Pemerintah Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen, Klaten dipusingkan dengan barang-barang milik warga yang terkena eksekusi proyek Tol Jogja-Solo. Berbagai perabot rumah tangga yang dititipkan tersebut sudah melewati batas waktu tetapi tidak diambil sehingga aula desa tidak bisa digunakan untuk kegiatan.
"Sesuai dengan surat dari Pengadilan Negeri Klaten kan cuma tujuh hari dititipkan di sini, terhitung sejak tanggal 10 Mei. Ini sudah tanggal 29 Mei, jadi sudah lebih," jelas Kades Ngawen, Sofiq Ujianto kepada detikJateng di kantornya, Senin (29/5/2023) siang.
Sofiq menjelaskan meskipun sudah melewati batas waktu penitipan oleh pengadilan, sampai saat ini tidak jelas siapa yang berwenang dan bertanggungjawab. Saat tujuh hari pertama, aula tersebut memang secara resmi disewa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuh hari pertama memang ada kesepakatan disewa, meskipun harganya tawar-menawar. Tapi setelah tujuh hari berikutnya kita tidak tahu harus bagaimana, sementara barang masih di sini tidak ada kepastian," jelas Sofiq.
Dari pengadilan, kata Sofiq, tidak ada informasi lebih lanjut dan dari pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek Tol Jogja-Solo juga tidak jelas. Saat dikonfirmasi oleh Sofiq, pihak PPK mengaku masih akan berkonsultasi ke pimpinan.
"Kami WA ke PPK jawabannya mau konsultasi sama pimpinan tapi sampai sekarang tidak ada kabarnya. Tujuh hari setelahnya ini tak jelas, barangnya ya berbagai perabot rumah tangga," papar Sofiq.
Dampaknya, sebut Sofiq, gedung aula desa tidak bisa digunakan masyarakat dan pemerintah desa untuk kegiatan. Pemerintah desa merasa dirugikan dengan kejadian itu.
"Itu barang milik warga Desa Pepe. Kita hanya tempat yang dipinjam, kita dirugikan, kita maunya nulung malah kepenthung (mau menolong justru kena pukul)," papar Sofiq.
Menurut Sofiq, untuk kegiatan yang seharusnya di gedung desa tidak bisa dilakukan. Pembagian beras bantuan dua hari ini menggunakan halaman gedung di bawah pohon.
"Pembagian beras di luar sudah dua hari ini karena gedung masih penuh barang yang belum diambil. Warga bertanya terus, ya mau bagaimana lagi nyatanya gedung masih digembok, gembok bukan kita yang bawa," lanjut Sofiq.
Pemerintah desa, imbuh Sofiq, tidak menolak gedung disewa untuk kepentingan proyek tol. Tetapi semua harus jelas siapa yang bertanggungjawab.
"Kita ingin ada kejelasan, syukur kalau ada surat atau ada payung hukumnya. Sampai kapanpun kita tidak masalah asal ada payung hukum, syukur ada sewanya, ini kan tidak jelas," pungkas Sofiq.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Humas Pengadilan Negeri Klaten, Rudi Ananta Wijaya menyatakan barang warga dari proses eksekusi tol bukan lagi kewenangan pengadilan. Barang menjadi tanggung jawab PPK.
"Kewenangan ada di pemohon eksekusi atau PPK. Kewenangan PN sudah selesai ketika eksekusi selesai di laksanakan dan telah dilaksanakan serah terima juga dari PN kepada PKK," jelas Rudi.
Sementara itu, PPK Lahan Tol Jogja-Solo, Widodo Budi Kusumo menyatakan PPK belum mendapatkan informasi terbaru barang tersebut. Karena lewat tujuh hari menjadi kewenangan pemiliknya.
"Sebenarnya itu lewat tujuh hari, pengadilan kan juga sudah bersurat, jadi lebih tujuh hari ya menjadi kewenangan yang bersangkutan (pemilik)," kata Widodo kepada detikJateng di balai Desa Joton, Kecamatan Jogonalan.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 17 bidang lahan untuk proyek Tol Jogja-Solo di Klaten dieksekusi. Dari lahan sebanyak itu ada 13 bidang di Desa Pepe, Kecamatan Ngawen, yang sembilan di antaranya masih berpenghuni.
Ketua Pengadilan Negeri Klaten Tuty Budhi Utami menyatakan proses eksekusi berjalan lancar dan kondusif. Namun, memang diakuinya sempat ada penolakan.
"Alhamdulillah kondusif dan berjalan lancar. Hari ini sudah ada tujuh rumah dieksekusi, soal ada penolakan itu dinamika di lapangan," ujar Tuty Budhi Utami kepada wartawan di lokasi, Rabu (10/5).