- Apa Itu PPN?
- Tarif PPN di Indonesia
- Dasar Pengenaan PPN 1. Harga Jual 2. Penggantian 3. Nilai Impor 4. Nilai Ekspor 5. Nilai Lain
- Barang yang Kena dan Tidak Kena Pajak A. Barang Kena PPN (BKP) B. Barang yang Tidak Kena PPN (Non-BKP)
- Jasa yang Kena dan Tidak Kena Pajak A. Jasa Kena PPN (JKP) B. Jasa yang Tidak Kena PPN (Non-JKP)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia resmi naik per 1 Januari 2025. Tarif PPN yang awalnya 11% akan naik menjadi 12%. Hal ini pun membuat masyarakat bertanya-tanya, apa itu PPN sebenarnya? Mari simak penjelasan ini untuk mendapatkan jawabannya!
Dilansir detikFinance, kenaikan tarif PPN ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa tarif PPN Indonesia yang saat ini 11% masih relatif rendah dibandingkan dengan negara lain.
Beberapa negara dengan tarif PPN lebih tinggi, seperti Brasil (17%), Afrika Selatan (15%), India (18%), dan Turki (20%). Meski begitu, Sri Mulyani juga mencatat bahwa beberapa negara seperti Thailand (7%), Singapura (9%), dan Australia (10%) memiliki tarif PPN yang lebih rendah daripada Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, apa itu PPN sebenarnya? Jika ingin mempelajari PPN lebih dalam, sebaiknya jangan lewatkan pembahasan lengkapnya di bawah ini!
Apa Itu PPN?
Dikutip dari buku Pedoman Lengkap Pajak Pertambahan Nilai yang disusun Drs Chairil Anwar Pohan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai barang atau jasa dalam proses produksi dan distribusi hingga ke konsumen akhir. Dalam bahasa Inggris, PPN dikenal sebagai Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). Pajak ini berlaku di banyak negara, termasuk Indonesia, dengan tujuan utama meningkatkan pendapatan negara.
PPN merupakan pajak tidak langsung, artinya konsumen akhir yang menanggung pajak ini, tetapi pajak tersebut disetor oleh pelaku usaha. PPN dipungut pada setiap tahap transaksi dari produsen hingga pedagang. Proses pemungutannya melibatkan nilai tambah yang dihasilkan dalam pengolahan atau distribusi barang dan jasa.
Konsep nilai tambah mencakup selisih antara harga jual dengan harga beli suatu produk. Nilai ini mencerminkan upah, biaya produksi, serta laba yang dihasilkan oleh produsen atau pedagang. PPN dihitung berdasarkan nilai tambah ini, sehingga pajak dikenakan secara bertahap pada setiap proses ekonomi.
Sebagai pajak berbasis konsumsi, PPN sangat penting dalam sistem perpajakan. Pajak ini bersifat fleksibel karena dapat diterapkan pada berbagai jenis barang dan jasa. Dengan sistem multi-stage levies, PPN memastikan bahwa pajak dikenakan adil pada setiap tahapan transaksi tanpa membebani satu pihak secara berlebihan.
Tarif PPN di Indonesia
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia pertama kali ditetapkan sebesar 10 persen berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1983. Sejak diberlakukan, tarif ini menjadi standar PPN untuk berbagai barang dan jasa di Indonesia. Pajak ini berlaku secara luas untuk transaksi dalam negeri, yang mencakup barang konsumsi, barang modal, dan jasa lainnya, dengan beberapa pengecualian sesuai ketentuan.
Pada 1 April 2022, pemerintah melalui pengesahan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen. Kenaikan tarif ini merupakan bagian dari kebijakan fiskal untuk mendongkrak pendapatan negara serta mendukung program pembangunan nasional yang lebih berkelanjutan. Kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dan kebutuhan untuk memperbaiki defisit anggaran.
Pemerintah juga telah merencanakan kenaikan tarif PPN berikutnya menjadi 12 persen yang dijadwalkan pada 1 Januari 2025. Kenaikan tarif ini bertujuan untuk lebih meningkatkan penerimaan negara, yang nantinya akan dialokasikan untuk pembiayaan berbagai program pembangunan.
Dasar Pengenaan PPN
Dirangkum dari laman resmi Kementerian Keuangan, terdapat beberapa hal yang menjadi dasar pengenaan PPN, yaitu:
1. Harga Jual
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) pertama untuk PPN adalah harga jual, yang merupakan nilai uang yang ditetapkan penjual untuk barang atau jasa yang diserahkan. Harga jual ini mencakup semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual, tetapi tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tertera dalam faktur pajak.
Dengan kata lain, harga jual adalah total nilai yang dibayar konsumen untuk memperoleh barang atau jasa, sebelum perhitungan pajak. Oleh karena itu, harga jual menjadi acuan utama dalam perhitungan pajak yang harus dibayar oleh konsumen. Tarif PPN kemudian dihitung berdasarkan harga jual yang tercatat dalam transaksi tersebut.
