Ketidakpastian menggelayuti UD Pramono, salah satu badan usaha pengepul susu di Boyolali. Usaha dagang yang didirikan pria bernama Pramono (67) itu terancam tutup buntut tagihan pajak Rp 671 juta yang berujung kepada pemblokiran rekening bank.
Pramono mengungkap awalnya berencana menutup usaha sebagai pengepul susu sapi perah dari peternak itu sejak 1 November 2024 karena masalah yang dialaminya. Namun, dia akhirnya memutuskan untuk tetap menerima susu dari peternak.
Agar tetap bisa membayar susu dari petani pascarekeningnya diblokir pada 4 Oktober 2024, Pramono terpaksa merogoh tabungannya. Juga telah menjual 6 ekor sapi dengan nilai seratusan juta rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rekeningnya yang diblokir tersebut merupakan uang yang digunakan untuk membayar susu dari petani. Pihaknya berharap, pemblokiran rekening itu dapat segera dibuka lagi dan uang bisa dicarikan, sehingga usahanya bisa berjalan normal.
Jika rekening tersebut tidak dibuka, Pramono menegaskan pihaknya akan menghentikan usaha pengepul susunya. "Ya berhenti lah," ucapnya.
Sempat Dikenakan Rp 2 Miliar
Pramono mengatakan, tagihan pajak dari KPP Pratama sebesar 671 juta itu merupakan tagihan di tahun 2018. Tahun 2021 dia mendapat surat dari kantor KPP Pratama Solo.
Pramono mengungkapkan, sejak memulai usahanya pada 2015, ia membayar pajak per tahunnya sebesar Rp 10 juta. Dia mengaku meminta tolong kepada pegawai pajak untuk menghitungkan pajaknya karena dia hanya lulusan SD, jadi tidak bisa mengurus administrasinya.
Kondisi itu berlanjut hingga pada 2019, dia tidak pernah menerima komunikasi dari kantor pajak di handphone-nya. Dia mengira urusan pajaknya sudah selesai dan sudah dipotong dari hasil penjualannya.
Begitu juga dengan 2020, dia mengira urusan sudah selesai terkait perpajakan karena tidak menerima telepon dari kantor pajak. Hingga di 2021, dia menerima surat dari kantor KPP Pratama Solo.
"Saya dipanggil ke Solo, dikenakan Rp 2 miliar. Saya nggak tahu, pikiran saya cuma candaan saja. Dipanggil lagi, saya lupa (kapan), dipanggil lagi, dikenakan pajak 671 juta. Saya nggak sanggup. Disuruh nawar saya nggak sanggup, kan nggak masuk akal," kata Pramono.
Baru setelah itu, Pramono mulai diajari terkait administrasi mengurus pajaknya. Dia mengungkapkan setelah mendapatkan 'pelajaran' tersebut, hasilnya pada 2018 pajak yang ia bayarkan tetap Rp 5 juta.
Kemudian pada tahun 2019, ia ternyata terkena pajak Rp 75 juta. Pada tahun 2020, dia sempat ditawari untuk membayar Rp 200 juta supaya urusan terkait pajaknya dianggap selesai.
Setelah membayar Rp 200 juta itu, Pramono beranggapan urusan pajak di KPP Pratama sudah selesai. Karena sebelumnya dari petugas pajak menyatakan, Pramono diminta membayar Rp 200 juta, semua urusan pajak sudah selesai.
Namun beberapa bulan berikutnya, lanjut Pramono, dia diminta datang ke KPP Pratama Boyolali untuk tanda tangan penyelesaian.
"Akhirnya ditagih lagi Rp 671 juta itu, saya disuruh bayar. Katanya Rp 200 juta semua sudah selesai," terangnya.
Pramono menyatakan siap membayar pajak. Sejak awal hingga tahun 2024 ini dirinya juga aktif membayar pajak ke KPP Pratama. Dia menyatakan taat pajak.
"Tapi caranya orang yang nggak punya kemampuan pendidikan administrasi itu, saya minta dipotong saja. Berapa saja saya mau. Kalau orang-orang seperti saya itu berilah kelonggaran aturan," ucapnya.
![]() |
KPP Pratama Boyolali Sempat Digeruduk Peternak Sapi Perah
Kasus UD Pramono ini mencuat ke publik setelah sekitar seratusan peternak susu di Boyolali menggeruduk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Boyolali, Senin (28/10) lalu. Mereka mencari kejelasan terkait keberlangsungan Usaha Dagang (UD) Pramono yang selama ini mengambil hasil susu mereka.
Aksi petani susu perah itu buntut kabar dibekukannya rekening UD Pramono sebagai pengepul susu dan penyedia pakan ternak yang diduga dilakukan oleh KPP Pratama Boyolali. Dampaknya pemblokiran rekening itu, Pramono berencana menghentikan usahanya.
"Kami ke sini mau menanyakan, sebenarnya Pak Pramono UD itu bangkrut atau duitnya itu diblokir atau dibekukan. Karena saya andalannya hanya itu (susu perah)," kata salah seorang peserta aksi, Sriyono (37), kepada para wartawan ditemui di depan kantor KPP Pratama Boyolali, Senin (28/10).
Menurut dia, pembayaran susu dari UD tersebut ke petani sempat macet. Bahkan, kiriman pakan ternak juga sudah dikurangi.
