Sulap Limbah Tahu Jadi Biogas, Desa Sambak Magelang Kini Mandiri Energi

Sulap Limbah Tahu Jadi Biogas, Desa Sambak Magelang Kini Mandiri Energi

Eko Susanto - detikJateng
Minggu, 26 Jun 2022 11:55 WIB
Warga Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, memanfaatkan limbah tahu untuk biogas.
Warga Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, memanfaatkan limbah tahu untuk biogas. (Foto: Eko Susanto/detikJateng)
Kab Magelang -

Salah satu desa di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mampu memanfaatkan limbah tahu menjadi biogas. Limbah tahu yang tidak berdaya guna, kini menjadi berkah hingga desa tersebut menjadi desa mandiri energi.

Desa tersebut adalah Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang. Prestasi sebagai desa mandiri energi kategori mapan tersebut diraih dengan penuh perjuangan. Upaya yang dilakukan tak berjalan mulus bak membalik telapak tangan.

Berawal dari sekitar tahun 2013 warga mulai mengeluhkan dampak pencemaran limbah tahu. Limbah tersebut berasal dari pabrik tahu yang berada di Dusun Sindon.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dampak yang dikeluhkan saat itu antara lain polusi udara, hingga limbah yang mengalir ke sawah-sawah. Dampaknya, ada kolam warga yang ikannya mati dan tanaman padi yang hasilnya tidak maksimal.

Warga pun memutar otak hingga berupaya untuk memanfaatkan limbah tahu itu menjadi biogas. Selain itu, warga juga membuat instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sehingga air limbah yang keluar ramah lingkungan.

ADVERTISEMENT

Kepala Desa Sambak, Dahlan mengatakan, ide awal biogas ini karena Desa Sambak banyak perajin tahu sehingga banyak yang terkena dampak dari limbah.

"Ada kolam ikan milik warga banyak ikan yang mati. Terus tanaman padi subur, tapi tidak berbuah (gabuk). Dengan adanya masalah itu, kami sekalu kepala desa banyak mendapatkan komplain dari warga," kata Dahlan saat ditemui di rumahnya Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Sabtu (25/6/2022).

Untuk itu, pihaknya meminta solusi dari Dinas Lingkungan Hidup untuk penanganan limbah tahu tersebut. Kemudian pada tahun 2014, pihak dinas menyarankan untuk mengajukan proposal pembuatan biogas sebagai salah satu pemanfaatan limbah tahu.

"Kami diminta mengajukan proposal sehingga tahun 2015 ada proposal yang direalisasi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Akhir tahun 2015 dan 2016 sudah mulai dioperasikan untuk biogas," ujar Dahlan.

Menurut Dahlan, biogas Desa Sambak itu lantas diverifikasi untuk mengikuti lomba program kampung iklim (Proklim) tingkat nasional kategori utama pada tahun 2017. Tahun 2021 kemarin, Desa Sambak meraih Proklim kategori Lestari.

"Tahun 2019 kami menganggarkan dari dana desa sebesar Rp 135 juta (untuk pembuatan biogas). Tahun 2021 kami mendapatkan bantuan dua unit (digester) dari ESDM Provinsi Jawa Tengah. Itu murni dibuat oleh warga Sambak sendiri karena kebetulan Sambak punya teknisi, punya tenaga ahli tentang biogas," tuturnya.

"Itu awal mulanya dari sumber masalah (limbah tahu). Dari banyaknya masalah, bagaimana solusinya. Ternyata dari masalah sekarang menjadi berkah," ujar dia.

68 KK Desa Sambak menikmati biogasi ini. Simak di halaman selanjutnya..

Saat ini sudah ada 68 kepala keluarga (KK) warga Desa Sambak yang memanfaatkan biogas.

"Alhamdulillah untuk tahun 2022 Desa Sambak sudah masuk ke kategori mapan (desa mandiri energi). Karena dari bantuan yang pertama sampai sekarang masih tetap berjalan. Masalah perawatan, pemeliharaan itu tetap terjaga sehingga itu menjadi kategori mapan dan juga untuk pengelolaannya di Desa Sambak itu ada lembaga. Lembaga yang khusus menangani biogas," tegasnya.

Semenjak menyandang sebagai desa mandiri energi, katanya, banyak dari desa lain maupun kota lainnya yang melakukan studi banding.

"Banyak yang dari daerah-daerah lain (studi banding) dari Madiun, Samarinda, dari Muara Enim. Setelah Lebaran dari Purwakarta terus yang terakhir dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang," katanya.

Ketua Pengelola Biogas Lestari Desa Sambak, Usman menambahkan, saat ada 68 warga yang telah memanfaatkan biogas di Desa Sambak. Mereka ini mendapatkan secara bertahap sejak tahun 2016 sampai 2019.

"Sejak tahun 2016 dibentuk lembaga pengelola biogas Lestari," kata dia.

Dalam musyawarah pengelola ini, kata Usman, awalnya iuran pernah bulan sebesar Rp 10 ribu. Iuran ini untuk perawatan instalansi dari pabrik menuju digester maupun lainnya.

"Awal Rp 10 ribu, tahun 2021 naik menjadi Rp 15 ribu. Iuran untuk biaya perawatan pipa pecah, misalnya bak kontrol perlu penambahan," ujar Usman.

Adapun 68 penerima manfaat biogas ini tersebar di Dusun Sindon ada 54 KK, Miriombo 4 KK dan Dusun Sambak 1 ada 9 KK. "Kelompok punya impian Desa Sambak 100 persen memakai (biogas)," katanya.

Salah satu warga Sindon, Ngaisah mengakui, dengan adanya biogas sangat membantu usaha produksi tempe gembus miliknya. Dulunya jika memakai gas elpiji menghabiskan 5 sampai 10 tabung.

"Sejak dua tahun yang lalu (pakai biogas). Sangat membantu sekali. Karena gasnya besar, terus saya kan produksi tempe gembus. Biasanya pakai gas habis 5 sampai 10 tabung. Kalau biogas nggak sama sekali," ujarnya.

Sejak memakai biogas, katanya, setiap bulannya berhemat sebesar Rp 500 ribu. "Sangat membantu sekali, hemat Rp 500 ribu sebulan (beli gas). Ini iuran Rp 15 ribu satu bulan," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(aku/aku)


Hide Ads