2. Penggantian
Penggantian merupakan nilai uang yang dibayarkan atau seharusnya dibayar sebagai imbalan atas penyerahan jasa atau ekspor barang dan jasa kena pajak (JKP dan BKP Tidak Berwujud). Penggantian ini juga mencakup biaya yang diminta oleh pengusaha sebagai imbalan dari transaksi tersebut. Tidak termasuk dalam penggantian adalah PPN yang dikenakan serta potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak.
Jika pengusaha menerima pembayaran atas jasa atau barang yang diekspor, nilai yang dibayarkan tersebut menjadi dasar untuk menghitung PPN. Oleh karena itu, penggantian memiliki peranan penting dalam menentukan besaran PPN yang harus dibayar.
3. Nilai Impor
Nilai impor adalah dasar penghitungan PPN yang terkait dengan impor barang kena pajak (BKP). Nilai ini mencakup uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk, ditambah dengan pungutan kepabeanan dan cukai terkait.
Namun, nilai ini tidak termasuk PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dikenakan atas impor barang tersebut. Dasar pengenaan PPN pada impor barang bertujuan untuk menghitung pajak yang dikenakan berdasarkan nilai barang saat masuk ke negara. PPN pada impor dihitung dari nilai impor yang sudah dikenai bea masuk dan pungutan lainnya.
4. Nilai Ekspor
Untuk ekspor, dasar pengenaan PPN adalah nilai uang yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir atas barang yang dijual ke luar negeri. Nilai ini mencakup seluruh biaya yang ditetapkan oleh eksportir, tidak termasuk PPN yang dikenakan atau potongan harga.
PPN pada ekspor diberlakukan sesuai dengan nilai yang tercantum dalam transaksi ekspor barang. Penentuan nilai ekspor ini penting untuk menghitung pajak yang dikenakan atas barang yang keluar dari negara. Sehingga, nilai ekspor menjadi dasar penghitungan PPN dalam perdagangan internasional.
5. Nilai Lain
Terdapat ketentuan mengenai nilai lain yang dapat dijadikan dasar pengenaan PPN, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Ketentuan ini ditetapkan untuk menjamin keadilan dalam pengenaan pajak, terutama ketika harga jual, nilai penggantian, nilai impor, atau nilai ekspor sulit ditentukan.
Hal ini berlaku pada transaksi tertentu, seperti penyerahan barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah dapat menetapkan nilai lain untuk memastikan bahwa PPN tetap dikenakan secara adil. Kebijakan ini penting untuk menciptakan kepastian hukum dalam sistem perpajakan.
Barang yang Kena dan Tidak Kena Pajak
Masih dikutip dari laman resmi Kemenkeu, berikut ini adalah beberapa barang yang kena dan tidak dikenakan PPN.
A. Barang Kena PPN (BKP)
Berikut adalah contoh barang yang dikenakan PPN:
- Barang berwujud seperti barang bergerak dan barang tidak bergerak.
- Barang konsumsi dan barang industri.
- Barang-barang yang diperdagangkan dalam transaksi ekonomi.
- Setiap barang yang penyerahannya dilakukan dalam rantai distribusi hingga ke konsumen akhir.
- Barang tidak berwujud yang diperdagangkan seperti hak atas kekayaan intelektual.
B. Barang yang Tidak Kena PPN (Non-BKP)
Berikut adalah contoh barang yang tidak dikenakan PPN:
1. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, seperti:
- Beras, jagung, sagu, kedelai.
- Garam (baik yang beryodium maupun tidak).
- Daging segar dan telur.
- Susu dan buah-buahan segar.
- Sayur-sayuran segar.
2. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti:
- Minyak mentah, gas bumi, panas bumi.
- Bijih besi, bijih tembaga, bijih emas, bijih nikel, dll.
3. Batu-batuan seperti granit, marmer, batu kapur, dan lainnya yang digunakan dalam industri.
Jasa yang Kena dan Tidak Kena Pajak
Selain barang, beberapa sektor jasa juga dikenakan PPN. Mari simak informasi berikut ini untuk mengetahui jasa apa saja yang dikenakan dan tidak dikenakan PPN.
A. Jasa Kena PPN (JKP)
Berikut adalah contoh jasa yang dikenakan PPN:
- Jasa konstruksi dan jasa arsitektur.
- Jasa transportasi dan pengangkutan.
- Jasa komunikasi dan teknologi informasi.
- Jasa penginapan dan restoran.
- Jasa profesional seperti konsultasi hukum dan akuntansi.
B. Jasa yang Tidak Kena PPN (Non-JKP)
Berikut adalah contoh jasa yang tidak dikenakan PPN:
- Jasa pelayanan kesehatan medis, seperti rumah sakit dan klinik.
- Jasa pelayanan sosial, termasuk panti asuhan dan lembaga rehabilitasi.
- Jasa pendidikan, seperti sekolah dan kursus.
- Jasa keagamaan, seperti jasa ibadah dan kegiatan keagamaan lainnya.
- Jasa asuransi dan jasa keuangan yang terkait dengan transaksi pribadi.
Demikian penjelasan lengkap mengenai apa itu PPN yang akan naik menjadi 12% pada 2025 mendatang. Semoga bermanfaat!
(par/par)