan di bawah ancaman senjata Jepang.

Masa awal-revolusi kemerdekaan RI

Pada awal kemerdekaan yaitu pada tanggal 29 Oktober 1945 bangunan ini digunakan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia (KNI). Pada saat ibu kota Republik Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta tanggal 4 Januari 1946, maka gedung ini berfungsi sebagai Istana Negara. Presiden Sukarno menggunakan Gedung Agung untuk kantor sekaligus rumah kediaman keluarga, sehingga salah satu putrinya, Megawati Sukarno Putri juga terlahir di istana ini.

Momentum peristiwa penting bagi bangsa Indonesia pada saat masa revolusi mempertahankan kemerdekaan yang terjadi di gedung ini adalah sebagai berikut.

1. Pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia pada 3 Juli 1947.
2. Momentum dramatis penangkapan Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh Hatta dan akhirnya diasingkan ke Bangka tanggal 19 Desember 1949.
3. Penyambutan kedatangan para pemimpin Indonesia yaitu Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh Hatta dari pengasingan oleh delegasi UNCI (United Nations Commission for Indonesia) dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) pada 6 Juli 1949.
4. Momentum berakhirnya eksistensi ibu kota Republik Indonesia di Yogyakarta sampai dengan tanggal 28 Desember 1949, Presiden Sukarno memberikan kesan-kesannya sebagai berikut, "Djogjakarta mendjadi termasjhur oleh karena djiwa kemerdekaannja. Hiduplah terus djiwa kemerdekaan itu!".

Pada tanggal 29 Desember 1949 Pemerintah Republik Indonesia secara resmi kembali ke Jakarta.

Ruangan Gedung Agung

Pada ruang utama Gedung Agung Yogyakarta terdapat beberapa ruang. Ruangan-ruangan tersebut diberi nama khusus, seperti Ruang Garuda, Ruang Soedirman dan Ruang Diponegoro. Selain ketiga ruangan tersebut, terdapat kamar-kamar tempat presiden dan wakil presiden beserta keluarga biasa menginap.

Ruang Garuda merupakan sebuah ruangan besar sebagai ruang resmi untuk menerima tamu. Ruangan Soedirman dibuat untuk mengenang perjuangan Panglima Besar Soedirman dalam memimpin gerilya melawan Belanda. Di ruangan inilah dulu Panglima Besar Soedirman mohon diri kepada Presiden Soekarno, untuk meninggalkan kota dalam rangka memimpin perang gerilya melawan Belanda. Ruang Diponegoro untuk mengenang perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda.

Bangunan lain adalah Wisma Negara, wisma ini dibangun pada tahun 1980. Kemudian terdapat Wisma Indraphrasta, wujud bangunan asli kantor Asisten Residen Belanda, penggagas bangunan yang kini menjadi istana ini (Gedung Agung). Kemudian ada Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretawu, dan Wisma Saptapratala.

Ditetapkan cagar budaya

Kompleks Gedung Agung telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui PM.89/PW.007/MKP/2011. Kompleks Gedung Agung terletak di Jalan Ahmad Yani atau kini bernama Jalan Margo Mulyo No 3, Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta.




(rih/mbr)


Hide Ads