.webp)
Harga beras di Semarang tercatat naik hingga Rp 2.000 per kilogram. Tren kenaikan harga ini berkaitan dengan berkurangnya stok beras di pasaran.
Kenaikan harga beras bisa dilihat di Pasar Peterongan Semarang. Salah satu pedagang, Mulyadi (66) menyebut harga beras naik Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram.
"Naik drastis, beras umbuk dari Rp 11 ribu sekarang Rp 14 ribu. Beras C4 super dari Rp 12 ribu sekarang Rp 14 ribu," kata Mulyadi saat ditemui di lapaknya berdagang, Jumat (1/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut harga beras naik secara perlahan sejak awal Agustus. Namun, sudah sepekan ini harga beras stabil di angka yang tinggi.
"Sudah satu bulan (naiknya) tapi pelan-pelan. Mulai Rp 14 ribu sejak satu mingguan," lanjutnya.
Beras Bulog yang harganya lebih murah juga mengalami kenaikan. Beras Bulog yang biasanya Rp 44 ribu per lima kilogram kini menjadi Rp 51 ribu.
"Sekarang per 5 kg itu Rp 51 ribu, kita jualnya Rp 55 ribu," jelas Mulyadi.
Pedagang lain di pasar itu juga mengungkap fenomena serupa. Saat harga telur mulai turun, beras justru naik tinggi.
"Kalau telur turun, yang naik tinggi itu beras. Langsung gitu naiknya," kata Mia Ilham (43).
Stok Beras di Pasar Defisit
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pemprov Jateng, Dyah Lukisari menyebut ada defisit stok beras di pasaran pada awal September ini. Jumlahnya turun drastis dibanding awal Agustus.
"Ketersediaan dari produksi plus beras keluar masuk Jawa Tengah ya itu September ini ada 206.051 ton," kata Dyah saat dihubungi wartawan, Jumat (1/9).
"Sementara hitung-hitungan kita untuk konsumsi orang per kapita sekitar 0,6 gram per kapita per hari, itu kebutuhannya kita sekitar 324.206 ton (per bulan)," lanjutnya.
Dia menyebut stok beras pada Juli 1,8 juta ton, kemudian Agustus 1,7 juta ton. Baru bulan ini stok beras di pasaran defisit. Hal itu menyebabkan tren harga beras melonjak lebih tinggi dari biasanya.
"Kemarin itu pada saat panen MT (musim tanam) 1 Maret ya kemarin masih 1,4 juta ton, kemudian panen MT 2 bulan Juni-Juli masih 1,8 juta, naik ketersediaannya. Nah begitu ke Agustus mulai turun, terus September ini anjlok. Agustus masih 1,7 (juta ton) tapi Septemper ini masih 206 (ribu ton)," jelas Dyah.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Dyah menilai hal itu juga dipengaruhi oleh musim kering yang membuat produksi padi menurun. Selain itu, dia juga membaca fenomena adanya faktor persaingan usaha, yang mana perusahaan besar membeli gabah dengan harga tinggi dan menjual produknya di luar Jateng.
"Kalau kering itu kan, padi kan butuh air banyak sehingga otomatis produksinya berkurang. Kalau produksinya berkurang berapa itu mungkin yang paling paham ada di Dinas Pertanian," jelasnya.
"Yang jelas tren harga beras itu karena tadi harga gabahnya sudah naik di atas harga pemerintah, HPP-nya sudah dinaikkan tapi naik lagi. Jadi sekarang itu grafiknya misalnya ada di tengah-tengah 0-10 itu di skala 5 misalnya, sekarang itu di angka 7 sampai 8 kalau di grafiknya," imbuhnya.
Meski begitu, stok dan harga pangan juga terus dipantau oleh Tim Pengendali Inflasi Daeraf (TPID). Jika stok beras di Jateng defisit, biasanya Bulog akan melakukan intervensi.
"Kalau defisit kekurangan itu kita bisa minta suplai cadangan beras Bulog itu kan banyak," katanya.
Selain itu, pihaknya juga melakukan intervensi dengan Gerakan Pangan Murah (GPM). Program itu akan memberi subsidi kepada distribusi perdagangan beras di beberapa lokasi.
Dia juga berharap ada pengawasan terkait persaingan usaha di bidang pertanian. Hal itu diharapkan agar beras dari kelompok tani tak hanya dikuasai perusahaan besar.
"Kalau kewenangan besarnya ada di pusat ya. Saya berharap ada pengaturan perdagangan, jangan dikuasai oligarki, kemudian kedua, KPPU komisi persaingan usaha itu harus benar-benar mencermati situasi ini sehingga dia bisa merekomendasikan kebijakan yang besar," pungkasnya.
