Menurut Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Sihar Sitorus, penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) desa membuat masyarakat jadi malas bekerja. Sihar pun meminta Kementerian Keuangan menghentikan program penyaluran BLT desa itu.
"BLT mungkin sudah waktunya kita pikirkan apakah ini harus disetop karena kembali lagi masyarakat sekarang menunggu BLT, mereka nggak mau lagi kerja, tunggu aja nanti juga dapat," kata Sihar dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rabu (8/2/2023), dikutip dari detikFinance.
"Kumpul punya kumpul hampir mendekati UMR bahkan sampai UMR, akhirnya sulit dan itu menciptakan karakter negatif yang biasanya tadinya kerja keras menjadi malas. Ini suatu hal yang harus ditinjau," imbuh Sihar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi usulan Sihar, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan BLT desa di 2023 tetap diadakan. Menekan kemiskinan ekstrem di desa merupakan salah satu tujuan dari program tersebut.
"BLT desa tetap ada karena yang kita tujukan itu kemiskinan ekstremnya itu jadi prioritas pemerintah tetap," kata Luky kepada wartawan.
Dilansir detikFinance, Kemenkeu mengalokasikan anggaran perlindungan sosial berupa BLT desa sebesar Rp 17 triliun pada tahun ini. BLT desa dialokasikan minimal 10% dan maksimal 25%.
Selama pandemi COVID-19, BLT desa menjadi program mandatory untuk meringankan masyarakat yang terdampak pandemi. Pada 2022, BLT desa sudah tersalurkan ke 7,49 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
"Dalam rangka pemulihan COVID, pemerintah membuat ini sebagai mandatory untuk pengalokasian penggunaan BLT desa sebagai bagian dari dana desa," jelas Luky.
(dil/rih)