Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Jawa Tengah, Nanang Setyono menyatakan keberatan jika gaji buruh masih harus disisihkan untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dia bilang gaji buruh saat ini masih rendah dan rata-rata kenaikannya hanya 4-5 persen per tahun.
"Kami keberatan karena, khususnya berbicara di Jawa Tengah, rata-rata upah hanya Rp 2 juta, nah itu kalau sudah dipotong BPJS kemudian sekarang dipotong lagi Tapera sebesar 2,5 persen, nah tentunya kami sangat keberatan," kata Nanang saat dihubungi detikJateng, Selasa (28/5/2024).
"Apalagi kalau melihat aturan pengupahan yang kemungkinan besar rata-rata naik sekitar 4-5 persen, kalau kemudian setiap bulan ada potongan ya sama aja upah buruh ke depan nggak pernah naik," imbuh dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nanang juga menyinggung soal pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut masyarakat kelak juga akan terbiasa dengan Tapera. Menurut dia, Tapera bisa saja diterapkan jika gaji pesertanya terbilang mencukupi.
"Kalau bicara manfaat, bagi yang upah cukup, ya jadi alasan tadi (bakal terbiasa) boleh. Karena orang yang tidak punya rumah dan diberikan harapan bisa punya rumah itu mungkin manfaatnya di situ, bagus. Tapi sebelum bicara manfaat, apakah realistis dengan upah yang diterima jika (Tapera) diterapkan," ujarnya.
Menurut Nanang, detail program Tapera juga belum tersampaikan dengan baik. Ia lalu mempertanyakan bagaimana jika pekerja sudah punya rumah, apakah tetap harus menjadi peserta. Juga soal kapan peserta Tapera akan menerima manfaat program itu.
"Perlu dijelaskan pemerintah, sistemnya gimana, kita dipotong gaji sekarang, manfaat didapat kapan. Itu tidak dijelaskan kapan. Apakah bisa dirasakan setelah 10 tahun jadi peserta, atau 20 tahun? Sama kayak program pensiun. Kita dipotong tahun 2015, manfaatnya baru dirasakan nanti di tahun 2030. Nah pada saat berjalan 5-10 tahun banyak pekerja ter-PHK, gimana nasibnya. Jadi manfaatnya kapan bisa dirasakan," ucap dia.
Nanang mengusulkan, ada baiknya pemerintah memperbaiki program rumah subsidi. Sebab, harga rumah subsidi kini sudah tidak terjangkau oleh buruh berpenghasilan rendah.
"Dulu 2014-2015 kami usulkan rumah layak terjangkau, kemudian ada rumah subsidi. Kemudian rumah subsidi sulit diakses karena syarat bank berbeda dari harapan saat itu. Upah hanya bisa dipotong 60 persen, syarat bank. Angsuran tidak cukup. Banyak buruh ditolak mengakses rumah subsidi. Itu harus diperbaiki pemerintah kalau mau buruh punya rumah. Itu yang harus dievaluasi, bagaimana buruh itu dapat rumah," kata Nanang.
"Di samping cara mengaksesnya susah, rumah subsidi harganya naik gila-gilaan. Awalnya dirintis dulu Rp 100 juta, baru 5 tahunan, sekarang Rp 160 juta. Sekarang sama aja, nggak ada rumah subsidi yang mampu diakses," imbuhnya.
Untuk diketahui, Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Dalam PP itu disebutkan bahwa besaran simpanan peserta atau iuran Tapera adalah 3% dari gaji atau upah Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri. Adapun besaran simpanan untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja sebesar 0,5% dan Pekerja sebesar 2,5%. Sedangkan besaran simpanan untuk Peserta Pekerja Mandiri ditanggung sendiri sebesar 3%.
Simulasi Iuran Tapera Sesuai UMK di Jateng
Jika disimulasikan dengan Upah Minimum Kota/Kabupaten 2024 di beberapa daerah besar di Jateng, segini iuran Tapera yang harus dibayarkan:
- UMK Kota Semarang Rp 3.243.969, 3% untuk Tapera: Rp 97.319.
- UMK Kota Surakarta Rp 2.269.070, 3% untuk Tapera: Rp 68.072.
- UMK Banyumas Rp 2.195.690, 3% untuk Tapera: Rp 65.870.
- UMK Kudus Rp 2.516.888, 3% untuk Tapera: Rp 75.506.
- UMK Kota Pekalongan Rp 2.389.801, 3% untuk Tapera: Rp 71.694.
- UMK Kabupaten Cilacap Rp 2.479.106, 3% untuk Tapera: Rp 74.373.
(dil/rih)