Masyarakat Kota Solo mengeluhkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2023 melalui Naiknya PBB yang dinilai terlalu tinggi itu juga menuai kritik dari Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PKS Solo.
Untuk diketahui, Keputusan Walikota Solo Nomor 973/97 Tahun 2022 tentang Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2023 berimbas pada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Solo. Kenaikannya mencapai lebih dari 100%.
Kenaikan PBB ini untuk mengejar target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dari Rp 740 miliar pada tahun 2022 menjadi Rp 820 miliar pada 2023.
Ketua DPD PKS Solo, Daryono meminta Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mencabut dan membatalkan keputusan yang menaikkan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2023. Dia juga meminta Gibran membatalkan kenaikan tarif PBB-P2 di Kota Solo.
"Pemkot Solo seharusnya dalam menetapkan target Pendapatan Asli Daerah atau PAD di dalam APBD berdasarkan kajian yang matang dan perencanaan yang baik dan melihat kondisi masyarakat secara komprehensif. Sehingga dapat mencapai target PAD tanpa membebani masyarakat," kata Daryono melalui siaran pers yang diterima detikJateng, Sabtu (4/2/2023).
Menurut Daryono, menaikkan tarif PBB-P2 bukanlah satu-satunya cara untuk mencapai target PAD. Dia berujar, menaikkan tarif PBB-P2 pada kondisi seperti saat ini tidaklah tepat karena membebani masyarakat Kota Solo yang baru saja bangkit usai pandemi COVID-19.
Daryono pun menyarankan Pemkot Solo mencari cara lain yang lebih kreatif dan inovatif untuk mencapai target PAD.
"Bedasarkan amanat Undang Undang penetapan tarif PBB-P2 seharusnya melalui Peraturan Daerah (Perda) yang dibahas antara Walikota dan DPRD Kota Solo. Sehingga tidak hanya didasarkan pada Keputusan Walikota yang secara sepihak menaikkan tarif NJOP," tulis Daryono dalam keterangannya.
Daryono pun mencantumkan ketentuan dalam Pasal 41 UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Ada tiga poin dalam pasal itu, yakni:
1. Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5% (nol koma lima persen).
2. Tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk lahan lainnya.
3. Tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dan ayat (2) ditetapkan dengan Perda.
Selengkapnya di halaman berikutnya.
Simak Video "Video: Jokowi Curiga Ada Agenda Besar Politik di Balik Isu Ijazah-Pemakzulan"
(dil/dil)