"Harapannya cepat klir saja. Kasihan peternak yang di desa saya itu yang kecil-kecil penghasilannya. Kasihan. Kalau sampai macet total (UD Pramono berhenti ambil susu petani), susu saya mau buat apa. Jumat (1/11) ini informasinya, kalau tidak klir Jumat ini akan berhenti," imbuh dia.
Kekhawatiran yang sama diutarakan Gito. Dia ikut datang ke KPP Pratama tersebut untuk mencari tahu keberlangsungan UD Pramono yang menjadi pengepul susu dari petani itu.
Gito mengemukakan, pembayaran susu ke petani di wilayahnya belum macet. Tetapi dia mendapat kabar jika mulai Jumat akan berhenti dan tutup.
"Katanya hari Jumat akan tutup. Susu nggak diambil. (Susu) Petani akan disetorkan ke mana?" imbuh dia.
Para petani sapi perah itu datang ke KPP Pratama Boyolali di jalan Semarang-Solo, Mojosongo, Boyolali itu sekitar pukul 10.00 WIB. Aksi itu juga mendapat pengamanan dari petugas Polres Boyolali.
Sekitar 5 orang perwakilan mereka, sekitar pukul 10.30 WIB, kemudian diminta masuk dan ditemui Kepala KPP Pratama Boyolali dan jajarannya untuk audiensi. Audiensi pun berjaln cukup lama, hingga sekitar pukul 13.30 WIB.
Salah satu perwakilan warga yang ikut audiensi, Edwin Yudhianto, mengatakan audiensi untuk memperjuangkan teman-teman petani yang notabene selama ini bergantung pada kegiatan usaha dari Pramono. Dari audiensi dengan KPP Pratama tersebut memiliki tujuan sama, yakni UD Pramono harus dipertahankan dan bisa tetap berjalan.
Bagaimana tanggapan KPP Pratama Boyolali saat itu, bisa dibaca di halaman selanjutnya:
Tanggapan Kantor Pajak Boyolali
Sementara itu Kepala KPP Pratama Boyolali, Irawan, kepada para wartawan seusai audiensi pada Senin (28/10) mengatakan audiensi ini terkait keberlangsungan usaha para peternak sapi.
"Tapi di akhir sudah kita diskusikan, dan mengerucut ke jalan keluar. Sudah kita sepakati jalan keluarnya seperti apa. Jadi saya kira nggak ada permasalahan sebenarnya, karena tadi sudah sampai cukup lama kita membahas, beraudiensi, berdiskusi untuk sama-sama mencari jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi para peternak. Di samping juga kita melakukan edukasi terkait dengan kewajiban perpajakan," kata Irawan usai audiensi.
Ditanya terkait kewajiban UD Pramono tersebut dalam pembayaran pajak, Irawan mengatakan, sama dengan wajib pajak lainnya. Pihaknya melakukan pengawasan terhadap kewajiban perpajakannya.
"Sama seperti wajib pajak yang lain, tidak ada yang istimewa. Kalau misalnya mau berhenti juga bukan karena kita yang membuat usahanya berhenti. Bukan kita memerintahkan berhenti. Itu haknya yang bersangkutan, bukan dari kita," jelasnya.
Terkait kabar rekening UD Pramono dibekukan oleh KPP Pratama sehingga susu petani tak terbayarkan, Irawan menjawab, untuk wajib pajak yang sudah patuh, maka pihaknya akan terus melakukan pembinaan agar lebih patuh.
"Terhadap wajib pajak istilahnya yang memiliki kewajiban perpajakan kita akan melakukan pengawasan dengan memberikan klarifikasi, mengimbau kalau ada perbedaan data yang dilaporkan dengan SPT, harus dibetulkan SPT-nya. Wajib pajak yang kurang bayar harus ditambahkan pembayarannya dilaporkan SPT pembetulan," kata dia.
Terhadap wajib pajak yang tidak melakukan, mengindahkan imbauan, lanjut dia, ada yang namanya pemeriksaan. Dari pemeriksaan itu menghasilkan ketetapan pajak. Ketetapan pajak itu harus dilunasi dengan jangka waktu satu bulan.
"Kalau tidak dilunasi ketetapan pajak, itu nanti terbit surat teguran dari kita. Tunggu lagi sampai 21 hari, nanti kita terbitkan surat paksa kalau juga tidak dibayar. Begitu surat paksa tidak diindahkan, tidak dilakukan pelunasan atas kekurangan pajak tadi, ini tentunya semua wajib pajak pasti kita lakukan penagihan aktif. Tindakan penagihan aktif ini bisa penyitaan, bisa pemblokiran rekening akhirnya nanti bisa sampai ke penyanderaan menurut UU Pajak," terang Irawan.
Bagi penunggak pajak, lanjut dia, supaya blokirnya dibuka, maka harus dilunasi. Irawan menyebut, pemeriksaan terhadap wajib pajak UD Pramono ini sudah dilakukan sejak 2021 lalu. Pihaknya memastikan pemblokiran ini sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Semua sudah melalui proses pemeriksaan. Dari pemeriksaan itu sebenarnya, kalau yang bersangkutan kalau merasa, O pajak saya nggak sekian, harusnya ada proses yang namanya keberatan yang bisa diajukan ke Kanwil kami di Solo. Dari keberatannya pun misalnya nanti ditolak, bisa banding ke Pengadilan Pajak, kalau memang penetapan kita menurut dia nggak benar. Semua sudah melalui proses. Kita yakin semua yang kita lakukan sudah berdasarkan Undang-undang. Berdadarkan data dan fakta yang ada," tandasnya.