Tarif Trump Masih Tak Pasti, Pemerintah Kebut Negosiasi IEU CEPA

Tarif Trump Masih Tak Pasti, Pemerintah Kebut Negosiasi IEU CEPA

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Jumat, 16 Mei 2025 13:48 WIB
Wamendag Dyah Roro usai melepas ekspor furnitur PT Philnesia International ke Amerika Serikat di Semarang, Jumat (16/5/2025).
Wamendag Dyah Roro usai melepas ekspor furnitur PT Philnesia International ke Amerika Serikat di Semarang, Jumat (16/5/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti menanggapi soal rencana kenaikan tarif dagang oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap produk-produk dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Pemerintah pun mengebut kerja sama ekonomi dengan Uni Eropa melalui perjanjian I-EU CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement).

"Kalau mengenai tarif Trump, kita harus wait and see. Kita harus menunggu bagaimana keputusan akhir proses negosiasinya itu seperti apa," kata Dyah Roro di usai melepas ekspor produk furnitur ke Amerika di PT Philnesia International, Kawasan Industri Wijaya Kusuma, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Jumat (16/5/2025).

"Mengingat Presiden Trump telah menerapkan 90 days pause, kita optimalkan dulu ini kurang lebih mungkin 60-an hari lagi atau 50-an hari lagi dan tim negosiasi kita masih bernegosiasi dengan pemerintah di Amerika Serikat," lanjutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dyah memastikan hubungan dagang Indonesia-Amerika Serikat tetap kuat. Amerika Serikat disebut sebagai salah satu mitra dagang utama RI, selain Tiongkok dan negara-negara lain. Meski ada ketidakpastian global, Indonesia tetap mampu produktif dan kompetitif.

"Maka momentum ini (pelepasan ekspor) harus kita kedepankan negara Indonesia walaupun ada ketidakpastian global tapi kita tetap berdaya, kita tetap produktif dan kita bisa tetap menghasilkan karya," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Ia menyebut hingga kini ekspor furnitur masih berjalan normal tanpa hambatan signifikan. Namun, pemerintah tetap menyiapkan strategi dalam menghadapi tarif Trump.

"Kalau kegiatan ekspor khususnya furnitur itu masih berjalan normal. Tidak ada hambatan ataupun tantangan, tetapi kita harus menunggu sampai keputusan akhir, mengingat ini masih fluktuatif," jelasnya.

Percepat Kerja Sama IEU CEPA

Dalam kesempatan itu, Dyah juga menyinggung upaya Indonesia untuk diversifikasi pasar ekspor. Salah satunya dengan mempercepat kerja sama ekonomi dengan Uni Eropa melalui perjanjian IEU CEPA.

"Kalau dengan Eropa, kita sedang dorong kerja sama IEU CEPA. Ketika kita bicara mengenai perdagangan, itu lintas komoditas, semuanya ter-cover dan kita sedang mencari potensi lainnya," jelasnya.

"Memang sebelum tarif Trump ditetapkan, kita sudah melakukan diversifikasi pasar ekspor. Dunia ini sangat besar, potensi negara lain untuk kita ekspor juga semakin besar," lanjutnya.

Ekspor Furnitur ke AS Senilai USD 120 Ribu

Sebagai informasi, Wamendag Roro hadir dalam acara pelepasan ekspor lima kontainer furnitur produksi dalam negeri ke Amerika Serikat. Nilai ekspor ini 120 ribu USD atau Rp 1,9 miliar.

"Ini menjadi salah satu upaya bentuk kerja nyata bahwa Indonesia bisa dengan sumber daya manusia yang mumpuni dengan teknologi yang memadai, yang kemudian memungkinkan furnitur kita mampu berdaya saing hingga ke pasar internasional," jelasnya.

Dyah menambahkan neraca perdagangan RI masih menunjukkan tren positif. Tahun 2024, surplus perdagangan mencapai USD 31,04 miliar dengan pertumbuhan tahunan 11,63 persen. Dengan adanya perjanjian perdagangan internasional yang telah disepakati pemerintah pusat dengan negara-negara Eropa, ia berharap angka perdagangan di Indonesia dapat kian meningkat.

"Secara garis besar perdagangan Indonesia kita menunjukkan tren pertumbuhan tahunan positif sebesar 11,36 persen. Kemudian surplus neraca perdagangan kita tercatat 31,04 miliar USD pada 2024," ungkapnya.

"Kita sedang mengebut salah satu perjanjian perdagangan yang sangat penting, Indonesia EUSIPA, ini salah satu mitra strategis kita, apalagi untuk furnitur salah satu lokasi tujuannya adalah ke Eropa," lanjutnya.

Sementara itu, Direktur PT Philensia Internasional, Erick Luwia, mengakui tarif 10 persen dari Amerika Serikat saat ini cukup menantang dan masih menjadi persoalan.

"Memang banyak challenge yang muncul dari tarif dagang Trump. Tarif 10 persen yang diaplikasikan sekarang, kami dengan pemerintah memikirkan bagaimana kita mendapatkan efisiensi dari sisi kita untuk memitigasi efek tarif tersebut," jelas Erick.

"Kalau kita bisa mengirit setiap departemen, hanya 1 persen itu pun akan sangat membantu," tuturnya.

Erick menyebut perusahaannya sempat waswas saat AS sempat merencanakan tarif hingga 42 persen. Namun karena ekspor dilakukan berdasarkan rencana jangka panjang, aktivitas produksi masih berjalan stabil.

"Dampak 42 persen waktu itu baru, belum terlalu lama, dan sudah ada reverse akan ada cancel. Mungkin dari sisi kita lebih ke arah ketidakpastian untuk di tahun-tahun berikutnya," tutup Erick.




(ams/apl)


Hide Ads