Surat protes yang dilaporkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait indikasi kerugian negara hingga triliunan rupiah bikin heboh gegara disebut-sebut sudah diadukan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani tapi tidak digubris. Pelapor hari ini dipanggil DJP.
Pelapor adalah Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga Kanwil DJP Sumatera Utara II, Bursok Anthony Marlon (BAM). Dilansir detikFinance, Bursok terbang ke Jakarta untuk memenuhi panggilan DJP terkait protesnya yang viral karena aduannya sejak 27 Mei 2021 soal indikasi kerugian negara hingga triliunan rupiah 'dicuekin'.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Neilmaldrin Noor mengonfirmasi soal pemanggilan Bursok. Bursok diminta menghadap unit kepatuhan internal DJP guna menjelaskan pengaduannya lebih lanjut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dapat kami sampaikan bahwa Saudara BAM ditugaskan oleh Kepala Kanwil DJP Sumut II untuk memberikan penjelasan terkait pengaduan yang bersangkutan ke unit kepatuhan internal DJP," kata Neilmaldrin kepada detikcom, Jumat (3/3/2023).
Berdasarkan hasil pertemuan, Bursok mengatakan bahwa DJP mengaku kesulitan untuk mengungkap identitas perusahaan bodong yang diadukan. Makanya selama ini berkas pengaduannya tidak ada tindak lanjutnya.
"Tadi pagi saya sudah memberikan keterangan, ternyata pengaduan saya belum dilimpahkan ke OJK. Pengaduannya masih ada di DJP, karena DJP ternyata mengaku sangat kesulitan mencari oknum PT bodong ini. Dia menanyakan kira-kira seperti apa kalau menurut saya," jelas Bursok.
Dalam kesempatan itu, Bursok menjelaskan bahwa untuk mengungkap perusahaan bodong sebenarnya tidak sulit. Kuncinya ada pada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang dinilai bisa bersurat kepada 8 bank dimaksud untuk mengungkap identitas perusahaan yang diadukan.
"Rahasia bank itu bisa dibuka kalau ada surat dari Bu Menteri Keuangan yang ditujukan ke bank-bank yang saya laporkan untuk dibuka nih PT bodong ini siapa oknumnya sebenarnya, KTP siapa yang dipakai oleh PT bodong ini untuk membuat rekening virtual di bank-bank tersebut," bebernya.
"Di situ lah ketahuan oknumnya siapa dan bank-bank itu pasti akan terlibat karena nggak punya NPWP, nggak punya KTP, nggak punya akta pendirian kok bisa buka rekening virtual," tambahnya.
Mendengar itu, DJP katanya akan menyampaikan usulan tersebut ke Sri Mulyani. Bursok juga mengaku akan berkirim surat langsung pada Senin (6/3).
"Saya ingin membuat surat ke Bu Menteri Keuangan pada Senin (6/3) sewaktu saya masuk kantor. Saya harus buat laporan dong, saya sudah terbang ke Jakarta, memberikan keterangan, dibiayai negara pula, saya harus bikin laporan ini lho hasil pertemuan saya, DJP juga sudah buntu mengatasi pengaduan saya, jalan satu-satunya ada di tangan ibu," tuturnya.
Menurutnya pengaduannya ini bukan hanya sekadar masalah pribadi, melainkan juga ada kepentingan negara yang jauh lebih besar yang harus segera diselesaikan.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
"Jumlahnya bukan hanya ratusan juta, tapi triliunan (kerugian negara). Kalau misalnya ada perusahaan asing bikin-bikin PT bodong di Indonesia, beroperasi di Indonesia, mendapatkan penghasilan di Indonesia, tapi kalau nggak bayar pajak kan seharusnya kita ini yang duduk di pemerintahan memiliki rasa nasionalisme yang jauh lebih besar," imbuh Bursok.
Sebelumnya, surat protes yang dilaporkan pegawai DJP terkait indikasi kerugian negara hingga triliunan rupiah bikin heboh media sosial. Surat itu disebut-sebut sudah diadukan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani tapi tidak digubris.
Dilansir dari detikFinance, Kamis (2/3), surat itu dikirimkan oleh Busrok Anthony, Kepala Subbag Tata Usaha dan Rumah Tangga Kanwil DJP Sumatera Utara II, yang dikirimkan kepada DJP dan Kemenkeu. Pengaduan itu merupakan laporan terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan bodong.
Busrok menyebutkan pengaduan dugaan pelanggaran perpajakan dengan nomor Tiket TKT-21E711063 dan nomor register eml-2022-0020-9d33 dan eml-2022-0023-24a6, sudah dilaporkan sejak 27 Mei 2021. Namun, nyaris dua tahun berlalu pengaduan itu tak digubris.
Busrok menyayangkan beda sikap Kemenkeu menyikapi aduannya dengan kasus Rafael Alun Trisambodo. Dia mengaku kecewa karena aduannya tidak diterima.
"Tidak ditindaklanjuti sama sekali. Bahkan ditutup oleh bu menteri dengan menyatakan bahwa pengaduan saya telah dilimpahkan ke OJK dengan surat yang saya duga bodong dikarenakan OJK sama sekali tidak pernah menerima surat resmi dimaksud dan bu menteri tidak dapat menunjukkan arsip surat diduga bodong tersebut kepada saya meskipun saya sudah memintanya melalui email sebanyak 3 kali," ujar Busrok kesal.