Peternak sapi perah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah terdampak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Dampak produksi susu per hari menurun karena peternak setop mendatangkan sapi dari luar daerah.
Salah seorang peternak sapi perah adalah Zainal Abidi (50), warga Desa Garung Lor Kecamatan Kaliwungu ini mengaku jumlah produksi susu sapi per hari menurun drastis. Penurunan ini terjadi semenjak wabah PMK merebak.
"Penurunan produksi susu pasti ada nanti, dampaknya susu turun kita tidak bisa mencari tukar tambah yang habis melahirkan, kita menjual susu seadanya saja," kata Zainal ditemui di rumahnya, Kamis (30/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zainal memiliki 19 ekor sapi perah. Belasan sapi perah itu sehari mampu menghasilkan produksi susu sebanyak 170 liter. Jumlah tersebut terbilang menurun jika dibandingkan sebelum ada wabah PMK.
"Berkurang ya biasanya 200 liter, sekarang turun 170 liter per hari. Kita untuk konsumen harus ada," jelas Zainal.
Lebih lanjut, Zainal mengaku kewalahan untuk memenuhi permintaan susu sapi. Sebab produksi susu sapi per hari jumlahnya menurun. Dia menjual susu sapi per liter seharga Rp 20 ribu.
"Harga susu Rp 20 ribu per liter. Harganya masih bagus. Malahan kekurangan stok susu, karena produksi banyak. Permintaan banyak. Sumber segar ini kualitas banyak. Karena cita-cita saya memiliki susu yang bagus. Pemasaran Kudus dan Jepara," ungkap pria yang menjadi peternak sapi perah puluhan tahun ini.
Menurutnya penurunan jumlah produksi susu sapi ini karena peternak menghentikan mendatangkan sapi dari luar daerah. Dia biasanya mendatangkan sapi perah dari Boyolali. Namun karena wabah PMK sementara tidak mendatangkan sapi perah dari luar daerah.
"Saat ini saya ada 19 ekor sapi perah. Kondisinya saat ini alhamdulillah sehat tidak tidak ada gejala-gejala apa-apa. Pastinya resah sekali karena ini sangat mudah menular dan penanganan cukup sulit karena masih ada yang mati istilahnya membuat kita susah. Dan juga transaksi tidak berani, saat-saat ini kalau kita melakukan transaksi juga bahaya, mendatangkan sapi dari luar. Jadi kita tetap hanya mempunyai sapi yang ada," ungkap dia.
"Sejak pengumuman PMK kita langsung menghentikan sampai saat ini. Biasanya satu bulan kita bisa sampai dua kali melakukan tukar tambah. Karena ada PMK kita menghentikan drastis dari sana. Kita juga tidak mau dikirim juga, kita antisipasi tidak diharapkan,"terang Zainal.
Dia pun berharap agar wabah PMK ini segera hilang dan kembali normal. Dia bercerita usaha ternak sapi perah dilakukan sejak tahun 1999 lalu. Dia awalnya menjadi seorang sales susu sapi. Lalu dari pengalaman menjadi sales susu sapi, Zainal nekat membuka ternak sapi perah sendiri. Hingga akhirnya usahanya tersebut sudah bisa berkembang seperti sekarang.
"Sekitar 23 tahun. 1999 sudah mulai. Saya itu dari bos saya, saya dulu sales dari pemerahan yang sama. Dari pengamalan itu bos saya sudah tua dan tidak ada yang meneruskan, karena anak-anaknya tidak mau. Langsung saya berinisiatif mengajak teman-teman sales juga. Saya ajak bergabung dengan memiliki enam sapi, kemudian berkembang dengan cepat satu orang punya tiga ekor sales satu. Sales tiga sapi punya bekerja dengan sapi sembilan ekor, kita mengumpulkan uang, dapat hasil, dapat beli lagi sampai saat ini ada 19 ekor," pungkas Zainal.
(sip/aku)