Perjalanan Panjang Kota Jogja Menjadi Daerah Otonom

Perjalanan Panjang Kota Jogja Menjadi Daerah Otonom

Tim detikjateng - detikJateng
Kamis, 20 Jan 2022 12:15 WIB
Proses penataan kawasan Tugu Pal Putih, Yogyakarta, telah rampung dilakukan. Kawasan itu kini kian setelah bebas dari kabel melintang. Berikut potretnya.
Tugu Pal Putih Jogja (Foto: Pius Erlangga/detikJateng)
Jogja -

Berdirinya Kota Jogja berawal dari adanya Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755 lalu. Perjanjian ini ditandatangani kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel.

Isi Perjanjian Giyanti, Negara Mataram dibagi dua yakni setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Jogja), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribu kota di Ngayogyakarta (Jogja). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.

Tempat yang dipilih menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan ini ialah hutan yang disebut Beringin, di mana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang di sana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut di atas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabat hutan tadi untuk didirikan keraton.

ADVERTISEMENT

Sebelum keraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempati pesanggrahan resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan keraton yang sedang dikerjakan.

Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di keraton yang baru. Peresmian mana terjadi tanggal 7 Oktober 1756.

Kota Jogja dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di hutan Beringin, suatu kawasan di antara Sungai Winongo dan Sungai Code di mana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu.

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI. Selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 Sultan mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Pada tanggal 30 Oktober 1945, Sultan mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional

Meskipun Kota Jogja baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Jogja belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan masih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kota Jogja yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Jogja yang meliputi wilayah Kesultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Jogja.

Selengkapnya di halaman berikut...

Untuk melaksanakan otonomi tersebut wali kota pertama yang dijabat oleh Ir Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Jogja sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya wali kota kedua dijabat oleh Mr Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang. DPRD Kota Jogja baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.

Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Jogja.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.

Sedangkan Kotamadya Jogja merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di mana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Jogja diubah menjadi Kota Jogja sedangkan untuk pemerintahannya disebut dengan Pemerintahan Kota Jogja dengan Wali Kota Jogja sebagai Kepala Daerah.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Rekaman CCTV Innova Seruduk Brio dan 4 Motor di Timoho Jogja"
[Gambas:Video 20detik]
(rih/ams)


Hide Ads