Pengusaha meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan cuti melahirkan selama enam bulan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menyampaikan ada beberapa alasan di balik penolakan itu.
"Kalau dari APINDO, justru dari kalangan kaum perempuan ini yang kalangan produktif dan bekerja, mereka istilahnya keberatan karena justru menjadi kontraproduktif bagi mereka, terutama dalam bagian rekrutmen," ujar Hariyadi, di Kantor APINDO, Kuningan, Jakarta Selatan, demikian dilansir detikFinance, pada Senin (4/7/2022).
Hariyadi mengatakan pihaknya telah melakukan survei secara terbatas terkait isu ini. Survei tersebut dilaksanakan secara terbatas dengan mengambil sampel dari sektor di bidang-bidang yang berkorelasi dengan isu tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ternyata responsnya menarik. Dari wanita yang usia produktif ini justru kebanyakan tidak setuju," tuturnya.
Dia menerangkan ada beberapa alasan yang melandasi ketidaksetujuan para wanita tersebut terhadap RUU KAI itu. Haryadi menuturkan dirinya sudah menyurati Pemerintah dan DPR dan meminta untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut hingga menghasilkan keputusan terbaik. Apalagi, kata Haryadi, pihaknya melihat sampling dari naskah akademik RUU tersebut dirasa masih kurang.
"Harapan kami ini perlu pendalaman supaya kita tidak mengambil keputusan yang keliru yang justru kontraproduktif kaum wanita kita yang dalam usia produktif," jelasnya.
Melihat arah kebijakannya yang dirasa kurang tepat, Hariyadi menyarankan untuk dilakukannya pengkajian kembali, kembali lagi kepada tujuan utama UU tersebut dibuat.
"Balik lagi ini UU buat apa sih diberlakukan? Kita lihat kalau untuk kesejahteraan ibu dan anak, bukannya yang disasar wanita yang mendapatkan akses pekerjaan layaknya kurang? Jadi ini yang menurut saya nggak bener deh," ujar Hariyadi.
Berikut ini alasan-alasan, yang disampaikan Hariyadi, melandasi ketidaksetujuan para wanita tersebut terhadap RUU KAI itu:
1. Bisa kehilangan posisi di tempat kerja
Para wanita ini merasa bisa kehilangan posisinya jika tidak masuk ke kantor terlalu lama. Posisi mereka bisa tergantikan dengan orang lain.
"Kalau mereka itu meninggalkan pekerjaan terlalu lama, mereka bisa kehilangan posisi. Jadi nanti kalo masuk digantikan lagi dengan orang lain," ujar Hariyadi.
2. Perusahaan telah menyediakan ruang menyusui
Kemudian yang kedua, terkait pemberian susu pada bayi (ASI), menurutnya beberapa perusahaan telah memberikan ruang menyusui bagi para wanita. Sehingga cuti tidak perlu diperpanjang.
"Masalah pemberian susu pada bayi. Ini di perusahaan, dalam arti kata terkena target UU ini ya, itu mereka juga tidak menjadikannya masalah. Perusahaan memberikan ruangan ASI," tuturnya.
3. Perusahaan bimbang merekrut wanita usia produktif
Alasan ketiga ialah perusahaan berpotensi mengalami kebimbangan saat akan memilih wanita usai produktif. Hal ini dilandasi oleh cost yang harus ditanggung perusahaan ke depannya.
"Jadi perusahaan ini untuk melihat bahwa mengambil wanita di usia produktif itu menimbulkan cost. Karena cost kan yang menanggung perusahaan. Nah, ini membuat perusahaan berpikir 'wah jangan ambil yang itu deh, segmen yang itu (wanita usia produktif)," kata Hariyadi.
(sip/mbr)