Ditanya Jateng Punya Apa, Sardono W Kusumo: Semuanya!

Launching detikJateng

Ditanya Jateng Punya Apa, Sardono W Kusumo: Semuanya!

Dinda Listy - detikJateng
Sabtu, 05 Feb 2022 18:47 WIB
Launching detikJateng, Solo, Sabtu (5/2/2022).
Launching detikJateng, Solo, Sabtu (5/2/2022). (Foto: dok detikJateng)
Solo -

Dalam hal kebudayaan, Jawa Tengah sebenarnya punya modal yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan Korea Selatan. Tapi kenapa justru Korean Wave yang kini menguasai dunia?

Pertanyaan menggelitik itu dilontarkan Editor in Chief detikcom Alfito Deannova kepada budayawan Sardono W Kusumo dalam diskusi bertajuk 'Jateng Punya Apa' di acara launching detikJateng di Hotel Alila, Kota Solo, Sabtu (5/2/2022).

Menurut Sardono W Kusumo, Korea pernah punya pengalaman pahit dijajah Jepang. Singkat cerita, setelah merdeka pasca-Perang Dunia II, Korea Selatan pun menolak infiltrasi budaya dari dua negara besar yang mengimpitnya, yaitu Jepang dan Tiongkok.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dia (Korea Selatan) kemudian membikin cara pendekatan yang sama sekali baru. Ini membutuhkan energi dan sinergi yang besar untuk semuanya maju dalam satu tujuan," kata Sardono yang akrab disapa Mas Don itu.

Jika Korea Selatan mesti membangun kebudayaannya dari nol, tidak demikian dengan Jawa Tengah. Sebab, Mas Don mengatakan, peradaban dunia saja pertama kalinya dimulai dari Jawa Tengah. "Ingat, Homo Soloensis itu yang pertama kali menemukan api," kata maestro seni tari kontemporer Indonesia itu.

ADVERTISEMENT

Tak hanya unggul sejak zaman prasejarah, Mas Don berujar, Jawa Tengah juga lebih dulu terkenal di mata dunia sebagai pusat industri. Dia menyebut ada 296 pabrik gula di Jawa Tengah pada masa kolonial.

Mas Don mengatakan, di Jawa Tengah juga terdapat satu pusat kebudayaan Jawa, yaitu Keraton Kasunanan. Dari keraton di Kota Solo itulah era baru kepujanggaan di Jawa dimulai.

Dari pujangga Ronggowarsito, lahirlah para penerusnya yang salah satunya dikenal sebagai cikal bakal Fakultas Satra UGM. "Jawa Tengah punya WS Rendra sampai Wiji Thukul," kata Mas Don.

Berbekal modal yang luar biasa besar itulah, Sardono optimistis kebudayaan Jawa Tengah tak akan tergerus oleh kebudayaan asing. Justru sebaliknya, kebudayaan Jawa Tengah bisa bersaing dengan budaya dari negara-negara maju penguasa algoritma.

"Di zaman algoritma ini, harus kita mulai algoritma yang berdampingan dengan bioritme. Jadi selalu ada tubuh manusia, indranya terlibat dengan penuh daya ingat dan imajinasi," kata Mas Don.

"Jadi kalau ditanya Jateng punya apa, Jateng punya semuanya, Mas Fito," kata Mas Don disambut tepuk tangan para tamu undangan.




(aku/sip)


Hide Ads