Perjuangan tidak mengkhianati hasil, itu peribahasa yang tepat untuk menggambarkan usaha bos es teh Ginastel, Kirnadi Andrianto (43). Jatuh bangun hingga pahit manisnya telah ia jalani hingga sukses berbisnis es teh.
Warga Desa Pandeyan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo itu memulai jualan es teh dari satu gerobak di depan pasar, kini mengelola total 3.000 cabang baik cabang kemitraan atau cabang yang dikelolanya sendiri.
"Sampai sekarang alhamdulilah sudah hampir 3.000 gerobak tersebar di seluruh Indonesia. Di Papua ada 9, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Bali juga ada," kata Kirnadi saat ditemui detikJateng di rumahnya di Desa Pandeyan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Kamis (5/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal Karier
Kirnadi awalnya bekerja sebagai teknisi mesin di kapal tanker yang berlayar di kawasan Asia pada tahun 2006-2016. Namun dia memutuskan berhenti dan memutuskan untuk berbisnis.
Dia memulai bisnis dengan ikut franchise Soto Seger Mbok Giyem tahun 2017. Namun saat pandemi COVID-19, pendapatannya menurun drastis dan dia harus memutar otak karena masih memiliki utang di bank.
"Tahun 2017 saya utang bank untuk beli tanah yang sekarang saya jadikan tempat kost. Lalu ada pandemi (pendapatan) menurun, dan saya punya utang. Saya putar otak untuk mencicil angsuran," kata dia.
Dia mencoba membuka usaha lain yang menjual produk aneka minuman di pinggir jalan di depan Pasar Gemolong dengan tenda kayu sederhana. Namun bisnisnya cuma bertahan 3 hari karena tidak laku.
Empat bulan kemudian, ia mencoba bisnis serupa namun sudah fokus pada es teh.
"Saya fokus ke es teh dan varian rasa, alhamdulilah dalam waktu 3 hari terjual 100 cup lebih. Saya jadi tambah semangat," ucapnya.
Selain itu, dia juga mencoba bisnis lain berupa hik gaul untuk menambah penghasilan. Ia menggadaikan SK pegawai sang istri, dan bekerja sama dengan investor untuk permodalan.
Karena tidak bisa mengurusi sendiri, ia mempercayakan seseorang untuk mengelola usahanya. Namun, orang yang ia percaya justru membawa lari uang hasil bisnis tersebut.
"Berjalannya waktu, yang mengelola tidak amanah. Ya udah hancur. Saya harus mengganti investor Rp 150 juta, dan saya harus kehilangan uang Rp 100 juta termasuk kerugian," ujarnya.
Selengkapnya di halaman berikutnya...
Karena bisnis hik-nya sudah gulung tikar, ia mencoba fokus pada bisnis minumannya yang masih berjalan. Dia melihat penjualannya semakin bagus hingga membuka di beberapa cabang, dan mengajak temannya untuk bekerja sama pada tahun 2020.
"Saya punya kawan yang tertarik, dia punya gerobak dan alat, tapi tidak punya bahan dan resepnya. Itu bagi hasilnya 50:50, sampai kita buka tempat di Andong, Kacangan, dan Klego (Boyolali)," kata dia.
Kirnadi kembali fokus ke bisnis sotonya, dan usaha minuman itu dikelola oleh temannya. Bisnis itu berkembang hingga ada pihak yang meminta franchise.
"Berjalannya waktu namanya itu (produk minuman) didaftarkan sama dia, dan uang bagi hasil itu saya tidak dikasih. Termasuk uang mitra, dan uang belanja tidak dikasihkan saya," ucapnya.
Awal Ginastel
Ia mencoba membuka bisnis es teh Ginastel di pada September 2021 yang berawal dari gerobak kecil di Pasar Bugel, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo. Dia membuka bisnis itu menggunakan racikan teh dari kakaknya. Dalam tiga hari pertama bisa menjual 2.160 gelas.
Karena laku, ia kemudian mencoba melakukan ekspansi dengan mencari investor. Konsep bisnis kemudian ia matangkan hingga menjadi bisnis waralaba Ginastel yang orang kenal saat ini.
Ekspansi yang dilakukan membuatnya menambah karyawan, hingga banyaknya orang yang datang untuk bermitra. Tahun 2022 dan 2023 jadi tahun keemasan Kirnadi dengan banyaknya menjalin kemitraan.
"Dalam satu bulan itu (menghabiskan teh) 25 ton. Kalau untuk musim penghujan agak ada penurunan, kalau di musim panas bisa lebih," ucapnya.
Kirnadi melihat banyak bisnis serupa yang bermunculan, dan menjadi pesaing bisnis. Ia meyakinkan kepada mitranya jika Ginastel tidak akan kalah jika kualitas tetap dijaga.
"Mitra rata-rata bilang semua merek lain sudah dicobain, tapi cocoknya dengan Ginastel. Ginastel punya ciri khas sendiri," kata dia.
Saat ini harga kemitraan untuk membuka es teh ginastel di angka Rp 13 juta untuk gerobak besar, dan Rp 12 juta untuk gerobak kecil. Ia tidak mengatakan mitra akan mendapatkan omset berapa banyak per bulannya, namun ia hanya memberi ilustrasi.
"Andaikan satu gelas keuntungannya Rp 1.000, jika terjual 100 gelas itu sudah untuk Rp 100 ribu, jika dijual sendiri tanpa karyawan itu sudah cukup. Jika sehari untuk Rp 50 ribu, tapi kalau punya banyak gerobak untungnya jadi bertambah," jelasnya.
Dalam bisnisnya, ia juga menawarkan kepada mitra untuk membuka lebih dari satu. Bila ada mitra yang mengalami kesulitan permodalan, ia memiliki antisipasinya.
"Saya punya konsep lagi kalau ingin buka banyak, asalkan konsisten dan yakin. Saya bisa dengan konsep bagi hasil, atau kredit," paparnya.
"Orang ingin sukses, ingin besar, bukan hanya dengan bekerja keras, tapi juga harus punya mindset yang besar juga. Harus punya semangat, totalitas, dan yakin," imbuhnya.