Bunyi Aduan Pegawai Pajak yang Ramai Katanya Tak Digubris Sri Mulyani

Nasional

Bunyi Aduan Pegawai Pajak yang Ramai Katanya Tak Digubris Sri Mulyani

Tim detikFinance - detikJateng
Kamis, 02 Mar 2023 17:06 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani turut menjadi nara sumber dalam #DemiIndonesia. Sri Mulyani bicara tentang keuangan Indonesia.
Menkeu Sri Mulyani (Foto: Rifkianto Nugroho)
Solo -

Surat protes yang dilaporkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait indikasi kerugian negara hingga triliunan rupiah bikin heboh media sosial. Surat itu disebut-sebut sudah diadukan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani tapi tidak digubris. Seperti apa bunyi aduannya?

Dilansir dari detikFinance, Kamis (2/3/2023), surat itu dikirimkan oleh Busrok Anthony, Kepala Subbag Tata Usaha dan Rumah Tangga Kanwil DJP Sumatera Utara II, yang dikirimkan kepada Direktorat jenderal Pajak (DJP) dan Kemenkeu. Pengaduan itu merupakan laporan terkait dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan bodong.

Busrok menyebutkan pengaduan dugaan pelanggaran perpajakan dengan nomor Tiket TKT-21E711063 dan nomor register eml-2022-0020-9d33 dan eml-2022-0023-24a6, sudah dilaporkan sejak 27 Mei 2021. Namun, nyaris dua tahun berlalu pengaduan itu tak digubris.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Busrok menyayangkan beda sikap Kemenkeu menyikapi aduannya dengan kasus Rafael Alun Trisambodo. Dia mengaku kecewa karena aduannya tidak diterima.

"Tidak ditindaklanjuti sama sekali. Bahkan ditutup oleh bu menteri dengan menyatakan bahwa pengaduan saya telah dilimpahkan ke OJK dengan surat yang saya duga bodong dikarenakan OJK sama sekali tidak pernah menerima surat resmi dimaksud dan bu menteri tidak dapat menunjukkan arsip surat diduga bodong tersebut kepada saya meskipun saya sudah memintanya melalui email sebanyak 3 kali," ujar Busrok kesal.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan hasil laporan tertulis Busrok untuk DPR, kejadian ini bermula saat dia dan istrinya mencoba melakukan investasi di Capital.com dan aplikasi OctaFX.

"Investasi awal terjadi di tanggal 9 Mei 2021 sebesar USD 500 (lima ratus dollar Amerika Serikat) yang saya transfer dalam mata uang rupiah ke rekening virtual PT. Antares Payment Method (anak usaha Capital.com di Indonesia)," jelas Busrok.

Lebih lanjut, kejanggalan muncul saat ia mencoba menarik dana sebesar US$ 100 dari akunnya. Ia menyebut menu penarikan dana tidak dapat berfungsi.

Busrok sempat mengadukan masalah ini kepada Capital.com, namun tidak ada jawaban. Karena dananya yang tidak bisa ditarik, dia langsung menarik semua transaksi untuk menghindari risiko kerugian lebih lanjut.

Busrok langsung melakukan pengecekan atas keberadaan PT. Antares payment Method. Dia pun menemukan fakta perusahaan tersebut tidak memiliki NPWP.

"Yang mana saya temukan bahwasanya PT. Antares Payment Method ternyata tidak memiliki NPWP, yang berarti perusahaan ini dari sejak menjadi 'cabang' dari Capital.com di Indonesia hingga saat ini tidak membayar pajak," ujarnya Bursok.

Tidak hanya itu, ia juga mengecek situs Kemenkumham dan menemukan bahwa PT. Antares Payment Method adalah perusahaan bodong.

Setelah mengalami itu, Busrok bersama istrinya kembali berinvestasi di aplikasi OctaFX. Saat itu, istrinya mulai curiga dengan aplikasi itu.

"Dikarenakan kejadian sebelumnya saya ketahui bahwa PT. Antares Payment Method adalah perusahaan fiktif alias perusahaan bodong, segera saya melakukan pengecekan terhadap keabsahan PT. Beta Akses Vouchers (OctaFX) hingga ke website Kemenkumham," ujar Bursok.

"Hasil yang saya dapati ternyata PT. Beta Akses Vouchers tidak terdaftar di situs Kemenkumham dan tidak juga memiliki NPWP. Dengan kata lain PT. Beta Akses Vouchers dan PT. Antares Payment Method adalah sama-sama perusahaan fiktif atau bodong," imbuhnya.

Selanjutnya upaya Busrok melaporkan temuan perusahaan bodong ini ke OJK, Polda, hingga Kemenkeu.

Busrok lalu melaporkan hasil temuannya ke sejumlah pihak karena perusahaan bodong yang tak memiliki NPWP itu diduga tidak membayar pajak. Menurutnya, perusahaan bodong itu bisa membuka rekening di sejumlah bank ternama.

Ia juga menjelaskan kalau perusahaan itu tidak segera ditindaklanjuti maka dapat berpotensi melakukan penipuan ke korban lainnya dengan modus yang sama. Sayangnya, laporannya tidak mendapat tanggapan seperti yang diinginkannya.

"Kasus ini saya adukan juga ke Direktorat Jenderal Pajak, OJK dan Polda Sumatera Utara yang mana sampai saat ini kasus yang saya adukan ke OJK tidak digubris sama sekali," ujarnya dalam laporan.

"Sementara di Direktorat Jenderal Pajak dan di Polda Sumut kasus ini seperti berjalan di tempat," sambung dia.

Ia berharap laporan kasus dugaan tindak pidana oleh perusahaan bodong yang diadukannya dapat segera diurus.

"Harapan saya sama seperti surat yang saya tulis kepada bu menteri. Tolong tindak lanjuti pengaduan saya dan buktikan surat yang saya duga bodong tersebut," kata dia.

Ia juga memberi tenggat waktu selama 5 hari agar laporannya dapat diurus oleh Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani. Busrok pun mengancam akan melapor ke polisi jika laporannya masih tidak ditindaklanjuti.

"Saya tunggu selambat-lambatnya lima hari kerja untuk ibu selesaikan. Bila lima hari tersebut ibu lampaui saya laporkan ke pihak kepolisian," terangnya.

Meski kasus ini terus berlanjut, Busrok mengaku belum menerima kepastian apapun. Dia merasa kesal dengan Sri MUlyani dan jajarannya di Kementerian Keuangan yang menggantung kasusnya, tidak seperti kasus Rafael Alun Trisambodo yang ditangani dengan sigap.

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di detikFinance dan ditulis ulang oleh Genis Naila Alfunafisa peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 2
(ams/rih)


Hide Ads