Mahalnya harga beras turut menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) dalam pembahasan rapat Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana menyebut akan mulai memantau distributor agar tak menentukan harga beras seenaknya.
"Rata-rata inflasi di 3,29 ya memang kalau kita lihat perkembangan kebutuhan bahan pokok atau sembako di kita relatif normal artinya yang ada peningkatan itu beras sama bawang putih," ujarnya usai mengikuti rapat TPID di kantornya, Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Senin (11/9/2023).
Dia menyebut Satgas Pangan akan memantau harga di distributor. Hal itu dinilai bisa melihat akan masalah dari mahalnya harga beras di Jateng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita mungkin ke depan akan lebih untuk melaksanakan pengecekan dari kita artinya dari Pemprov, dari Polda, dari Kejaksaan tinggi yang kita kenal dengan Satgas Pangan itu untuk mengecek bagaimana stabilisasi dari harga pangan ini akan lebih kita tingkatkan agar para distributor ini tidak seenaknya menaikkan harga-harga di luar aturan yang ada," jelasnya.
Dilihat dari panel harga Badan Pangan Nasional, harga rata-rata beras premium di Jateng mencapai Rp 12.680. Harga beras termurah bisa didapat di Cilacap, Banyumas, dan Purbalingga dengan harga Rp 11.500. Sedangkan harga beras tertinggi mencapai Rp 13.700.
"Kenaikan harga beras itu akumulasi dari berbagai kondisi yang pertama itu kering. Jelas, kering itu produksi turun, neraca pangan kita September ini memang mulai defisit dari kebutuhan namun kan sudah diperkuat dengan cadangan pangan yang dari importasi Bulog itu," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan Dyah Lukisari.
Selanjutnya, dia juga menilai harus ada regulasi yang mengatur harga gabah kering panen (GPK) dari petani. Aturan itu dinilai perlu ada sebab perusahaan dengan modal besar mulai bertransaksi langsung ke petani dan berani membeli dengan harga tinggi.
"Ini persoalannya perusahaan besar langsung masuk kepada produksi GKP jadi inilah yang membuat tidak terkendali," jelasnya.
Fenomena itu disebut sudah terjadi secara nasional. Karena itu, dirinya berharap regulasi ini juga dibahas secara nasional oleh Badan Pangan dan Kemenko Perekonomian.
"Tadi disampaikan Satgas Pangan regulasi harusnya perusahaan besar yang karena modalnya besar itu ngambilnya jangan di GKP tapi yang sudah digiling, pecah kulit atau dibolehkan hanya membeli beras," lanjutnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Hingga saat ini, baru Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menerapkan kebijakan hilirisasi beras untuk perusahaan yang akan menjual di luar daerah. Pihaknya masih akan berkomunikasi dengan Badan Pangan untuk meniru kebijakan tersebut.
"Mungkin ini perlu diinisiasi tapi kita komunikasikan dulu dengan Badan Pangan Nasional apakah dia mau melangkah atau enggak. Karena upaya-upaya GMP (Gerakan Pangan Murah) yang sering kita lakukan ya nampaknya tidak terlalu efektif untuk mengendalikan persaingan harga tadi," jelasnya.
"Dan mulai hari ini sudah mulai diluncurkan bantuan pangan dari Bulog itu untuk memperkuat yang defisit tadi jadi ini kan digelontor beras mediumnya, ini semakin mengurangi harga, mudah-mudahan bisa," pungkasnya.