Eceng gondok menjadi momok bagi nelayan dan petani jaring apung di Waduk Cengklik, Boyolali. Meski sudah dilakukan pembersihan secara berkala, gulma itu berkembang dengan cepat.
"Gulma eceng gondok di Waduk Cengklik ini sangat banyak dan mengganggu (kegiatan) nelayan dan sebagian dari karamba," kata Ketuga Paguyuban Jaring Apung Sumber Rejeki, Wagino, Minggu (24/9/2023).
Menurutnya, eceng gondok saat ini sudah memenuhi sekitar seperempat dari total luas waduk peninggalan jaman Belanda itu. Luas Waduk Cengklik semula berkisar 240 hektare, kini menyusut jadi sekitar 216 hektare karena terjadinya pendangkalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Volume eceng gondok itu tahun 2013 lalu hampir setengah genangan Waduk Cengklik. Tapi berjalannya waktu kita sering mengadakan kegiatan pembersihan eceng gondok, alhamdulillah ini tinggal seperempatnya dari luas waduk," jelas dia.
Wagino menjelaskan, keberadaan eceng gondok berdampak pada para petani jaring apung maupun nelayan. Eceng gondok mengganggu budi daya ikan di perairan waduk ini. Rumpun eceng gondok yang berjalan saat tertiup angin juga bisa merusak jaring nelayan maupun jaring karamba.
"Karena ini (eceng gondok) berjalan kalau musim angin itu, bisa mengenai jaring nelayan dan hancur seketika," ungkapnya.
Warga sekitar waduk pun berupaya mencari solusi untuk mengurangi volume tumbuhan air tersebut. Hari ini, puluhan warga sekitar waduk bergotong royong membersihkan eceng gondok.
Dengan sabit dan mesin pemotong rumput, warga bersama petugas Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo dan dinas terkait membersihkan eceng gondok di pinggir waduk di wilayah Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali.
"Hari ini kami dari tiga kelompok. Karamba, nelayan sekitar waduk, dan kotak pancingan, kita mengadakan kegiatan kerja bakti untuk pembersihan eceng gondok," ujarnya.
Mereka membersihkan eceng gondok di daerah genangan yang sudah mengering karena airnya menyusut di musim kemarau ini. Eceng gondok yang sudah mengering dikumpulkan kemudian dibakar.
"Kalau kita angkat semua juga nggak mampu. Yang kering dibakar, itu lebih efisien daripada dikumpulkan," tambahnya.
Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Ngudi Tirto Lestari, Dukuh Turiban, Desa Sobokerto, Turut Raharjo mengatakan eceng gondok menjadi momok dan meresahkan karena pertumbuhannya sangat cepat.
"Para nelayan kalau mau berangkat ke waduk itu sangat susah karena penuh enceng gondok. Juga mengurangi volume debit air waduk," ujar Turut.
Kelompoknya pun mencari solusi agar masalah eceng gondok ini bisa diatasi, paling tidak mengurangi volumenya.
Pokmas yang dipimpin Turut memanfaatkan eceng gondok untuk dibuat sebagai pupuk organik dan sumber energi alternatif yaitu biogas.
(dil/ahr)